Bersatu, Berunding, dan Menang

Bersatu, Berunding, dan Menang
Kahar S. Cahyono menyampaikan materi dalam pelatihan mengenai Just Transition Clauses dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang diselenggarakan bersama oleh KSPI dan KSBSI di Hotel RIDS Palembang, Sumatera Selatan. Foto: Istimewa

Dalam pelatihan yang diselenggarakan bersama oleh KSPI dan KSBSI di Palembang, Sumatera Selatan, sebagai bagian dari serikat pekerja, kita dihadapkan pada pertanyaan mendasar: Seberapa penting peran mereka dalam perundingan kolektif dan apa yang bisa diperjuangkan? Melalui sesi ini, fokus utama pelatihan adalah memperkuat kemampuan serikat pekerja untuk mengintegrasikan klausul-klausul transisi yang adil dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

Sebagai salah satu narasumber, saya merasa perlu menekankan bahwa kekuatan perundingan kolektif sangat ditentukan oleh kekuatan serikat pekerja itu sendiri. Bukan sekadar ruang diskusi antara serikat pekerja dan pengusaha, perundingan kolektif harus menjadi medan perjuangan nyata. Jika serikat pekerja kuat, maka hasil perundingan akan lebih baik dan menguntungkan para pekerja. Sebaliknya, jika serikat lemah, perundingan kolektif tidak lebih dari sekadar seremonial, tanpa hasil yang berarti.

Perundingan kolektif idealnya adalah ruang bagi pekerja untuk menyuarakan kepentingan mereka dan memastikan hak-hak mereka terlindungi. Kekuatan serikat pekerja tidak hanya terletak pada jumlah anggota, tetapi juga pada seberapa solid dan terorganisirnya mereka dalam satu visi bersama. Dalam hal ini, peran anggota menjadi krusial. Jika anggota terlibat aktif dan bersatu dalam memperjuangkan hak-haknya, maka serikat memiliki posisi tawar yang kuat dalam perundingan.

Sejarah menunjukkan bahwa banyak kebijakan yang berpihak pada pekerja tercapai melalui kekuatan kolektif dan solidaritas. Dalam konteks transisi energi yang adil (Just Transition), serikat pekerja harus mampu memastikan bahwa setiap perubahan dalam kebijakan industri tidak hanya berpihak pada kepentingan kapital atau pemilik modal. Para pekerja harus mendapatkan jaminan bahwa mereka tidak akan dikorbankan di tengah perubahan besar ini, mulai dari perlindungan pekerjaan hingga peningkatan kesejahteraan di tengah transisi energi.

Namun, jika serikat pekerja terpecah belah atau kurang solid, maka hasil perundingan yang tercapai cenderung lemah. Di sinilah pentingnya solidaritas. Serikat yang terbelah, baik karena perbedaan pandangan atau karena kurangnya kepercayaan di antara anggotanya, hanya akan menghasilkan perundingan yang tidak substansial. Bahkan, mereka dapat jatuh pada posisi di mana tuntutannya diabaikan oleh pengusaha. Ketika serikat buruh tidak memiliki kekuatan kolektif yang solid, mereka kehilangan posisi tawar dan hanya dapat “meminta-minta” kepada pihak pengusaha.

Ini adalah risiko nyata yang harus dihindari. Setiap pengurus serikat pekerja harus memahami bahwa mereka tidak sekadar hadir untuk “talk show” atau sekadar berbicara di meja perundingan. Mereka membawa aspirasi dan harapan seluruh anggotanya. Oleh karena itu, mereka harus bersiap dengan strategi yang matang dan, yang terpenting, dukungan penuh dari para anggotanya.

Foto bersama peserta pelatihan mengenai Just Transition Clauses dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang diselenggarakan bersama oleh KSPI dan KSBSI di Hotel RIDS Palembang, Sumatera Selatan. Foto: Istimewa

Dalam konteks pelatihan Just Transition yang saya hadiri, isu ini menjadi semakin relevan. Just Transition atau transisi yang adil adalah konsep yang merujuk pada upaya memastikan bahwa proses transisi dari ekonomi berbasis energi fosil ke energi terbarukan tidak merugikan pekerja. Klausul-klausul ini penting untuk dimasukkan dalam PKB, mengingat dampak signifikan perubahan iklim terhadap dunia kerja.

Namun, sekali lagi, kekuatan dari perundingan terkait Just Transition ini bergantung pada kekuatan serikat. Serikat pekerja harus mampu memimpin dalam mengadvokasi kebijakan transisi yang tidak hanya menguntungkan pemilik modal, tetapi juga memberikan jaminan bagi para pekerja bahwa mereka tidak akan kehilangan pekerjaan atau mengalami penurunan kesejahteraan.

Serikat pekerja yang kuat adalah serikat yang mampu menyusun PKB dengan klausul transisi yang jelas, mulai dari perlindungan pekerjaan hingga pelatihan ulang bagi pekerja yang terdampak oleh perubahan teknologi atau kebijakan energi. Di sinilah pentingnya pelatihan seperti yang diselenggarakan oleh KSPI dan KSBSI ini. Pelatihan ini membantu memperkuat kapasitas serikat untuk memahami isu-isu transisi energi dan dampaknya terhadap pekerja, serta bagaimana mereka bisa memanfaatkan perundingan kolektif untuk mengadvokasi kepentingan anggotanya.

Pesan terakhir yang saya sampaikan dalam pelatihan ini adalah pentingnya persatuan di antara serikat buruh. Hanya dengan bersatu, kita bisa berunding secara efektif dan mencapai hasil yang maksimal. Perundingan kolektif yang sukses bukanlah hasil dari satu atau dua orang pemimpin, melainkan hasil dari perjuangan bersama seluruh anggota. Ketika kita bersatu, kita berunding dengan kekuatan penuh. Tetapi jika kita terbelah, kita hanya akan meminta-minta kepada pengusaha.

Perjuangan pekerja adalah perjuangan kolektif. Dan dalam menghadapi tantangan perubahan besar seperti transisi energi, hanya melalui kekuatan bersama kita bisa memastikan masa depan yang lebih baik bagi para pekerja. Jangan biarkan serikat buruh terpecah belah.

Bersatu, berunding, dan menang—itulah kuncinya.