Oleh: Kahar S. Cahyono
“Kejahatan itu menang bukan karena tidak ada orang baik. Kejahatan menang karena orang-orang baik itu diam dan bersikap permisif pada penjahat.”
“Ini pertarungan persepsi….” Kalimat yang barusan disampaikan Sekretaris Jenderal ASPEK Indonesia Sabda Pranawa Djati dalam sebuah diskusi via Zoom.
Selayaknya pertarungan, ia harus kita menangkan. Karenanya, menyusun strategi dan taktik harus dilakukan.
Dalam redaksi yang lain, kita pernah mendengar perang opini, perang pemikiran, perang gagasan. Saya kira, ini semakna dengan “pertarungan persepsi” yang dimaksud Sabda.
Persepsi masing-masing orang bisa saja berbeda. Justru karena berbeda itulah, kita berkepentingan untuk menjadikan orang lain memiliki persepsi yang sama dengan kita.
Sebentar. Baiknya kita luruskan terlebih dahulu pengertian mengenai persepsi. Kata om Google, persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Ada juga yang menyebut, persepsi merupakan kesan yang diperoleh oleh individu melalui panca indera kemudian dianalisa (diorganisir), diintepretasi, dan kemudian dievaluasi; sehingga individu tersebut memperoleh makna.
Di sini, paca indera menjadi kata kunci. Bahwa yang baik bukan seolah-olah terlihat baik, dan yang terlihat buruk bukan seolah-olah buruk. Semua itu bisa kita maknai melalui penglihatan, pendengaran, bahkan penciuman.
Gampangnya begini. Ada ratusan federasi serikat pekerja yang tercatat di Indonesia. Masing-masing serikat berupaya membentuk persepsi ke publik, bahwa serikatnya yang terbaik, yang terkuat, yang termilitan.
Tapi ingat, di luar sana ada yang berpandangan bahwa serikat adalah penghambat bagi kemajuan perusahaan. Juga barisan sakit hati yang kemudian mengumbar hal-hal negatif. Ketika opini negatif lebih kuat, lambat laun serikat akan kehilangan dukungan.
Itulah sebabnya, penting bagi kaum buruh untuk berbicara. Memberikan testimoni atas apa yang sudah dilakukan serikat agar buruh bermartabat. Ketika semakin banyak buruh membicarakan manfaat yang didapat dengan berserikat, itu akan menjadi energi positif bagi buruh-buruh yang lain.
Mudah? Jangan salah. Berbicara tentang serikat itu berat. Terutama bagi mereka yang berambisi mendapat citra positif dari atasan.
Sekedar contoh. Ketika diminta melakukan 3 M (Menyukai/like, Mengomentari/comment, dan Menyebarluaskan/share) terhadap media kampanye yang dibuat serikat, banyak yang tidak melakukan. Alasannya, khawatir akan diidentifikasi sebagai orang serikat — yang imbasnya sulit naik pangkat, kontrak tidak diperpanjang, dan sebagainya.
Atas dasar itulah, Media Perdjoeangan merumuskan satu gerakan bertajuk #BicaralahBuruh. Bicarakan Buruh adalah ajakan agar kaum buruh tidak diam ketika melihat hak-haknya dinistakan dan masa depannya dirampas. Ajakan untuk berani mengatakan bahwa yang hitam itu hitam, bahwa kebenaran harus disuarakan.
“Kejahatan bisa menang bukan karena tidak ada orang baik. Kejahatan menang karena orang-orang baik itu diam dan bersikap permisif terhadap kejahatan.”
Dalam redaksi yang lain, “Hak-hak buruh bisa dikebiri, karena, memang, banyak buruh yang tidak peduli ketika hak-haknya dirampas dicuri.”
Coba kalau semua buruh berdiri tegak dan berkata tidak pada kebijakan yang merugikan kepentingannya, tentu mereka akan berfikir dua kali…
Kahar S. Cahyono
Vice President FSPMI/Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI