Aksi Boikot: Belajar Dari Keberhasilan di India

Aksi Boikot: Belajar Dari Keberhasilan di India

Jakarta, KPonline – Saat ini, sedang ramai gerakan boikot terhadap sari roti akibat klarifikasi dari managemen perusahaan pasca aksi 212. Saat ini pun, di Sumatera Utara, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) juga melakukan boikot. Bedanya, seruan boikot dilakukan agar masyarakat tidak belanja di Alfamart. Aksi protes ini menyusul berbagai persoalan ketenagakerjaan yang tak kunjung terselesaikan di perusahaan tersebut.

Dalam sejarah, pernah ada aksi boikot yang sukses. Itu terjadi di India, ketika mereka melakukan boikot terhadap produk Inggris.

Bacaan Lainnya

Boikot terhadap produk Inggris yang dimaksud dalam tulisan ini adalah boikot yang berlangsung pada awal abad ke-20. Boikot terhadap produk Inggris pada masa itu adalah dalam rangka menuntut kepada pemerintah kolonial Inggris agar memberi rakyat India hak untuk menentukan nasibnya sendiri.

Boikot terhadap produk-produk Inggris (tahun 1900-1905) dilakukan oleh India dibawah  pimpinan Tilak. Aksi boikot tersebut antara lain karena adanya kebijakan pemerintah kolonial Inggris yang mengharuskan kapas hasil kebun milik tuan-tuan tanah India di ekspor ke Inggris dengan harga yang sangat murah. Kapas tersebut kemudian diolah oleh pabrik milik para kapitalis Inggris, hasilnya berupa tekstil dan produk tekstil dijual dengan harga yang berlipat ganda kepada para pembeli bangsa India.

Kebijakan tersebut sangat merugikan rakyat India terutama pemilik kebun kapas, pemilik pabrik tenun, petani dan buruh. Oleh karena itu Tilak lalu menggalang aksi boikot. Tujuan aksi boikot tersebut adalah tidak membeli dan tidak menggunakan produk-produk ex Inggris serta menggantikannya dengan produk ex India, supaya industri dan perdagangan nasional India dapat hidup dan berkembang.

Tilak (nama lengkapnya Lokmanya Tilak, beliau meninggal tahun 1920) dalam melaksanakan aksi boikot tersebut menggunakan kekayaan yang dimilikinya. Aksi boikot terhadap produk ex Inggris tersebut ternyata didukung oleh: kaum cendekiawan, pemilik tanah, saudagar besar dan kecil, buruh, dan tani India. Dukungan tersebut berupa dukungan dana, alat, dan juga dukungan semangat. Meskipun penuh dengan rintangan politik, ekonomi, keuangan dan kendala peralatan yang luar biasa akhirnya aksi boikot Tilak dkk tersebut dapat meraih kemenangan.

Pemerintah kolonial Inggris terpaksa merubah kebijakan-nya terhadap kebun-kebun kapas di India dan produk-produk ikutannya (Inggris si penjajah memang cerdik, cukup ambil pajaknya), sehingga selain pabrik-pabrik tenun, pabrik-pabrik di India lainnya seperti, pabrik besi-baja, mesin-mesin, batubara, dan lain-lain memetik hasil dari aksi Tilak tersebut. Pada Perang Dunia yang lalu produk industri nasional India seperti gerbong dan lokomotip “Tata”  telah dipesan oleh Inggris;  bahkan kemudian produk India (tidak hanya tekstil) mulai masuk ke pasar internasional.

Kemenangan aksi boikot Tilak tersebut membangkitkan aksi serupa yang dipelopori Mahatma Gandhi yang terkenal dengan nama SATYAGRAHA. Satyagraha semula adalah sebutan bagi gerakan perlawanan rakyat sipil yang melakukan protes terhadap monopoli garam yang diberlakukan oleh pemerintah kolonial Inggris di India.

Dengan alasan garam merupakan kebutuhan vital bangsa India, pemeritah kolonial Inggris menetapkan aturan monopoli garam yang  berisikan larangan untuk mengumpulkan atau menjual garam, dan dengan paksaan rakyat India harus membeli  garam dari Inggris dengan harga yang mahal (pajak yang tinggi).

Pada Maret 1930, Mahatma Gandhi (dan 78 pengikutnya) mempelopori pembuatan garam sendiri dari air laut di kota Dandi yang terletak di Pantai Laut Arab sebagai aksi protes terhadap monopoli garam tersebut. Gerakan pembuatan garam sendiri ini dengan segera meluas diikuti oleh wilayah-wilayah  lain di India, termasuk Mumbai (d/h Bombai) dan Karachi (sekarang termasuk Pakistan).

Pemerintah kolonial Inggris berusaha menghentikan gerakan tersebut antara lain dengan kekuatan tentara menangkap Gandhi dan sejumlah pengikutnya, namun gerakan Satyagraha terus berlangsung. Inggris akhirnya terpaksa membebaskan Gandhi yang bersedia menghentikan gerakan-nya itu, dengan kompensasi  bangsa India diberi hak untuk menentukan sendiri masa depan-nya. (*)

Pos terkait