90 Tahun Sumpah Pemuda. Apakah Perlu Diulang?

90 Tahun Sumpah Pemuda. Apakah Perlu Diulang?
Atlantika Institut Nusantara & Wakil Ketua F.BKN SBSI, Jacob Ereste.

Jakarta, KPonline – Berbahasa satu, Bahasa Indonesia.

Bertanah air satu, Tanah Air Indonesia.

Bacaan Lainnya

Berbangsa satu, Bangsa Indonesia.

Begitulah sumpah pemuda Indonesia ketika itu — 1928 — pada 90 tahun silam. Jadi mereka yang mempelopori Seompah Pemeoda ketika itu adalan kelahiran tahun 1900-an, sungguh memiliki wawasan luas yang sangat menakjubkan.

Jadi jelas sikap nasionalis pemuda Indonesia jauh sebelum Indonesia diproklamirkan pada 27 tahun kemudian — setelah satu generasi betikutnya — Indonesia dimerdekakan pada 17 Agustus 1945.

Setelah 90 tahun kemudian — 2018 — lebih dari tigs generasi, masih relevankah Soempah Pemoeda pads 1928 itu sekarang. Atau setidaknya untuk menggeledah bahasa Indonesis yang baik dan benar yang dapat mencerminkan rasa pirasa kebersamaan kita dalam berbangsa ?

Demikian juga rasa dari kebersamaan kita sebagai Bangsa Indonesia yang terbingkai oleh tanah dan air yang kita yakini sebagai tempat dari tumpah darah kita yang harus dan patut dipertahankan hingga titik darah penghabisan ?

Dalam konteks ini agaknya sikap kritis kita yang keras ketika ada upaya dari pihak asing maupun dari kalangan tertentu yang mau hendak dan menggeser tapal batas negeri kita, baik dalam pengertian grographi maupun dalam bentuk geopolitik, kita pantas bereaksi keras, apalagi sering terkesan pihak pemerintah sendiri seperti abai atau acuh tak acuh dari ancaman seperti itu.

Begitu juga resksi kita pada keinginginsn satu pihak yang hendak menjual atau menggadaikan satu pulau atau menggeder batas wilayah negara kita seprti yang berbatasan dengan Singapura misanya, karena telah bergeser beberapa kilometer mengambil wilayah otoritas laut milik kita.

Penyempitan wilayah laut kita yang berbatasan dengan Singapura ini, karena negeri Singa itu memang melakukan reklamasi pantai lebih dari delapan kilo meter ke arah daratan tanah dan air kita.

Lalu bagaimana dengan Soempah Pemoeda kita itu dalam konteks berbangsa satu, yaitu Bangsa Indonesia ?

Agaknya ekspresi rasa kebangsaan kita pun sudah mulai memudar juga. Setidaknya dari upaya besar kita untuk mengangkat harkat serta martabat Bangsa Indonesia dalam pergaulan dunia, patut menjadi perhatian dari segenap warga bangsa Indonesia agar tidak menjadi lecehan bangsa-bangsa lain di dunia.

Istilah Indon yang berkenotasi buruk harus kita jawab dengan cara yang kebih dewasa dan beradab. Sebab bangsa kita mempunyai warisan budaya yang luhur dari nenek moyang kita yang gagah perkasa di nusantara.

Jika Soempah Pemoeda pada 28 Oktober 1928 itu telah tetpancang sebagai tonggak sejarah yang monumental sifatnya, apa sepatutnya yang harus dilskukan Pemoeda Indonesia sekarang — setelah bebas dan merdeka dari segenap aneksasi atau bahkan intervensi bangsa asing.

Atau, masih perlukan para Pemoeda kita — Indonesia — kembali bersumpah ?

Banten, 26 Oktober 2018

Penulis: Jacob Ereste, Atlantka Institut Nusantara & Wakil Ketua F.BKN SBSI

Pos terkait