Jakarta, KPonline – Para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyebutnya TRITURA. Tiga Tuntutan Buruh dan Rakyat.
Pada intinya, ketiga tuntutan itu meliputi; turunkan harga (wujudkan kedaulatan pangan dan energi), tolak upah murah (Cabut PP 78/2015), dan pilih calon pemimpin yang amanah dan pro buruh.
Harga-harga kebutuhan dan upah adalah dua sisi mata uang. Jika harga-harga tinggi dan upah rendah, akan berakibat pada menurunnya daya beli.
Saat itu, kaum buruh menyoroti permasalahan impor beras. Kritik paling keras kita adalah, impor beras tersebut dilakukan justru saat panen raya sedang tiba. Ironisnya, harga beras impor itu jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan harga beras di beberapa negara tetangga.
Selain itu, buruh juga mengkritik kenaikan tarif dasar listrik yang oleh PLN disebut sebagai penyesuaian harga. Beberapa waktu kemudian, harga-harga kebutuhan melonjak. Harga telur, misalnya. Belum lagi harga BBM yang terus merangkak naik.
Ada yang berkata, kalau buruh menuntut harga beras murah, bagaimana petani bisa sejahtera? Itulah sebabnya, KSPI menyebut “kedaulatan pangan”.
Harga beras yang tinggi di pasar, benarkan menguntungkan petani? Seringkali yang terjadi, justru bukan petani yang diuntungkan. Tetapi harga yang tinggi itu adalah akibat dari permainan tengkulak. Ulah para pemburu rente. Bahkan mereka memaksakan impor beras, meskipun di Indonesia sedang panen raya.
Mereka tidak peduli harga beras dari petani akan jatuh. Karena yang mereka kejar adalah untung tinggi. Tak punya hati.
Itulah sebabnya, kaum buruh menyerukan kedaulatan pangan. Tidak tergantung pada impor. Sehingga negara ini mempunyai kendali atas harga-harga.
Pada saat yang sama, kaum buruh juga menyerukan pentingnya subsidi. Sehingga masyarakat bisa membeli harga beras dengan rendah, tetapi petani tidak rugi.
Sebagai satu contoh. Penting adanya subsidi pupuk, bibit, dan lain sebagainya untuk petani. Dengan demikian biaya produksi yang dikeluarkan petani bisa rendah. Ketika biaya produksi rendah, kentungan bisa dilipatgandakan.
Tidak hanya bahan pokok. Harga listrik dan BBM harus juga dikendalikan. Para buruh meminta agar harga barang-barang yang menjadi hajat rakyat Indonesia tidak mengikuti mekanisme harga pasar.
Subsidi adalah hak rakyat. Jadi jangan semuanya diserahkan ke mekanisme pasar. Negara harus hadir untuk memegang kendali.
Untuk hal-hal tersebut di atas, diperlukan kebijakan Pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan pemimpin yang berpihak pada rakyat. Pemimpin yang memilik komitmen terhadap agenda perjuangan kaum buruh.
Elit yang sudah diberi kesempatan kemudian terbukti gagal, harus diberi hukuman dengan cara tidak dipilih kembali. Jangan biarkan diri kita jatuh ke lubang yang sama. Semua ini demi untuk menjaga harapan terwujudnya Indonesia yang lebih baik. Indonesia yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Apa kabar TRITURA, yang pernah disuarakan oleh kaum buruh? Agenda itu masih konsisten dijalankan. Menjelang tahun politik, 2019, rasanya tuntutan ini menemukan momentumnya kembali.