Jakarta, KPonline – KSPI menilai, beberbagai kebijakan rezim Joko Widodo – Jusuf Kalla daya beli pekerja Indonesia jatuh. Setidaknya ada 6 (enam) hal yang menyebabkan daya beli buruh dan masyarakat jatuh.
1. Upah Murah
Akibat upah yang murah, akibatnya tidak bida mengimbangi tingginya kenaikan harga kebutuhan pokok. Hal ini diperparah dengan kebijakan PP 78/2015 yang membatasi kenaikan upah. Jatuhnya daya beli merupakan lingkaran setan. Dengan daya beli yang rendah, masyarakat akan mengurangi konsumsi, yang berakibat industri mengurangi jumlah produksi, dampaknya PHK terjadi di mana-mana.
2. Kenaikan Tarif Dasar Listrik
Kenaikkan harga tarif dasar listrik 900 VA membuat beban hidup masyarakat semakin meningkat. Perlu diketahui, listrik 900 VA merupakan salah satu dari 60 item KHL. Dimana KHL adalah salah satu indikator untuk menentukan kenaikan upah minimum.
Dengan demikian, yang paling dirugikan atas kenaikan TDL adalah kaum buruh dan masyarakat kecil. Hal ini, karena, pekerja mayoritas menggunakan listrik listrik 900 VA.
2. Pencabutan Subdisi BBM
Saat ini sudah tidak ada lagi subsidi untuk BBM. Padahal sebagai kebutuhan pokok, seharusnya pemerintah tetap memberikan subsidi pada BBM.
Harga BBM memang berfariasi. Mulai dari yang paling murah jenis premium, pertalite, hingga pertamax. Namun sayangnya, di beberapa tempat, keberadaan premium (BBM dengan harga paling murah) dibatasi. Bahkan ada wacara akan dihilangkan. Akibatnya, para buruh yang kebanyakan menggunakan sepeda motor mau tidak mau harus membeli Pertalite atau Pertamax yang harganya lebih mahal.
3. Kenaikan Harga Kebutuhan Pokok
Naiknya kebutuhan pokok masyarakat seperti beras, cabe, bahkan telur ayam, sering terjadi. Sebagai contoh, di awal tahun 2018, harga beras mengalami kenaikan yang signifikan. Karena itulah, salah satu tunutan KSPI adalah mendesak pemerintah agar mewujudkan kemandirian pangan. Sangat ironis jika negara yang subur makmur ini tergantung pada asing.
Dalam kaitan dengan itu, KSPI juga pernah menolak impor beras yang akan dilakukan Pemerintah. Impor beras, apalagi yang dilakukan pada saat panen raya, akan merugikan petani. Dengan adanya impor beras, maka harga jual beras dari petani akan terpukul. Harga beras petani jatuh. Sehingga pendapatan petani semakin turun, yang membuat daya beli petani anjlok.
4. Melemahnya Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar
Melemahnya nilai tukar rupiah juga berdampak bagi masyarakat kecil. Bagaimapun, dengan melemahnya nilai tukar rupiah, harga-harga (khusus barang impor) juga mengalami kenaikan. Situasi ini diperparah dengan ancaman PHK, khususnya di sektor-sektor industri yang bahan bakunya impor.
5. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Jika masih bekerja saja daya beli buruh jatuh akibat tergerus kenaikan harga, sudah barang tentu ketika di PHK buruh semakin menderita. Apalagi, banyak buruh yang di PHK tidak mendapatkan pesangon sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang. Sebagai contoh, adalah PHK besar-besara yang dialami pekerja di lingkungan PT Freeport Indonesia dan Jaba Garmindo.
KSPI menilai, salah satu penyebab gelombang PHK adalah upah buruh tidak bisa mengimbangi tingginya kenaikan harga kebutuhan pokok. Daya beli buruh jatuh. Jatuhnya daya beli mengurangi tingkat konsumsi, yang berakibat industri mengurangi jumlah produksi, sehingga PHK terjadi di mana-mana.
Kondisi ini diperparah dengan sikap Pemerintah yang mencabut berbagai subsidi. Akibatnya, harga BBM, listrik, dan berbagai kebutuhan pokok naik. Sekali lagi, kenaikan berbagai kebutuhan ini menghantam daya beli buruh dan rakyat.
Catatan: Salah satu isi Sepuluh Tuntutan Buruh dan Rakyat (SEPULTURA) adalah meningkatkan daya beli. Meningkatkan daya beli, dengan kata lain, adalah mengembalikan subsidi, mewujudkan kemandirian pangan dan energi, serta mencegah terjadinya PHK.