Purwakarta, KPonline – Wacana Pemerintah lewat Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja terus menimbulkan gejolak dikalangan kelas pekerja atau kaum buruh. Dalam konferensi Pers di LBH Jakarta pada Sabtu (18/1), KSPI kembali menegaskan sikapnya untuk menolak Omnibus law dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Maka dari itu, puluhan ribu buruh Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia yang berafiliasi dengan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPMI-KSPI) menyuarakan keberatannya dengan mendatangi Kantor DPR-RI, Senin (20/1)
Puluhan ribu buruh tersebut berasal dari berbagai wilayah daerah seperti; Purwakarta, Karawang, Bogor, Bekasi, Tangerang, Cilegon dan beberapa daerah lainnya. Menurut kaum buruh, Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja merupakan Rancangan Undang-undang (RUU) yang akan berdampak buruk bagi kesejahteraan pekerja untuk selanjutnya. Karena Pemerintah tidak melibatkan pekerja atau kaum buruh, dalam perumusan draf RUU tersebut.
Suatu hal yang wajar bila buruh menolak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Karena pemerintah tidak melibatkan pekerja atau kaum buruh secara langsung dalam perumusan draf RUU tersebut, sehingga ada indikasi dan menimbulkan kesan, Omnibus law Cipta Lapangan Kerja merupakan pesanan kaum oligarki.
Melihat situasi pemerintah saat ini, mereka kelihatan seperti kehilangan naluri untuk menyejahterakan rakyatnya. Hal itu dapat dilihat dari berbagai program kebijakan yang mereka ciptakan. Khususnya bagi buruh dan salah satunya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan (PP 78/2015). Dalam PP tersebut, parameter kenaikan upah ternyata tidak lebih baik daripada ketentuan normatif sebelumnya yaitu Undang-undang Ketenagakerjaan 2003.
Dalam PP 78/2015 tentang pengupahan, formula kenaikan besaran upah di tahun selanjutnya hanya berdasarkan inflasi dan laju pertumbuhan ekonomi, berbeda dengan Undang-undang Ketenagakerjaan 2003 yang berdasarkan survey kebutuhan hidup layak (KHL) pekerja atau buruh terlebih dahulu.
Dihadapan ketua Komisi IX, Felly Estelita Runtuwene. Said Iqbal selaku presiden FSPMI-KSPI menyampaikan rasa kekhawatirannya ketika Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja diberlakukan.
“Pertama, Omnibus Law diduga akan menghapus upah minimum dan diganti upah perjam. Kedua pesangon dihilangkan. Ketiga sistem kerja kontrak dan outsourcing dibebaskan,” ujarnya.
Senada atas hal yang sama, namun dengan narasi yang berbeda, Fuad BM selaku Ketua FSPMI Kab. Purwakarta pun menyatakan, dugaan indikasinya kenapa mereka ingin sekali melakukan Omnibus law? Karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tidak cukup untuk membiayai serta memfasilitasi segala program yang sudah dibuat oleh mereka, tidak ada jalan lain tentunya selain mengikuti apa yang diinginkan oleh pengusaha atau sang pemilik modal.
“Bisa saja pengusaha menekan pemerintah untuk mengikuti keinginannya. Kalau tidak, pengusaha tidak akan mengeluarkan dana untuk pemerintah,” dugaan Fuad yang disampaikan kepada awak Media Perdjoeangan Daerah Purwakarta.
Senada dan seirama mungkin atas apa yang telah dilakukan oleh puluhan ribu buruh FSPMI-KSPI dalam aksi unjuk rasa damainya kali ini di Gedung DPR-RI. Karena Rika Ciptaning (PDIP) dan beberapa anggota Komisi IX dari PKS, PAN serta Gerindra ikut merespon dan mendukung apa yang sudah disampaikan oleh buruh FSPMI-KSPI terkait penolakan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Cilaka).
“Pasti pengusaha itu akan mengancam pergi dari Indonesia. Kalau mau pergi, pergi saja sana. Saya usul pimpinan, Omnibus law ini harus kita tolak,” tegas Ciptaning.