6 Pendapat Para Tokoh Ini Akan Membuatmu Percaya Untuk Menolak Perppu

Jakarta, KPonline – Setelah diumumkan, Perppu tentang Ormas mendapat sorotan dari masyarakan. Hal ini, karena, keberadaan Perppu tersebut dinilai dapat membuat pemerintah sewenang-wenang dalam membubarkan ormas. Dalam Perppu, pemerintah bisa langsung membubarkan suatu ormas tanpa perlu melewati mekanisme pengadilan. Hal ini bisa menimbulkan polemik lantaran pembubaran didasari pandangan pemerintah saja. Haruskah kita menolak perppu tersebut? Apa alasannya.

Dengan membaca pendapat dari para tokoh ini, kamu akan semakin percaya, ada banyak alasan untuk menolak Perppu yang baru saja diterbitkan itu.

Bacaan Lainnya
1. Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional, Yandri Susanto: Pembubaran ormas sebaiknya tetap lewat pengadilan.
Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional, Yandri Susanto

Yandri Susanto berpendapat, pembubaran ormas sebaiknya tetap lewat pengadilan. Hal ini untuk menghindari faktor yang sangat subjektif. Perppu, kata dia, bila dikeluarkan sebaiknya lebih kepada mencari cara untuk menyederhanakan proses pembubaran ormas yang dianggap menyimpang. Adapun yang berperan sebagai eksekutor tetaplah pengadilan.

Pendapat Yandri, menjadi alasan pertama untuk menolak perppu.

2. Wakil Ketua DPR, Fadli Zon: Perppu mengarah pada kediktatoran gaya baru.
akil Ketua DPR dari Partai Gerindra, Fadli Zon

Fadli Zon menyebut, perppu mengarah pada kediktatoran gaya baru. Perppu ini dianggap memberikan kewenangan tanpa batas kepada pemerintah dan tidak lagi memiliki semangat membina ormas. “Ini kemunduran total dalam demokrasi kita,” kata Fadli dalam keterangan tertulisnya. Ini

Pendapat Fadli Zon, bisa menjadi alasan kedua kamu untuk menolak perppu.

3. Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra: Pemerintah tidak mempunyai cukup alasan untuk mengeluarkan peraturan pemerintah tentang ormas.
Pakar Hukum Tata Negara, Yusrih Ihza Mahendra.

Yusril Ihza Mahendra menilai, setidaknya ada enam alasan pihaknya menolak perppu, hingga kemudian berencana mengajukan uji materi ke MK:

Pertama, perppu dinilai telah memberi kewenangan absolut bagi pemerintah untuk secara sepihak membubarkan sebuah ormas, tanpa melalui proses peradilan. Kewenangan itu dinilai bertentangan UUD 1945, yang menjamin warga negara untuk berserikat dan berkumpul.

Kedua, tidak ada hal kegentingan yang memaksa untuk diterbitkannya perppu. Kebijakan yang diambil dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Dalam Pasal 22 UUD 1945 disebut perppu hanya bisa diterbitkan dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa.

Ketiga, perppu dinilai menabrak tafsir kegentingan yang memaksa sebagaimana diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009. Dalam putusan didefinisikan, perppu boleh diterbitkan bila belum ada undang-undang yang mengatur terkait suatu hal. Dalam hal ini terkait keberadaan ormas. Selain itu disebutkan, perppu bisa diterbitkan bila undang-undangnya ada, namun tidak memadai dan dirasa mendesak untuk diadakan. Sementara jika menunggu persetujuan DPR, memerlukan waktu yang cukup lama.

Keempat, perppu dinilai tumpang-tindih dengan pengaturan terkait delik penodaan agama yang telah diatur dalam KUHP. Dikhawatirkan dapat menghilangkan kepastian hukum yang dijamin dalam UUD 1945.

Kelima, perppu juga dinilai tumpang-tindih dengan pengaturan terkait delik permusuhan yang bersifat suku, agama, ras dan golongan yang telah diatur dalam KUHP. Dikhawatirkan bisa menghilangkan kepastian hukum yang dijamin dalam UUD 1945.

Keenam, perppu dinilai tumpangtindih dengan pengaturan terkait delik makar yang sudah diatur dalam KUHP. Dikhawatirkan dapat menghilangkan kepastian hukum yang dijamin dalam UUD 1945.

Pendapat Yusril, bisa menjadi alasan ketiga kamu untuk menolak perppu.

4. Mantan Koorinator KontraS, Hariz Azhar: Secara hukum Perppu Ormas ini ngawur. Secara Politis kayaknya ada sesuatu. Saya curiga ada yang bermain di air keruh.
mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Hariz Azhar.

Hariz Azhar bependapat, penerbitan Perppu hanya untuk keadaan mendesak atau ‘keadaan genting’. Sedangkan ukuran objektif penerbitan Perppu sudah dijelaskan dalam Putusan MK. Ada tiga syarat sebagai parameter adanya ‘kegentingan yang memaksa’ bagi Presiden untuk menetapkan Perppu: Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai; Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

Jika itu terkait rencana pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia atau HTI, menurut Haris, Pemerintah RI sampai sekarang tidak pernah menjelaskan dan menguji di depan hukum, apa masalah HTI dan UU Ormas? Sebagaimana yang disebutkan dalam keputusan MK tersebut.

“Jadi, Pemerintah itu ikuti taffsir apa dan siapa?” kata Haris Azhar. “Jadi secara hukum Perppu Ormas ini ngawur. Secara Politis kayaknya ada sesuatu. Saya curiga ada yang bermain di air keruh,” kata dia.

Haris Azhar kemudian mengatakan, solusinya tetap memakai saja UU Ormas bukan Perppu Ormas, meskipun ia mempercayai UU ini pun masih banyak masalahnya juga. “Nanti serahkan kepada hakim, biar hakim yang tentukan. Tapi sekali lagi kayaknya Pemerintah takut bawa ke pengadilan. Takut kalah. Jadi Pemerintah mau main kayu, alias sepihak membubarkan,” katanya.

Pendapat Haris Azhar, bisa menjadi alasan keempat kamu untuk menolak perppu.

5. Direktur Imparsial, Al Araf: Perppu Ormas bersifat represif yang mengancam demokrasi serta hak asasi manusia.
Direktur Imparsial, Al Araf.

Al Araf menilai, langkah pemerintah menerbitkan Perppu Ormas sangat keliru. Dari segi hukum sudah ada undang-undang yang mengatur ormas, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyaraatan (UU Ormas). Dalam UU tersebut, kata Al Araf, sudah diatur mekanisme pembubaran ormas. Mulai dari persuasi, peringatan satu sampai tiga dan pemberhentian sementara selama enam bulan. Pembubaran bisa diajukan pemerintah ke pengadilan dan hakim yang akan menentukan pembubaran tersebut.

“Pembubaran ormas yang awalnya berdasarkan hukum jadi berdasarkan kekuasaan. Pada UU Ormas, pembubaran ada di yudikatif (pengadilan), tapi di perppu otoritas pembubaran di tangan pemerintah, ini potensi timbulkan abuse of power,” kata Al Araf. Lebih lanjut, Al Araf berpendapat, pemerintah yang represif justru memperkuat pengikut organisasi yang dibubarkan. Ia mencontohkan situasi di era rezim Orde Baru yang bertindak represif. Bukannya bubar, sejumlah ormas malah melakukan tindakan radikalisme.

Pendapat Al Araf, bisa menjadi alasan kelima kamu untuk menolak perppu.

Baca artikel lain terkait Perppu yang terkait dengan Pembubaran Ormas

6 Pendapat Para Tokoh Ini Akan Membuatmu Percaya Untuk Menolak Perppu

Ini Hal-hal Yang Berubah Pasca Terbitnya Perppu Ormas

3 Alasan Pemerintah Mengeluarkan Perppu Terkait Pembubaran Ormas

Membidik HTI Melalui Perppu Pembubaran Ormas. Kemunduran Demokrasi?

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.

1 Komentar

  1. Yang perlu diingat adalah.. negara mempunyai hak dan kewenangan yang bersifat memaksa.
    Kalau saya ga salah ingat itu adalah salah satu sifat yang melekat pada suatu negara.
    Kenapa mempunyai sifat memaksa??
    Hal ini dikarenakan negara memiliki warga yang jamak yang mempunyai hak dan kewajiban, serta kepentingan pribadi dan golongan yang tak bisa dilepaskan dari kehidupan berwarga negara.
    Untuk memastikan dan menjamin keberlangsungan suatu negara, maka untuk itulah sifat memaksa melekat pada nya.
    Presiden sebagai kepala negara secara otomatis berkewajiban menjalankan sifat dan fungsi negara.
    Hal ini untuk menjamin keberlangsungan suatu negara..
    PERPPU merupakan salah satu kebijakan untuk menjalankan amanat dari sifat negara..
    Tidak ada alasan bagi kita untuk menolak PERPPU. Karena sejatinya kita sebagai warga negara secara otomatis mengakui dan tunduk pada sifat Negara.