Jakarta, KPonline – Ekonom senior Ichsanuddin Noorsy menyampaikan gagasannya terkait utang negara. Menurutnya, utang negara sudah dalam kondisi yang mengkhwatirkan. Beberapa argumentasi dia sampaikan terkait utang negara.
1. Utang negara Indonesia per Juni 2017 mencapai Rp 4.364,767 triliun, bukan hanya Rp. 3.672 triliun seperti yang disampaikan Pemerintah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengklaim, utang luar negeri pemerintah Indonesia sudah menembus Rp3.672 triliun. Dengan kata lain, rasio utang mencapai 27%-28% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Namun demikian, pengamat ekonomi Ichsanudin Noorsy justru mempertanyakan angka rasio utang 27%-28% yang diklaim Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Ichsanuddin Noorsy tegas menyebut angka itu salah besar.
“Saya kira angka Sri Mulyani itu, angkanya enggak tepat. Saya ulang, angka Sri Mulyani di 27% itu enggak tepat,” kata Noorsy dengan suara meninggi. Dari data Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI), Noorsy memperkirakaan utang Indonesia lebih dari yang sekarang jumlahnya. Dalam hitungan Ichsanuddin Noorsy, hutang luar negeri Indonesia per Juni 2017 mencapai Rp 4.364,767 triliun.
Angka tersebut didapatkan dari perhitungan yang tidak hanya mengambil dari kewajiban pemerintah Indonesia terhadap negara yang memberi hutang, melainkan juga semua kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemerintah.
“Itu baru sektor makro, saya belum bicara portofolio, saya belum bicara sektor perbankan, saya belum bicara sumber daya, hanya konsumsi hutang luar negeri saja, baik pemerintah maupun swasta jumlahnya seperti itu,” kata Noorsy.
2. Utang adalah pintu masuk penjajahan
Menurut Ichsanuddin Noorsy, Bank Dunia menempatkan utang luar negeri Indonesia di level bahaya. Sebab, fluktuasinya sudah di atas 30 persen. Jika beban utang luar negeri suatu negara itu fluktuasinya mencapai 30 %, maka dalam level bahaya. Bank dunia menempatkan Indonesia pada level tersebut, dengan fluktuasi beban utang luar negeri sebesar 34,08%.
Negara-negara yang memberi pinjaman kepada Indonesia adalah: Singapura (58 M dollar AS), Jepang (31 M dollar AS), Belanda (11 M dollar AS), Amerika Serikat dan lain-lain. Dengan situasi begitu, utang pada dasarnya menjerat, sehingga mendikte kedaulatan negara. Karena penuh dengan berbagai ikatan-ikatan perjanjian yang luar biasa. Artinya Indonesia terjajah dengan utang.
3. Kooptasi Eksekutif terhadap legislatif terlalu kuat
Dalam Udang-Undang defisit anggaran hanya dibatasi sebesar 3 persen.
Ichsanuddin Noorsy mengatakan, batasan defisit anggaran tidak bisa lagi dijadikan acuan secara konstitusi untuk menjatuhkan Jokowi karena kuatnya kooptasi itu. “Legsilatif telah terkooptasi oleh eksekutif. Tak akan jatuh pemerintahan,” kata dia. Lebih lanjut dia mengatakan, selain kekuatan legislatif yang sudah terkooptasi di parlemen, hampir semua partai politik di DPR juga sudah mendukung pemerintahan Jokowi-JK.
“Dalam kondisi begini, mau defisit anggaran di atas tiga persen pun tidak akan ada masalah. Padahal, dalam undang-undang kalau defisit anggaran melebihi tiga persen, pemerintah berpotensi untuk dimakzulkan.”
Dia mencontohkan bagaimana pemerintah dengan mudah melanggar Pasal 33 UUD 45 setelah menyerahkan soal harga bahan bakar ke mekanisme pasar bebas. “Dalam kondisi begitu saja DPR tidak berkutik. Padahal, yang dilakukan pemerintahan Jokowi jelas-jelas melanggar undang-undang. Apalagi anggaran sudah defisit,” jelas Ichsanuddin.