Jakarta, KPonline – Saat ini Manajemen PT.Holcim Indonesia tbk, akan menjalankan program Regional Bussiness Service Centre (RBSC) yang berdampak pada pengurangan atau Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Program RBSC merupakan pemindahan dan tata kelola system keuangan yang bertujuan untuk memindahkan system sebagian Departemen Finance dan Procurement ke Philipina dengan menunjuk perusahaan lain (outsorcing), Holcim East Asia Bussiness Service (HEABS) yang merupakan perusahaan partner bisnis Group LafargeHolcim. Sehingga statusnya adalah memberikan sebagian pekerjaan (Outsorcing) yang berada di Indonesia dengan pengelolaannya kepada perusahaan Asing yang berada di luar Indonesia.
Program RBSC ini merupakan bentuk lain dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang berdampak pada buruh khususnya Departement Finance (Keuangan) dan Procurement (Pengadaan) yang direncanakan sebanyak 54 orang (dari total karyawan/buruh FICO + 120 orang).
Program RBSC melanggar perjanjian Multilateral Instrument on Tax Treaty ( MLI ) yang di lakukan pemerintah Indonesia dengan Negara – negara OECD dimana Swiss dan Perancis merupakan anggota di dalamnya. Dimana dengan MLI Indonesia dapat mengamankan penerimaan pajak dengan mencegah penghindaran pajak dalam bentuk penyalahgunaan tax treaty, penghindaran yang dilakukan Bentuk Usaha Tetap dengan memecah fungsi organisasi, memecah waktu kontrak, rekayasa kontrak, rekayasa kepemilikan yang bertujuan menghindari kewajiban perpajakan di Indonesia.
Ini pelanggaran terhadap MLI. Dimana PT. Holcim Indonesia tbk merupakan perusahaan yang tergabung dalam Negara-negara OECD yang di atur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.1 tahun 2017 dan dilaksanakan dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 70/ PMK.03/ 2017.
Manajemen PT. Holcim Indonesia, Tbk telah melakukan pelanggaran yang senyata-nyatanya terhadap peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia, kebijakan perusahaan yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja ataupun maksud-maksud dari kebijakan yang berdampak kepada pekerja/buruh harus dirundingkan terlebih dahulu kepada serikat pekerja/serikat buruh yang ada di perusahaan. Pasal 151 ayat 3 UU.13/2003 menyatakan “Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya dapat diberikan oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika ternyata MAKSUD untuk MEMUTUSKAN HUBUNGAN KERJA TELAH DI RUNDINGKAN, tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan”.
Selain itu pasal 151 ayat 1 menegaskan bahwa “Pengusaha, pekerja/buruh , serikat pekerja/serikat buruh dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja”. Bahwa pengusaha/manajemen PT. Holcim Indonesia tidak pernah melakukan perundingan mencari solusi terbaik terhadap segala upaya dan langkah-langkah kebijakan perusahaan untuk meminimalisir Pemutusan Hubungan Kerja yang menjadi kebijakan perusahaan. Malah dengan sejelas-jelasnya perusahaan melakukan sosialisasi bukan perundingan atas kebijakan tersebut .
Bahwa apa yang telah diatur oleh Undang-Undang Tenaga Kerja, Manajemen PT. Holcim Indonesia tidak pernah melakukan perundingan terkait maksud-maksud PHK melalui program yang dinamakan RBSC dan tidak ada satupun upaya pencegahan PHK bila PHK tersebut terjadi akibat dari implementasi kebijakan RBSC tersebut.
Manajemen PT.Holcim Indonesia patuh dan 100% taat terhadap regional perusahaan yang ada di Filipina yang senyata-nyatanya tidak taat terhadap peraturan dan hukum ketenagakerjaan yang berada di Indonesia, kebijakan tersebut sama sekali tidak mau mengindahkan serta cenderung mengangkangi hukum ketenagakerjaan yang ada di Indonesia.
Bahwa pada tanggal 24 , 25 Juli 2017 dan tanggal 14 Agustus 2017 , manajemen PT. Holcim Indonesia,Tbk mengadakan sosialisasi Program RBSC dengan Serikat Pekerja. Dalam sosialisasi ini Manajemen PT. Holcim Indonesia merencanakan program ini akan dilakukan final (selesai) paling lambat minggu pertama Q4 (sekitar bulan Oktober 2017). Tentu saja dalam semua sosialiasi tersebut, Serikat Pekerja menolak program ini yang tidak dirundingkan terlebih dahulu antara Manajemen dan Serikat Pekerja .
Bahwa cara-cara arogan manajemen Holcim baik regional dan Manajemen Holcim di Indonesia yang sangat tidak melihat peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia, kami Dewan Pimpinan Nasional Federasi Serikat Pekerja Industri Semen Indonesia menyatakan sikap sebagai berikut :
1. Menuntut Kepada Presiden Republik Indonesia untuk menindak tegas perusahaan-perusahaan asing dan atau Modal Asing untuk patuh dan tunduk kepada Peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia.
2. Meminta kepada Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia untuk menindak tegas perusahaan- perusahaan modal asing yang membuat kebijakan berdampak terhadap PHK karyawan tanpa mengikuti peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan di Indonesia.
3. Meminta kepada Presiden Direktur PT. Holcim Indonesia tbk untuk tidak melanjutkan Program RBSC yang berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja
4. Menolak segala bentuk program di Perusahaan yang berakibat pada Pemutusan Hubungan Kerja
5. Menyerukan kepada seluruh karyawan PT.Holcim Indonesia untuk bersatu dan solid melawan segala bentuk kebijakan perusahaan yang merugikan karyawan serta perusahaan yang ada di Indonesia.
6. Menyerukan kepada seluruh afiliasi FSPISI ( Federasi Serikat Pekerja Industri Semen Indonesia) mendukung dan melawan kesewenang – wenangan management Holcim Indonesia
Dewan Pimpinan Nasional
Federasi Serikat Pekerja Industri Sement Indonesia
(DPN – FSP ISI )
Widjayadi Achmad Suhada Efendi
Ketua Umum Sekjen
KEPRIHATINAN Program RBSC di PT Holcim Indonesia
Pada awalnya liberalisasi industri semen ditujukan untuk menyambut investasi global dalam rangka penguatan Indonesia. Dukungan mengalir dalam rangka transfer teknologi, transfer human skill dan developing knowledge untuk bumi pertiwi Indonesia.
Jika melihat perkembangan yang terjadi paska karpet merah kepada kapitalis asing kemudian melegitimasi dengan membuat program RBSC yang pada intinya memindahkan kesempatan untuk bangsa lain, maka spirit bekerjasama dengan global tersebut telah dikhianati dan ditelikung.
Serikat Karyawan Semen Indonesia (SKSI) menyatakan KEPRIHATINAN dengan kawan-kawan anak bangsa yang ada di Holcim Indonesia, dan mendukung sikap FSP ISI-KSPI dalam hal ini.
Lindungi kepentingan Indonesia
Gresik, 24 Agustus 2017
Sekretaris Umum SKSI
Dr. Effnu Subiyanto
Program ini didukung oleh anak bangsa yg sudah sakit (jiwa) nasionalismenya demi kepentingan pribadi