Jakarta, KPonline – Demonstrasi kaum buruh menolak RUU Cipta Kerja hari Kamis (16/7/2020) lalu tentunya akan diikuti oleh aksi demonstrasi lanjutan oleh elemen buruh, mahasiswa dan masyarakat lainnya, dengan isu yang sama yaitu menolak RUU Cipta Kerja.
Apalagi sudah ada dua Konfederasi Serikat Buruh yang keluar dari tim bentukan Pemerintah karena merasa tim tersebut bukan untuk merundingkan pasal – pasal di klaster ketenagakerjaan.
Demonstrasi akan lebih marak lagi terjadi ketika Pemerintah dan DPR telah setuju membahas RUU BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) sebagai pengganti RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila).
Demonstrasi yang marak akan malah berpotensi meningkatkan penyebaran pandemi Covid19, yang saat ini saja belum mampu diatasi Pemerintah.
Seharusnya Pemerintah bisa fokus pada skala prioritasnya dalam masa pandemi Covid19 ini, yaitu menurunkan tingkat pandemi Covid19 dan meningkatkan perekonomian.
Pembahasan RUU yg menimbulkan persoalan di masyarakat seharunya ditunda saja dulu, jangan sampai fokus mengatasi Covid-19 dan keterpurukan ekonomi malah terganggu karena tingkat penolakan kedua RUU ini tinggi di masyarakat.
Pemerintah sudah salah memulai komunikasi politiknya dengan rakyat terkait kedua RUU ini sehingga kepercayaan kepada Pemerintah rendah.
Pembahasan secara diam – diam pada kedua draft RUU ini menjadi pangkal masalah, apalagi setelah itu untuk RUU Cipta Kerja tetap saja Pemerintah ngotot tidak mau berunding dengan SP/SB.
Demikian juga dgn RUU BPIP, Pemerintah yang berusaha “memodifikasi” pasal pasal tertentu seperti menghilangkan pasal ttg ekasila dan trisila serta memasukkan TAP MPR no. XXV tahun 1966 tentang larangan ajaran komunisme, marxisme, tentunya harus lebih bekerja keras meyakinkan rakyat mengingat RUU BIP yg sudah dihentikan masih membayangi masyarakat.
Sebesar apa sih urgenitas kedua RUU di saat ini? Apakah ketika RUU Cipta Kerja disahkan Agustus atau di tahun ini maka investor akan segera datang membuka lapangan kerja sehingga pembukaan lapangan kerja yg ditargetkan 3 juta akan tercapai?
Apakah PMA akan datang langsung di masa resesi global ini? Apakah investor asal Singapura yg di kuartal I 2020 menginvestasikan 2.7 miliar dolar ke Indonesia (menduduki urutan pertama) akan menaikkan angka investasinya di tengah kondisi Singapura yg pertumbuhan ekonominya minus 41.2 persen?
Apakah PMDN juga langsung naik angkanya di tengah resesi nasional kita, lha wong pengusaha kita aja lagi berharap terus mendapat stimulus dan insentif dari Pemerintah. Tentunya tidak.
Apakah ketika RUU BPIP diselesaikan tahun ini akan menciptakan minimal 10 persen rakyat kita akan menjadi Pancasilais? Kan nggak juga. Lha wong program Revolusi Mental saja yg dicanangkan beberapa tahun lalu dgn alokasi anggaran besar dari APBN dan APBD belum mampu menurunkan angka korupsi, angka tawuran, angka kriminalitas, dan angka angka lainnya yang bertentangan dengan Pancasila.
Pemerintah harus fokus pada skala prioritasnya yaitu mengatasi covid19 dan pemulihan ekonomi. Pemerintah harus memperbaiki komunikasi politiknya kepada rakyat, dengan tidak egois dan memaksakan diri.
Tunda saja dulu seluruh pembahasan RUU yang menjadi kontroversial di masyarakat, dan lakukan tiga hal yaitu ajak rakyat bicara, kaji lebih dalam lagi, dan jangan arogan. (Timboel Siregar/Yanto)