Medan, KPonline, – Banyaknya buruh/pekerja yang tidak memahami regulasi terkait Serikat Buruh/Serikat Pekerja adalah sebuah fakta yang ada,sehingga sering kali memunculkan dilema dalam hubungan antara pekerja dan manajemen perusahaan. Ketidaktahuan ini kerap memicu terjadinya konflik yang berujung pada aksi industrial, yang berpotensi merugikan kedua belah pihak, khususnya perusahaan.
Pada umumnya, buruh/pekerja yang menjadi anggota atau pengurus Serikat Buruh/Serikat Pekerja hanya memahami tujuan fungsi serikat sebagai wadah untuk membela, melindungi, dan memperjuangkan kesejahteraan anggotanya beserta keluarga. Pemahaman ini merujuk pada Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh/Serikat Pekerja. Namun, mereka sering mengabaikan regulasi lain yang juga mengatur fungsi penting serikat buruh dalam hubungan industrial.
Dalam Pasal 102 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan enam fungsi buruh/pekerja dan Serikat Buruh/Serikat Pekerja dalam hubungan industrial:
1.Menjalankan pekerjaan sesuai kewajiban.
2.Menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi.
3.Menyalurkan aspirasi secara demokratis.
4.Mengembangkan keterampilan dan keahlian.
5.Ikut memajukan perusahaan.
6.Memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya.
Salah satu fungsi penting yang sering diabaikan adalah “ikut memajukan perusahaan”. Fungsi ini menegaskan bahwa buruh/pekerja dan Serikat Buruh/Serikat Pekerja secara moral turut bertanggung jawab terhadap kelangsungan, pertumbuhan, dan perkembangan perusahaan tempat mereka bekerja.
Serikat Buruh Sebagai Sosial Kontrol Perusahaan.
Fungsi ikut memajukan perusahaan menjadi dasar hukum bagi Serikat Buruh/Serikat Pekerja untuk berperan sebagai sosial kontrol terhadap jalannya perusahaan. Dalam peran ini, serikat memiliki hak dan kewajiban untuk mengetahui.
1.UNDUR DAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI.
Buruh/Pekerja, dan
Serikat Buruh/Serikat Pekerja berhak untuk mengetahui dan memahami seluruh biaya proses produksi yang terduri dari biaya tetap dan variabel (biaya tidak tetap)
2.MENGAWASI PENGGUNAAN ANGGARAN PERUSAHAAN.
Buruh/Pekerja dan Serikat Buruh/Serikat Pekerja memiliki hak untuk melakukan pengawasan terhadap penggunaan anggaran perusahaan, menegur, mengingatkan atau mengkritisi manajemen jika ditemukan penggunaan anggaran yang tidak tepat, yang dapat memengaruhi jalannya perusahaan dan pencapaian laba perusahaan.
3.MELAPORKAN SEMUA PENYIMPANGAN
Jika terjadi perbuatan kecurangan / penyimpangan penggunaan biaya anggaran perusahaan (fraud) yang dilakukan oleh manajemen dan berdampak kepada kerugian perusahaan maka Buruh/Pekerja dan Serikat Buruh/Serikat Pekerja memiliki hak dan kewajiban untuk melaporkannya kepada dewan komisaris, direksi serta institusi hukum.
4.INTERVENSI TERHADAP INSTITUSI HUKUM.
Buruh/Pekerja dan Serikat Buruh/Serikat Pekerja juga memiliki hak untuk melakukan intervensi terhadap institusi hukum jika ditemukan penerapan hukum yang tidak memenuhi asas “equality before the law” (semua orang berhak diperlakukan adil di muka hukum).
Intervensi ini dapat dilakukan melalui audiensi atau aksi unjuk rasa jika aparat penegak hukum tidak transparan atau profesional dalam menjalankan tugasnya.
Sebagai contoh, yang terjadi dibeberapa perusahaan perkebunan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), terhadap kasus pencurian produksi, kasus diarahkan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) kepada Tindak Pidana Ringan (TIPIRING) sehingga pelaku yang tertangkap dan diserahkan ke APH beberapa saat kemudian dibebaskan, hal ini tentu menjadikan trauma berat bagi petugas pengamanan.
Padahal sejak diterbitkan dan diundangkannya Undang-Undang Nomor:39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, maka semua kejahatan tindak pidana yang berhubungan dengan perkebunan baik milik pribadi (rakyat),milik badan usaha dan milik badan hukum, kejahatannya tidak lagi bersifat lex generalis (hukum umum) akan tetapi bersifat lex specialis (hukum khusus) dan mewajibkan semua APH menerapkan UU.No.39 Tahun 2014 tentang Perkebunan kepada semua pelaku tindak pidana kejahatan perkebunan.
Terkait dengan adanya dugaan penyimpangan penerapan hukum yang dilakukan oleh APH, Buruh/Pekerja dan Serikat Buruh/Serikat Pekerja memiliki hak untuk melakukan intervensi, konfirmasi, klarifikasi dan unjuk rasa kesemua kantor institusi hukum yang terkait.
BERTINDAK ADIL DAN PROFESIONAL.
Didalam melakukan penegakan hukum kepada anggotanya yang terbukti melakukan perbuatan kecurangan ” fraud” dan berdampak kepada kerugian perusahaan, pengurus Serikat Buruh/Serikat Pekerja wajib bertindak adil dan profesional, menyerahkan proses hukum kepada perusahaan dan Aparat Penegak Hukum (APH), membantu pihak managemen membongkar dan mengusut tuntas semua pelaku kejahatan “fraud” baik yang terlibat langsung maupun yang tidak langsung, tidak sebaliknya melalukan perlindungan dan pembelaan.
PEMBINAAN KEPADA ANGGOTA.
Menindak lanjuti dengan segera atas keluhan managemen terutama kepada Buruh/Pekerja yang tidak produktif, agar bisa bekerja lebih produktif.
MENUJU HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG HARMONIS DAN BERKEADILAN.
Pemahaman yang menyeluruh terhadap fungsi dan peran Serikat Buruh/Serikat Pekerja akan menciptakan hubungan industrial yang lebih harmonis dan berkeadilan antara Buruh/Pekerja dengan pengusaha (pemilik modal). Serikat tidak hanya bertugas memperjuangkan kesejahteraan anggotanya, tetapi juga berperan penting dalam memastikan kelangsungan, pertumbuhan dan perkembangan perusahaan, sekaligus menjaga integritas sistem hukum yang mendukung terciptanya keadilan.
Untuk itu pengurus Serikat Buruh/Serikat Pekerja, perlu memiliki kemampuan yang lebih luas, tidak hanya terbatas kepada kemampuan hukum ketenagakerjaan dan komunikasi, tetapi juga kemampuan ekonomi dan bisnis serta managemen perusahaan, dengan demikian Serikat Buruh/Serikat Pekerja dapat menjadi mitra stragis (stakeholder Utama) bagi perusahaan guna mewujudkan hubungan yang produktif,berkelanjutan dan berkeadilan, kapasitas pengurus tidak lagi menjadi parasit bagi Buruh/Pekerja maupun perusahaan.