Serang, KPonline – Sidang perkara Nomor 12/G/2017/PTUN.Serang kembali digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Serang, Banten, Selasa (20/6/2017). Persidangan ini berkaitan dengan gugatan yang dilakukan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) terhadap penetapan upah minimum kabupaten Tangerang Tahun 2017.
Dalam gugatannya, FSPMI-KSPI berpandangan bahwa UMK Tangerang tahun 2017 tidak sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Salah satunya adalah tidak adanya survey pasar, serta penetapan UMK yang tidak sesuai dengan rekomendasi Bupati.
Penting untuk diketahui, gugatan ini adalah bagian dari perlawanan setikat buruh terhadap penetapan UMK yang dilakukan sesuai dengan PP 78/2015. Dimana jauh sebelumnya, buruh Indonesia berjuang agar PP ini dicabut.
Saat membacakan putusan, Majelis Hakim PTUN Serang mengabulkan sebagian gugatan Penggugat.
Pengadilan memerintahkan Gubernur Banten mencabut Surat Keputusan UMK Tangerang Tahun 2017 menerbitkan Surat Keputusan yang baru, sesuai dengan petitum Penggugat. Alasannya, karena penerbitan Surat Keputusan terkait UMK tersebut menyalahi prosedur yang berlaku.
Sayangnya, meskipun memerintahkan agar SK UMM dicabut, tetapi permintaan penambahan nominal terhadap nilai UMK tidak dikabulkan.
Seperti diketahui, UMK Tangerang tahun 2017 adalah Rp3.270.000, sedangkan Bupati Tangerang merekomendasikan Rp3.350.000. Dalam hal ini, buruh meminta agar dalam perubahan SK UMK yang baru, nilainya naik menjadi seperti yang direkomendasikan oleh Bupati.
“Tidak ada perubahan nominal, karena tidak ada survey KHL yang menyatakan nilai 3,35 juta adalah benar sesuai hasil survey,” kata Direktur LBH FSPMI Banten, Sofiyudin Sidik.
Melihat keputusan ini, secara prinsip buruh berhasil membuktikan bahwa mekanisme penetapan UMK Tangerang bertentangan dengan hukum. Disamping itu, disebutkan dalam putusan, DPW FSPMI memiliki legal standing untuk mewakili kaum buruh dalam menggugat upah minimum.
Penulis: RD. RIZAL N