Jakarta, KPonline – Pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia (Annual Meeting IMF-Word Bank) sudah hampir pasti akan diselenggarakan di Bali pada tanggal 8 – 14 Oktober 2018. Diperkirakan, pertemuan ini akan dihadiri 15 hingga 20 ribu peserta dari 189 negara.
Pemerintah mengatakan, pertemuan ini akan memberikan keuntungan besar bagi Indonesia. Baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Namun demikian, Rizal Ramli mengingatkan, Indonesia mempunyai sejarah kelam saat berurusan dengan IMF. Saat itu era 1998. Indonesia terjerumus ke dalam krisis ekonomi hingga mematik kerusuhan di bidang politik dan keamanan, ketika IMF mendikte pemerintah Indonesia.
Rizal masih mengingat dia menjadi salah satu ekonom yang diundang pemerintah untuk bertemu dengan petinggi IMF di Jakarta. Dengan keras Rizal menentang masuknya IMF saat itu.
“Cuma saya dulu ekonom yang menentang masuknya IMF. Saya bilang keras-keras, Indonesia tidak butuh IMF. Krisis akan makin buruk kalau IMF diundang masuk ke Indonesia,” kata Rizal.
Namun apa daya, tanggal 15 Januari 1998, Presiden Soeharto meneken perjanjian dengan IMF. Bos IMF Michael Camdessus menyaksikan momen penandatanganan itu sambil menyilangkan kedua lengan di dada. Sementara Soeharto membungkuk untuk menandatangani Letter of Intent (LoI). Inilah momen kekalahan Indonesia oleh IMF.
Kekhawatiran Rizal soal IMF bukan tanpa alasan. Dia melihat beberapa negara malah terperosok makin dalam. Benar saja, IMF segera mengeluarkan aneka kebijakan yang membuat situasi makin buruk.
“Begitu IMF masuk, dia sarankan tingkat bunga bank dinaikkan dari 18 persen rata-rata jadi 80 persen. Banyak perusahaan langsung bangkrut,” kata Rizal.
Saran IMF untuk menutup 16 bank juga menuai polemik. Hal ini menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat pada perbankan Indonesia. Para nasabah ramai-ramai menarik uang simpanan mereka di bank.
Dari sini pemerintah terpaksa menyuntikkan dana BLBI sebesar US$ 80 miliar. Inilah awal mula kasus korupsi megatriliunan yang belum tuntas di Indonesia.
Namun yang paling parah, IMF meminta Indonesia menaikkan harga BBM. Akhirnya pada 1 Mei 1998, Presiden Soeharto menaikkan harga BBM hingga 74 persen. Hal ini menurut Rizal yang memantik kerusuhan besar-besaran di Indonesia.
“Besoknya demonstrasi besar-besaran. Kerusuhan di mana-mana, ribuan orang meninggal. Rupiah anjlok,” kata Rizal.
Butuh bertahun-tahun hingga Indonesia bisa keluar dari krisis ekonomi itu. Rizal membandingkan sikap Malaysia yang menolak IMF dan mengeluarkan kebijakan ketat soal moneter. Hasilnya mereka dengan mudah keluar dari krisis.
Karena itu saat menjadi Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur, Rizal Ramli tak sudi menuruti saran IMF. Menurutnya, cuma di era Gus Dur ada presiden tak menambah jumlah utang negara.
“Waktu saya masuk, minus 3 persen ekonominya. Kami putuskan tidak mengikuti kebijakan IMF, kita jalan sendiri dengan segala kontroversinya,” kata Rizal.
Rizal mengaku bisa menarik napas lega saat perekonomian Indonesia yang tadinya minus 3 persen dalam kurun waktu 2 tahun tumbuh menjadi 4,5 persen.
Sebaiknya Pemerintah Tidak Tergantung Pada Bank Dunia dan IMF
Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman itu mengatakan, sebaiknya pemerintah Indonesia tidak bergantung kepada Bank Dunia dan International Monetary Fund (IMF).
Supaya pertumbuhan ekonomi bisa bangkit, maka ekonomi rakyat dan harus dibangkitkan juga. Rizal mengatakan bahwa saat ini Indonesia masuk dalam kategori negara miskin. Salah penyebabnya karena pemerintah terlalu bergantung pada saran dari Bank Dunia maupun IMF.
“Salah satu kita miskin karena korupsi. Kedua karena garis ekonominya, kebijakan ekonominya manut sama Bank Dunia dan IMF. Tidak ada negara hebat ikut saran dari IMF bank dunia. Harus ada perubahan,” kata pria yang akrab disapa RR dalam sebuah diskusi yang digelar UI dan Aliansi kebangsaan di JCC Senayan, Selasa (3/7).
Menurutnya, negara-negara maju di dunia tidak pernah mengikuti saran kebijakan ekonomi dari Bank Dunia maupun IMF. Contohnya seperti Jepang dan China. “Jepang setelah perang dunia 12% selama 20 tahun. China tumbuh 12% dalam 25 tahun, karena tidak pakai memakai cara-cara Bank Dunia, IMF, tidak mengandalkan utang. China utangnya tidak ada, kecuali domestik,” bebernya.
Rizal Ramli pun menyesalkabn, bahwa ekonomi Indonesia sempat lebih baik dalam hal penghasilan perkapita dari negara Malaysia, China dan Thaliand. “Tapi sekarang kita kalah dengan dengan negara China, Thailand dan Malaysia. Tahun 67 semua di Asia pendapatnya US$ 100, China lebih miskin dari kita, US$ 50 per orang. Hari ini Korea US$ 35 ribu, 10 kali dari kita, Thailand 2 kali kita, Malaysia tiga kali kita, Taiwan enam kali kita,” urainya.
KSPI Tergabung Dalam Gerakan Rakyat Menentang World Bank-IMF
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tergabung dalam Gerakan Rakyat Menentang WB-IMF. Beberapa organisasi yang juga tergabung dalam gerakan ini adalah Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) – Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) – Serikat Perempuan Indonesia (Seruni) – Pemuda Baru Indonesia –(Pembaru) – Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia – (Kabar Bumi) – Jaringan Aksi untuk Perubahan Indonesia (JAPI) – KMS Banten – Front Mahasiswa Nasional (FMN) – Serikat Demokratik Mahasiswa Nasional (SDMN) – UMC Banten – GMNI Jaksel – ELSAM – YAPPIKA – Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia – LiPS –Institute for National and Democracy Studies (Indies) – Komite Pendidikan Tinggi Nasional (KPTN).
Tanggal 30 Juli 2018 yang lalu, Gerakan Rakyat Menentang WB-IMF melakukan aksi bersama untuk mendeklarasikan sikap rakyat menentang Agenda WB-IMF di Indonesia, bertempat di Taman Aspirasi, Jl Merdeka (Di depan Istana Negara).
Agenda ini diadakan sebagai wadah rakyat untuk bersama-sama menentang intervensi dan kepentingan lembaga keuangan global WB-IMF yang menindas dan memiskinkan seluruh rakyat Indonesia. Aksi ini juga merupakan respon rakyat atas pertemuan tahunan IMF-WB yang akan dilaksanakan pada Oktober 2018 di Bali.