Anto Bangun KC FSPMI Labuhanbatu : Manajemen dan Serikat Buruh Pilar Penting dalam Kelangsungan Perusahaan

Anto Bangun KC FSPMI Labuhanbatu : Manajemen dan Serikat Buruh Pilar Penting dalam Kelangsungan Perusahaan

Medan, KPonine – Hubungan antara manajemen dan serikat buruh tidak seharusnya selalu berada dalam posisi yang saling berseberangan. Keduanya merupakan dua elemen strategis yang memiliki peran krusial dalam menjaga stabilitas dan keberlangsungan perusahaan.

Serikat buruh dan manajemen idealnya berdiri sebagai mitra sejajar dengan tujuan bersama: menciptakan lingkungan kerja yang produktif, adil, dan berkelanjutan. Serikat buruh tidak hanya berfungsi sebagai wadah untuk menyuarakan aspirasi serta memperjuangkan hak-hak pekerja, tetapi juga memikul tanggung jawab moral dalam mendukung kelangsungan dan pertumbuhan perusahaan.

Kolaborasi yang sehat dan konstruktif antara manajemen dan serikat buruh akan melahirkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan. Melalui dialog sosial yang terbuka dan berorientasi solusi, berbagai persoalan dapat diselesaikan secara musyawarah, sehingga potensi konflik yang merugikan semua pihak dapat dihindari.

Setiap permasalahan yang timbul sebaiknya dikomunikasikan dan dikonsultasikan melalui Lembaga Kerja Sama Bipartit (LKS Bipartit), bukan langsung direspons dengan aksi industrial seperti unjuk rasa atau mogok kerja.

Pengurus serikat buruh dituntut memiliki kemampuan analisis yang tajam untuk memahami dampak dari setiap tindakan yang diambil, khususnya aksi industrial. Tanpa pertimbangan yang matang, aksi seperti ini dapat menyebabkan kerugian besar bagi perusahaan dan bahkan berpotensi mengancam keberlangsungan pekerjaan bagi anggota serikat itu sendiri. Manajemen yang terganggu oleh aksi tersebut bisa saja merespons dengan kebijakan yang tidak menguntungkan bagi buruh, seperti mutasi dengan dalih penyegaran, atau bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak.

Perlu dipahami bahwa PHK terhadap buruh yang tidak melakukan kesalahan bukanlah tindakan pidana, karena dalam hukum ketenagakerjaan, PHK merupakan bagian dari hukum administrasi atau perselisihan hubungan industrial. Dalam konteks ini, pengusaha hanya berkewajiban untuk memenuhi hak normatif buruh yang di-PHK sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Sayangnya, tidak jarang aksi industrial dipicu oleh provokasi oknum pengurus serikat yang lebih mementingkan kepentingan pribadi dibandingkan dengan kepentingan kolektif anggota. Tindakan seperti ini jelas merugikan, bukan hanya bagi perusahaan, tetapi juga bagi para buruh itu sendiri.

Solusi dari persoalan ini terletak pada penguatan proses demokrasi internal di tubuh serikat buruh. Anggota harus cermat dan bertanggung jawab dalam memilih pengurus yang memiliki integritas, pemahaman terhadap regulasi ketenagakerjaan, kemampuan komunikasi, serta pengetahuan dasar tentang manajemen perusahaan. Dengan kepemimpinan yang kompeten dan visioner, setiap persoalan antara buruh dan manajemen dapat diselesaikan melalui forum komunikasi yang sehat, tanpa harus menempuh jalur aksi industrial.

Oleh karena itu, membangun komunikasi yang terbuka, saling menghargai, dan berorientasi pada solusi menjadi kunci utama. Jika manajemen dan serikat buruh mampu menjalin kerja sama yang solid, perusahaan tidak hanya akan bertahan, tetapi juga tumbuh dan berkembang bersama seluruh elemen yang ada di dalamnya.(MP)