Aktifis Buruh, Kemerdekaan Indonesia Dan Nasionalisme

Aktifis Buruh, Kemerdekaan Indonesia Dan Nasionalisme
Perayaan 1 Mei 1946 di alun alun Yogjakarta ( image : Google)

Jakarta,KPOnline – Tanggal 30 September 1939, sekitar 400 orang lebih berkumpul di Mojokerto. Mereka hadir untuk memperingati seperempat abad aktivisme serikat buruh di bawah pimpinan Raden Panji Suroso. Lahir di Porong – Sidoarjo, Jawa Timur pada 03 Nopember 1893, Suroso adalah lulusan Sekolah Guru (Kweekschool) di Probolinggo, tapi tidak bekerja sebagai guru sesuai bidang studi yang ditekuninya. Malahan ia melamar menjadi pegawai di Jawatan Irigasi. Pada 1914, memasuki usia 21 tahun, Suroso menjadi ketua Serikat Buruh Pegawai Pribumi Departemen Pekerjaan Umum cabang Probolinggo.

download (18)Sejak itu karirnya berkembang menjadi pemimpin serikat di sektor publik, termasuk Persatuan Vakbond Pegawai Negeri (PVPN) sejak 1930. Seperti banyak tokoh serikat, ia juga terjun dalam politik nasionalis. Pada 1914, ia menjadi ketua cabang Sarekat Islam di Probolinggo dan kemudian anggota eksekutif pusat, meski memasuki tahun 1923 sepertinya ia tidak lagi duduk dalam keanggotaan eksekutif pusat. Sepanjang periode penuh gejolak, ia menjadi pimpinan cabang Serikat Buruh Pabrik Gula (PFB).

Bacaan Lainnya

Keanggotaan singkatnya dalam Sarekat Islam dan keterlibatan di PFB menjadi awal perjalanan panjang dalam aktivisme serikat buruh bersama Surjopranoto, yang dijuluki “si Raja Mogok” di Jawa Tengah karena kiprahnya memimpin PFB dan serikat buruh pegadaian dalam petarungan sengit melawan pihak majikan. Suroso berperan penting dalam pembentukan Persatuan Vakbond Hindia pada 1923 dan memimpin organisasi itu sebelum kehancurannya setelah pemogokan buruh kereta api pada Mei 1923. Ia diangkat menjadi anggota Dewan Kota Probolinggo dan pada 1923 ditunjuk menjadi anggota dewan penasehat koloni, Volksraad, yang menjadi tempat terakhir baginya memperjuangkan penuh semangat nasib kaum buruh Indonesia.

Kiprah Suroso pun berlanjut, sempat menjabat sebagai ketua Putera di area Malang selanjutnya Soeroso di tunjuk sebagai wakil ketua BPUPKI/PPKI pada tahun 1945 yang di ketuai Oleh K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat. Selanjutnya Soeroso menjabat sebagai gubernur Jawa Tengah di tahun 1945 setelah keputusan PPKI dalam sidang pleno tanggal 19 Agustus 1945 yang menghasilkan keputusan penting yaitu menteri dan pembagian wilayah menjadi delapan provinsi yang salah satunya adalah provinsi Jawa Tengah. Raden Panji Suroso pernah menjabat sebagai Menteri Perburuhan Republik Indonesia ke-4 (masa jabatan 06 September 1950 – 03 April 1951), kemudian menjabat sebagai Menteri Sosial Republik Indonesia ke-10 (masa jabatan 30 Juli 1953 – 12 Agustus 1955), di lanjutkan dengan menjabat sebagai Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia ke-12 (masa jabatan 12 Agustus 1955 – 24 Maret 1956), yang kesemuanya berada di era kepemimpinan Presiden Soekarno. Soeroso pernah memperjuangkan kesejahteraan pegawai negeri agar mereka dapat membeli rumah dinas dengan cara mengangsur, Soeroso pun dikenal sebagai Bapak Koperasi Pegawai Negeri Republik Indonesia. Raden Pandji Soeroso wafat pada 16 Mei 1981, dan Pemerintah Indonesia mengangkat Raden Pandji Soeroso sebagai salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia, melalui Surat Keputusan Presiden No. 81/TK/1986.

Perayaan 1 Mei 1946 di alun alun Yogjakarta ( image : Google)
Perayaan 1 Mei 1946 di alun alun Yogjakarta ( image : Google)

Nama Suroso jarang disebut dalam catatan sejarah Indonesia 1920an dan 1930an, meski sesungguhnya banyak orang Indonesia seperti Suroso yang mencurahkan hidup di dalam organisasi serikat buruh. Beberapa diantaranya menjadi pimpinan utama serikat-serikat buruh besar seperti Hindromartono dari Batavia, Djoko Said dari Bandung, dan Ruslan Wongsokusumo dari Surabaya. Mereka memimpin berbagai organisasi serikat, menjadi redaktur majalah-majalah serikat, dan menyumbang secara rutin kepada surat kabar berbahasa Indonesia tentang isu-isu buruh internasional dan lokal. Selain itu, mereka pun aktif bergerak dalam rapat-rapat serikat buruh dari satu kota ke kota lain di Jawa, menyampaikan pidato-pidato yang membakar semangat pimpinan lokal. Sebagian besarnya juga aktif dalam organisasi-organisasi kesejahteraan sosial dan koperasi. Banyak juga yang menjadi anggota partai-partai politik nasionalis.

Tidak ada kisah tunggal tanpa jeda dan penuh kemenangan dalam sejarah buruh di Indonesia. Sebaliknya, banyak sekali kisah yang dapat ditulis — kadang saling bertentangan — dari tiap-tiap serikat. Di dalamnya kita dapati rangkaian cerita keberhasilan dan kegagalan upaya yang telah dilakukan. Ada banyak kisah tentang perpecahan dalam tubuh gerakan buruh, termasuk yang terkait dengan isu perbedaan kelas, etnis, gender, dan ideologi. Tidak ketinggalan kisah tentang perselisihan pribadi diantara pemimpinannya. Organisasi serikat buruh sangat beragam. Meski sangat beragam, para aktivis buruh senantiasa merindukan kesatuan suara buruh yang kuat. Perjuangan membangun persatuan gerakan buruh adalah tema umum dalam narasi sejarah serikat buruh.

Vakbond : Serikat Buruh (bahasa Belanda)

Volksraad : adalah Dewan Rakyat yang didirikan pada akhir tahun 1916 oleh Gubernur Jenderal von Limburgstirum. Ia sengaja menciptakan volksraad agar semua permasalahan dan kekisruhan yang terjadi pada tanah jajahan Hindia Belanda dapat teratasi melalui curah pendapat dan opini masyarakat terhadap Belanda dan VOC (dilatarbelakangi oleh maraknya aksi massa dan protes petani terhadap regulasi cultuurstelsel — tanam paksa yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda). Jadi bila dilihat dari sisi sejarah volksraad bermanfaat karena merupakan reprensentasi masyarakat saat itu, namun dari sisi signifikansi maka volksraad tidak begitu berperan dalam perjuangan karena tetap di bawah pengaruh Belanda (tidak memiliki hak interpelasi dan hak membuat produk hukum karena gubernur jenderal Belanda punya hak veto)

Putera : Pusat Tenaga Rakyat adalah organisasi yang dibentuk pemerintah Jepang di Indonesia pada 16 April 1943 dan dipimpin oleh Empat Serangkai, yaitu Ir.Soekarno, M. Hatta, Ki Hajar Dewantoro dan K.H Mas Mansyur. Tujuan Putera adalah untuk membujuk kaum Nasionalis dan intelektual untuk mengabdikan pikiran dan tenaganya untuk kepentingan perang melawan Sekutu dan diharapkan dengan adanya pemimpin orang Indonesia, maka rakyat akan mendukung penuh kegiatan ini. Dalam tempo singkat Putera dapat berkembang sampai ke daerah dengan anggotanya adalah kumpulan organisasi profesi seperti, Persatuan Guru Indonesia, perkumpulan pegawai pos, radio dan telegraf, perkumpulan Istri Indonesia, Barisan Banteng dan Badan Perantara Pelajar Indonesia serta Ikatan Sport Indonesia.

Latar belakang gerakan putera berhubungan dengan gerakan BPUPKI dan kemerdekaan karena gerakan putera dan BPUPKI dibentuk oleh pemerintah jepang, dan orang orang yang ada di BPUPKI adalah orang orang yang ada di gerakan putera. Hubungannya adalah tidak resmi, karena apabila hubungan itu resmi, maka jepang mengetahui rencana para pahlawan untuk memerdekakan indonesia.

BPUPKI/PPKI : Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang pada tanggal 1 Maret 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito. Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 62 orang yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Ichibangase Yosio (orang Jepang) dan Raden Pandji Soeroso.

Di luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh Raden Pandji Soeroso dengan wakil Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda Toyohiko (orang Jepang). Tugas dari BPUPKI sendiri adalah mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek politik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka.

Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan kemudian membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dengan anggota berjumlah 21 orang, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia-Belanda, terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa.

Mike Latuwael

Daftar Pustaka

1. Ingleson, Jhon Buruh, Serikat, dan Politik: Indonesia pada 1920an – 1930an, Marjin Kiri, 2015
2. https://id.wikipedia.org/wiki/Volksraad
3. https://id.wikipedia.org/wiki/Pusat_Tenaga_Rakyat
4. https://id.wikipedia.org/wiki/Soeroso

Pos terkait