Purwakarta, KPonline – Di tengah tekanan ekonomi dan tingginya biaya hidup, kaum pekerja Indonesia seharusnya semakin menyadari pentingnya kekuatan kolektif melalui serikat buruh. Berserikat dengan bergabung menjadi bagian dari anggota Serikat Pekerja atau Serikat Buruh sebetulnya kini menjadi langkah strategis untuk melarikan diri dari jeratan upah murah dan status kontrak kerja yang berkepanjangan yang lazimnya selalu dilakukan oleh pengusaha nakal yang selama ini membelenggu, menuju kehidupan yang layak dan sejahtera sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 dengan tegas menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Namun, realita di lapangan masih menunjukkan ketimpangan. Banyak buruh yang menerima upah minimum yang nyaris tak mencukupi kebutuhan dasar, apalagi untuk membangun masa depan yang lebih baik.
Sebagian besar buruh di sektor manufaktur dan jasa masih bekerja dalam kondisi yang jauh dari standar layak. Hal ini mendorong gelombang baru kesadaran kelas di kalangan pekerja untuk memperkuat posisi tawar mereka melalui serikat buruh.
“Melalui serikat, buruh bisa memperjuangkan hak-haknya secara kolektif, mulai dari upah yang layak, jaminan kesehatan, hingga kondisi kerja yang manusiawi”
Selain itu, Serikat pekerja atau serikat buruh juga memainkan peran penting dalam proses perundingan dengan pengusaha dan pemerintah, serta sebagai pengawas pelaksanaan kebijakan ketenagakerjaan di tingkat perusahaan.
Berserikat bukan hanya hak dasar pekerja, tetapi juga alat penting dalam mewujudkan keadilan sosial. Negara pun memiliki tanggung jawab untuk menjamin kebebasan berserikat dan memberikan perlindungan terhadap buruh yang memperjuangkan haknya.
“Jika konstitusi menjamin kehidupan yang layak, maka negara harus hadir memastikan bahwa upah buruh mencerminkan nilai kerja yang adil, bukan sekadar angka satu tambah satu, atau satu kurang satu, maupun satu bagi satu”
Contoh Peran Serikat Pekerja atau Serikat Buruh dalam Penetapan Upah Minimum:
Sejak tahun 2012, FSPMI Purwakarta aktif berpartisipasi dalam Dewan Pengupahan Kabupaten Purwakarta. Keterlibatan ini berkontribusi pada kenaikan signifikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Purwakarta, seperti yang terlihat pada periode 2010 hingga 2014:
– 2010: Rp 1.015.000
– 2011: Rp 1.166.000
– 2012: Rp 1.244.560
– 2013: Rp 1.639.167
– 2014: Rp 2.100.000
Dengan semangat persatuan, bersama serikat pekerja, perjuangan kaum buruh atau kelas pekerja untuk keluar dari lingkaran upah murah terus menguat. Bahkan, bukan tidak mungkin, buruh atau pekerja akan lolos dari cengkraman pengusaha nakal. Berserikat bukan sekadar pilihan, tetapi kebutuhan untuk menciptakan masa depan yang lebih bermartabat.