Jakarta, KPonline – Dugaan Nelty Khairiyah, guru SMAN 87 Jakarta, yang mendoktrin siswa untuk anti-Jokowi terus ditelusuri. Bawaslu DKI yang memeriksa siswa-siswa SMAN 87 tak menemukan pernyataan guru Nelty melakukan doktrin anti-Jokowi.
Komisioner Bawaslu DKI Jakarta, Puadi mengatakan dalam pemeriksaan itu, para siswa yang diperiksa menyebut Nelty adalah guru yang paling asyik bagi mereka. Nelty juga jadi panutan bagi siswa dalam mengajarkan kesabaran serta menghadapi ujian dan cobaan.
Berbeda dengan tuduhan bahwa guru Nelty menyebarkan doktrin anti Jokowi, mereka justru mengatakan Nelty mengajarkan tentang tanda-tanda hari kiamat. Bencana yang terjadi di Indonesia dijadikan contoh kasus agar siswa lebih mawas.
“Kemudian ada kasus dalam waktu dekat ini adalah kasus gempa di Palu. Disampaikan, ini lho, ada gempa, ini merupakan ujian, cobaan, sehingga merupakan pelajaran buat siswa untuk lebih berhati-hati, mempersiapkan untuk kematian,” papar Puadi.
Namun demikian, Puadi menegaskan hasil pemeriksaan hari ini belum final. Proses selanjutnya, lanjut Puadi, adalah rapat pleno dengan kepolisian dan kejaksaan.
Aksi Bela Nelty
Siswa SMAN 87 juga sempat membuat aksi bela Nelty pada Kamis (11/10). Mereka membawa spanduk dukungan terhadap guru Nelty, seperti ‘#SaveBuNelty Fitnah Lebih Kejam dari Pembunuhan’.
Ketua OSIS SMA N 87 Jakarta Gilang Pamungkas mengatakan siswa ingin menyampaikan aspirasi untuk membantah tuduhan guru mereka melakukan doktrin anti-Jokowi. Para murid menilai nama baik Nelty tercemar atas tuduhan yang viral itu sehingga perlu ada pemulihan nama baik jika Nelty terbukti tidak bersalah.
“Kita hanya menginfokan bahwa apa yang disebut doktrin itu tidak benar adanya,” kata Gilang.
Kepala SMAN 87 Patra Patriah juga mengungkapkan hasil pemeriksaan terhadap siswa juga didapatkan keterangan Nelty tak pernah menyatakan ‘jangan pilih Jokowi’ Pihak sekolah menyatakan siap menerima guru Nelty jika ditetapkan tidak bersalah.
Ketua PB PGRI Didi Suprijadi Lakukan Pembelaan Terhadap Guru Nelty
Terkait dengan kasus guru Nelty, Ketua PB PGRI yang juga Ketua Majelis Nasional KSPI Didi Suprijadi melakukan pembelaan terhadap Guru Nelty. Menurutnya, kepala sekolah tidak bisa hanya menerima pengaduan melalui aplikasi WhatsApp. Laporan harus jelas orangnya, barang buktinya, dan saksinya. Didi menilai bahwa laporan ini hanya sepihak.
Hal ini juga disampaikan oleh Kuasa hukum Nelty dari lembaga bantuan hukum Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM), Hoirullah. Dimana sampai saat ini, Nelty dan kuasa hukumnya masih belum mengetahui identitas pelapor.
“Mendoktrin nggak ada itu, karena sampai sekarang identitas pelapor kita masih belum tahu. Sangat samar, jadi bagaimana kita ingin merunutkan semua masalah, sedangkan pelapor saja nggak jelas dari mana buktinya. Rekaman viral surat-surat kaleng yang tidak jelas,” ucap Hoirullah Senin (15/10/2018) malam.
Bahkan, peserta didik atau siswa membantah bahwa gurunya mendoktrin kebencian terhadap presiden. Bahkan para siswa menggelar aksi mendukung dan membela gurunya.
“Sebagai guru sering disudutkan oleh atasan. Kecil kemungkinannya guru agama Islam menjelekkan orang lain. Karena ini bertentangan dengan tabiat guru agama,” ujar Didi.
Oleh karena itu, Didi mengecam tindakan kurang akurat yang dilakukan oleh lembaga yang seharusnyanya melindungi guru.
“Kepala SMA 87 Jakarta dan Dinas Pendidikan menurut Peraturan Kemendikbud Nomor 10 tahun 2017 seharusnya lembaga yang pertama melindungi guru,” hal ini disampaikan Didi Suprijadi saat dimintai komentarnya oleh Koran Perdjoeangan atas kejadian guru agama SMA 87 Jakarta Nelty Khairiyah yang dituduh telah mendoktrin peserta didiknya mengumbar kebencian terhadap presiden Jokowi yang saat ini menjadi capres dalam pemilu 2019.
Menurut ayah Didi, sapaan akrabnya, ada beberapa kejanggalan atas tuduhan ini. Pertama, kepala sekolah menyebutkan ada laporan aduan dari orang tua siswa, tetapi kemudian berganti bahwa yang mengadukan alumni. Kepala sekolah hanya menerima aduan lewat aplikasi WhatsApp tidak langsung berhadapan dengan orang yang merasa dirugikan.
Kejanggalan kedua, dari pemeriksaan pihak sekolah, para peserta didik menyatakan tidak pernah mendengar guru Nelty menyampaikan doktrin anti Jokowi. Ketiga. Ibu Nelty sejak awal dirinya membantah pernah mendoktrin dengan materi anti Jokowi kepada anak anak peserta didik nya.
Sedangkan yang keempat, Komisioner Bawaslu Puadi menyebut pelapor itu diketahui masih muda dan bertempat tinggal di daerah Cengkareng. Tetapi saat penyampaian undangan untuk dimintai keterangan sebagai pelapor orangnya tidak ada di tempat. Didi meragukan hal ini. Sebab, berdasarkan aturan zonasi, sulit rasanya anak Cengkareng di Jakarta Barat bersekolah di Jl Mawar Bintaro Jakarta Selatan.
Dengan keempat kejanggalan tersebut, kata pria yang dianggap sebagai bapak honorer Indonesia ini mengatakan, seharusnya semua pihak lebih berhati-hati untuk mengambil tindakan.
“Pelajaran berharga yang dapat diambil dalam persoalan ini kiranya semua pihak agar perlu kehati-hatian dalam mengambil tindakan. Nama baik guru dan lembaga pendidikan perlu dijaga,” tegasnya.