Jakarta,KPOnline – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) masih menyatakan penolakan tegas RUU Tapera. Jika disahkan, RUU Tapera dinilai akan semakin memberatkan kalangan pengusaha lantaran ada beban pungutan. Selain itu, sudah ada program lain pembiayaan perumahan yang bisa dimanfaatkan pekerja. “Ada iuran yang dibebankan kepada pemberi kerja,” kata Ketua Umum DPP Apindo, Hariyadi B Sukamdani.
Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker, Haiyani Rumondang, mengatakan pembahasan RUU Tapera terus berjalan denan melibatkan para pemangku kepentingan. Secara umum RUU Tapera bukan saja menyasar masyarakat yang bekerja di sektor informal tapi juga formal. Haiyani mengklaim Apindo dan serikat pekerja anggota Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional (LKS Tripnas). Walau begitu ia mengakui ada keberatan dari pihak Apindo terkait besaran iuran yang dibebankan kepada pengusaha selaku pemberi kerja. Namun ia menegaskan RUU Tapera tidak menetapkan besaran iuran, itu akan dituangkan dalam peraturan teknis.
“Pembahasan RUU Tapera di DPR jalan terus. Kemnaker sudah membahas itu bersama pemangku kepentingan di LKS Tripnas,” kata Haiyani di Jakarta, Kamis (21/1).
Direktur Persyaratan Kerja Kemenaker, Sri Nurhaningsih, mengatakan kebutuhan rumah layak huni untuk pekerja merupakan amanat pembukaan UUD RI 1945 dan UU Ketenagakerjaan. Penyediaan rumah layak huni perlu disesuaikan dengan kebutuhan pekerja dan kemampuan perusahaan.
Sri menjelaskan fasilitas perumahan harus disediakan perusahaan. Lewat RUU Tapera pemerintah berupaya meningkatkan kesejahteraan pekerja. Dengan adanya Tapera, kalangan pekerja/buruh diharapkan tidak kesulitan mendapat rumah sesuai kebutuhan mereka.
RUU Tapera sempat dibahas oleh DPR periode lalu namun tidak selesai. Ada beberapa persoalan substansial di RUU Tapera yang jadi perdebatan yakni terkait wajib tabungan dan besaran kontribusi. Melihat kondisi yang ada rencananya dalam RUU Tapera akan dimasukan ketentuan yang mengatur masa penyesuaian pemberlakuan UU Tapera.
Sementara Serikat Pekerja (SP)/Serikat Buruh(SB) meminta kepada Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) untuk melibatkan mereka dalam tim khusus pembahasan RUU Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Ketua Umum DPP Serikat Pekerja Nasional (SPN) Iwan Kusmawan mengungkapkan, sebaiknya pemerintah lebih arif melibatkan unsur ketenagakerjaan dalam tim khusus pembahasan RUU Tapera. “Tim khusus ini adalah dari seluruh SP/SB yang tercatat di Kemenaker. Tujuannya sebagai penyampung informasi dan aspirasi,” ujar Iwan Kusmawan kepada media, kemarin, (24/1).
Selain itu, lanjut Iwan, agar tidak menimbulkan persepsi yang berbeda, maka sebaiknya pemerintah melakukan sosialisasi kepada seluruh stakeholder. “Jangan sampai, seperti kebijakan-kebijakan yang sebelumnya. Tanpa sosialisasi dan terjun bebas, sehingga multitafsir dan menimbulkan persoalan,” jelasnya.
Iwan mengungkapkan, idealnya alokasi modal awal Tapera harus subsidi dari pemerintah baik dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial(BPJS) dan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera). Besaran subdisi tersebut sebesar 75 persen. “Kalau iuran Tapera semua dikembalikan kepada pekerja, ntar dulu. Pekerja sudah banyak potongan-potongan, upah pekerja sudah tidak sebanding. Dan ini pasti akan menimbulkan gejolak lagi,” ungkapnya.
Direktur Persyaratan Kerja, Kemenaker Sri Nurhaningsih mengatakan, kebutuhan tempat tinggal layak huni bagi buruh merupakan amanat pembukaan UUD 1945 dan UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun, dalam penyediaan perumahan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan buruh dan kemampuan perusahaan. S.Ete (nas/indopos/Ady/hukumonline)