Medan, KPonline – Wakil Ketua Apindo Sumut, Johan Brien mengatakan, gugatan tersebut sudah diserahkan ke PTUN Medan, pada Rabu (21/12/2016) kemarin.
Gugatan tersebut guna mencari kepastian hukum antara peraturan Pemerintah yang menetapkan kenaikan UMK 8,25 persen, sedangkan keputusan gubernur sebesar 11,34 persen.
“Kita pengusaha selalu taat peraturan, makanya kita ikuti. Dengan adanya keputusan pemerintah dan keputusan gubernur tersebut, kita ingin mencari kepastian hukum, mana yang akan digunakan oleh pengusaha,” katanya Jumat (23/12/2016) di Ruang Gianyar Istana Koki Medan.
Terkait dengan, adanya protes dari kalangan buruh terhadap gugatan Apindo tersebut, Johan Brien mengatakan, pihaknya mempersilahkan buruh melakukan protes dan juga menempuh jalur hukum.
“Silahkan buruh untuk melakukan aksi dan juga menempuh jalur hukum, karena kita kan sama-sama ingin mencari keadilan dan kepastian hukum. Apalagi negara kita, negara hukum. Soal gugatan ditolak atau diterima, kita akan terima kok. Kita sesuai dengan hukum saja lah,” katanya.
Johan Brien menyatakan, adapun buruh yang melakukan aksi demonstrasi, disinyalir memiliki muatan kepentingan segelintir.
Dikatakannya, buruh jugaharus berpikir jernih dan rasional. Sebab, bisa saja dengan kenaikan upah besar, perusahaan akan memberlakukan efisiensi.
“Yang demo-demo itu ada kepentingan gak? Kalau naik besar, yang rugi juga pekerja. Karena, perusahaan akan melakukan efisiensi. Pekerja harus melihat strata upah. Ada muatan-muatan tertentu. Yang demo itu sudah kerja di atas satu tahun. Ini kan upah minimun yang kerja di bawah satu tahun,” katanya.
Ia pun menegaskan, pihaknya ingin kepastian hukum, bukan masalah angka dari upah saja.
“Karena itu ada jalan keluarnya. Kalau hukum ini gak jalan, gimana orang mau investasi ke sini, gimana mau maju. Kita mau kepastian hukum,” pungkasnya.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Medan melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Hal ini terkait keluarnya SK Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/698/KPTS/Tahun 2016, tentang penetapan UMK Kota Medan Tahun 2017.
Buruh Protes Keras
Menyikapi hal itu, DPW FSPMI Sumatera Utara memprotes keras gugatan tersebut. Buruh akan menggelar aksi besar-besaran sebagai bentuk protes terhadap sikap para pengusaha yang dinilai tidak memikirkan kesejahteraan buruh.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumatera Utara, Willy Agus Utomo, mengatakan, sebenarnya UMK Medan yang sudah ditetapkan tersebut masih jauh dari tuntutan buruh yang meminta UMK Medan naik menjadi Rp 3 juta atau naik minimal 25 persen.
Tidak sampai di situ, pihaknya juga mengancam akan mempidanakan pengusaha yang tidak melaksanakan penetepan UMK Medan kepada para pekerjanya pada Januari 2017 mendatang.
Menurut Willy, dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Pasal 90 jo Pasal 185 UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, setiap pengusaha yang tidak membayar upah buruhnya sesuai upah minimum yang sudah di tetapkan pemerintah, merupakan tindak pidana kejahatan. Ancaman hukumannya empat tahun penjara.
“Kita gunakan pasal itu kalau pengusaha tak mau menjalankan UMK yang sudah ditentukan,” ucapnya.
Upah buruh di Kota Medan sebagai basis Industri dan merupakan kota ketiga terbesar di Indonesia jauh tertinggal dari daerah lain seperti Bekasi, Purwakarta, Tanggerang, Sidoarjo, dan Batam. Rata-rata di daerah tersebut upah buruhnya Rp 3 jutaan.
“Kami berharap Apindo membatalkan rencananya menggugat UMK Medan. Kami juga imbau para pengusaha di Kota Medan melaksanakan kenaikan upah pekerjanya sesuai SK Gubsu per 1 Januari 2017 nanti,” tegasnya. (*)