Purwakarta, KPonline-Ragam spekulasi mulai timbul, lantaran Dewan Pengupahan Kabupaten/ Kota (Depekab) Purwakarta dari unsur apindo menolak untuk membahas tentang UMSK, demikian pula dari unsur akademisi.
Padahal, ribuan buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Purwakarta (ABP) lakukan aksi pengawalan rapat pleno Dewan Pengupahan Kabupaten (Depekab) Purwakata. Jumat, (13/12).
Rapat yang diselenggarakan di Aula BLK Disnakertrans Purwakarta dan dibuka secara resmi oleh Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Kadisnakertrans) Purwakarta Didi Garnadi dengan bahasan penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) dan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK).
Untuk penetapan UMK 2025, Didi mengatakan dalam rapat diperoleh kesepakatan terkait nilai UMK sebesar 6,5% dari unsur Pemerintah, Apindo, unsur SPSI serta SPN sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2025, walaupun ada 1 anggota FSPMI yang mengajukan kenaikan UMK sebesar 7,9 persen.
Dan tentunya untuk UMK bisa dikatakan tidak sesuai dengan keinginan serikat pekerja atau serikat buruh yang menuntut kenaikan sebesar 8-10 persen.
Sedangkan prihal UMSK, tidak menemukan kata kesepakatan karena beberapa unsur tidak mau melakukan perundingan dan hanya menyampaikan pendapat.
Wahyu Hidayat sebagai ketua presidium ABP sangat menyayangkan hal tersebut. “Serikat Pekerja sudah mengawal. Namun, sayangnya tidak ada perundingan terkait UMSK,” ungkap Wahyu.
Menurutnya, terindikasi segala sesuatunya sudah diatur untuk meniadakan UMSK. “Sayang sekali kehadiran dari para anggota depekab, yaitu unsur Apindo. Justeru hadirnya Apindo hanya untuk tidak menempatkan mandat untuk berunding, jadi ngapain ikut rapat depekab?,” kesal Wahyu.
“Apindo sebagai perwakilan pengusaha pun berpikir tidak perlu adanya upah sektoral, bahkan mereka juga diamanatkan untuk tidak berunding (UMSK),” lanjutnya.
Ia pun kecewa dengan unsur akademisi yang tidak merekomendasikan atau mengusulkan untuk adanya UMSK dengan berbagai alasan. “Ini sangat bertentangan dengan harapan kita sebagai masyarakat, khususnya kelas pekerja untuk mewujudkan Purwakarta Istimewa,” pungkasnya.
“Apanya yang istimewa, kalau akhirnya dari akademisi pun masih berpikir bahwasanya UMSK tidak perlu untuk tahun ini,” sambungnya.
Disisi lain, Ia pun memahami maksud dari unsur akademisi yang mengatakan tidak perlu adanya UMSK. “Faktanya sampai hari ini masih adanya pemagangan yang bekerja seperti buruh biasa, tetapi hanya diberi uang saku dengan jauh dari hak hak yang harus diterima selama bertahun tahun,” kata Wahyu.
kemudian, kalau ditinjau dari statement Apindo juga bisa dipahami karena sebagian besar yang hadir adalah dari perusahaan tidak bonafit. “Bisa di lihat dari wakil Apindo di rapat ini. Sehingga, semestinya kedepan yang lebih pantas untuk mewakili bagian pengupahan adalah dari unsur Kadin (Kamar Dagang dan Industri Indonesia), ujarnya.
Wahyu berharap Pj. Bupati dapat merekomendasikan UMSK yang rasional dan logis, karena Purwakarta termasuk Wilayah Industri.
”Dengan kekecewaan ini para buruh akan terus berjuang melawan dengan lebih masif, walaupun memang selama ini para buruh masih tetap menjaga kondusifitas,” tutupnya.