Dalam kritik yang ditulis Akbar Rewako di Indoprogress, ada tuduhan bahwa Partai Buruh semakin menjauh dari cita-cita perjuangan kelas pekerja dengan memberikan panggung kepada Prabowo Subianto dalam peringatan “3 Tahun Kebangkitan Klas Buruh” di Istora Senayan. Tulisan tersebut mengesankan bahwa PB telah mengkhianati perjuangan buruh dengan mengundang figur yang dianggap tidak pro-buruh, dan bahkan menyiratkan bahwa ini adalah bentuk manuver politik elit.
Pandangan tersebut tidak hanya keliru. Tetapi juga gagal memahami strategi politik yang lebih besar yang diusung oleh Partai Buruh.
Peringatan “3 Tahun Kebangkitan Klas Buruh” bukan sekadar seremonial, melainkan momentum penting bagi buruh untuk menyuarakan tuntutannya secara langsung kepada Presiden RI terpilih. Setidaknya ini tergambar dari kehadiran ribuan buruh, termasuk dari luar Pulau Jawa, yang berbondong-bondong datang ke gedung Istora Senayan.
Di dalam gedung, orasi Presiden Partai Said Iqbal dengan jelas menyuarakan tuntutan kelas pekerja, antara lain terkait UU Cipta Kerja, penetapan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak, penghapusan sistem outsourcing yang telah lama menjadi sumber eksploitasi tenaga kerja atau perbudakan, pelaksanaan reforma agraria dan mewujudkan kedaulatan pangan, pengangkatan guru dan tenaga honorer menjadi PNS, dan penyediaan pendidikan gratis hingga jenjang perguruan tinggi guna membuka akses pendidikan yang merata bagi semua kalangan.
Tidak hanya itu, spanduk tuntutan perjuangan kelas pekerja pun memenuhi lokasi Istora. Mulai dari Tolak Korupsi, Stop PHK, bahkan Cuti Haid 14 Minggu. Said Iqbal, dalam pidatonya bahkan dengan tegas menyampaikan bahwa semua ini tidak dimaksudkan untuk menjilat kekuasaan. Tetapi sebagai “panggung” untuk menyuarakan harapan dan impian akan terwujudnya negara kesejahteraan yang sejati.
Acara ini tidak dibuat untuk memberikan panggung bagi Prabowo, tetapi sebagai panggung bagi gerakan buruh. Mengundang Prabowo dalam acara ini adalah bagian dari strategi untuk memastikan agar tuntutan kaum buruh bisa terdengar langsung ke telinga pemimpin tertinggi negara.
Konsolidasi dan Resolusi untuk Pemilu 2029: Membangun Partai Alternatif yang Solid
Sehari setelah peringatan tersebut, tepatnya 19 September, Partai Buruh melanjutkan langkah strategis dengan menggelar konsolidasi nasional yang fokus pada memperkuat soliditas partai dalam menghadapi Pemilu 2029, tepatnya di Park Hotel, Cawang. Konsolidasi yang dihadiri pemimpin partai dari seluruh provinsi di Indonesia ini bertujuan menjadikan Partai Buruh lebih kokoh dan siap menghadapi tantangan politik yang akan datang. Dengan kata lain, acara di Istoara sebagai semacam pengantar untuk acara yang lebih substansial, yakni konsolidasi nasional untuk menyongsong kemenangan kelas pekerja.
Dalam konsolidasi ini, Partai Buruh memperkuat struktut organisasi di seluruh Indonesia, serta meningkatkan keterlibatan anggota dalam proses politik. Resolusi yang dihasilkan tidak hanya berfokus pada tuntutan kebijakan, tetapi juga pada pembinaan kader, perluasan basis dukungan, serta penguatan platform politik partai sebagai partai alternatif yang benar-benar berakar pada kebutuhan kelas pekerja.
Partai Buruh bukanlah sekadar partai biasa yang terjebak dalam permainan elit politik. Partai Buruh hadir untuk menjadi solusi bagi kebuntuan politik di Indonesia, di mana partai-partai tradisional sering kali abai terhadap kepentingan rakyat pekerja. Dengan berbasis pada kalangan serikat buruh, Partai Buruh terus berusaha menghadirkan kebijakan yang berpihak pada kelas pekerja, petani, guru honorer, dan kelompok marginal lainnya.
Dalam perjuangannya, Partai Buruh memanfaatkan jalur politik sebagai alat perubahan sosial. Ini bukan berarti partai mengabaikan massa atau aksi langsung, tetapi justru memadukan keduanya dalam sebuah strategi politik yang utuh. Dengan demikian, kritik bahwa Partai Buruh “cawe-cawe” dengan elit politik tidak mendasar. Mengundang Prabowo adalah bagian dari strategi politik untuk memastikan bahwa suara buruh terdengar di level tertinggi.
Tuduhan bahwa Partai Buruh melakukan manuver politik dengan mengundang Prabowo Subianto gagal memahami bagaimana politik bekerja sebagai alat perjuangan. Prabowo, sebagai presiden terpilih, memiliki kekuasaan eksekutif yang dapat mempengaruhi kebijakan buruh di masa mendatang. Dengan menyampaikan tuntutan secara langsung kepadanya, Partai Buruh memastikan bahwa aspirasi buruh tidak hanya berhenti di jalanan, tetapi juga mencapai ruang-ruang pengambilan keputusan. Faktanya, Partai Buruh tidak tinggal diam. Partai Buruh terus mendesak perubahan dan mengadvokasi kebijakan yang tidak berpihak kepada kelas pekerja, seperti UU Cipta Kerja.
Tentu saja, kritik ini, yang disampaikan oleh anggota Komite Politik Nasional Partai Buruh (Kompolnas PB), menunjukkan adanya dinamika internal yang sehat dalam organisasi. Namun, di sisi lain, juga penting untuk memberikan menjelaskan yang seimbang, bahwa langkah mengundang Prabowo bukanlah bentuk dukungan terhadap sosoknya secara pribadi, melainkan bagian dari strategi politik yang lebih besar.
Satu hal yang perlu dicatat, Partai Buruh tidak masuk ke dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus. Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, dalam acara di Istora, buruh dengan tegas menyuarakan tuntutannya, penghapusan outsourcing, penetapan upah layak, pendidikan gratis, reforma agraria, dan lain sebagainya. Ini harus dimaknai, pernyataan dukungan kepada Prabowo adalah dukungan untuk memenangkan agenda kelas pekerja. Jika kemudian kebijakannya tidak berpihak pada kelas pekerja, tentu Partai Buruh tidak akan tinggal diam.
Politik seringkali memerlukan dialog dengan kekuasaan, dan menghindari dialog hanya akan mempersempit ruang bagi perjuangan buruh. Justru dengan menggunakan kesempatan ini, Partai Buruh memastikan bahwa suara buruh sampai ke tingkat tertinggi.
Bisa saja Partai Buruh menyampaikan aspirasinya dengan mengirimkan surat atau melakukan audiensi yang diwakili oleh pemimpinnya. Tetapi Partai Buruh memilih, aspirasi itu disampaikan dengan menghadirkan puluhan ribu buruh. Sesuatu yang harus dijaga, bahwa Partai Buruh tetap mendasarkan gerak langkahnya dengan gerakan. Melibatkan akar rumput.
Partai Buruh adalah partai yang dibangun di atas cita-cita progresif dan alternatif. Kritik yang menyebut bahwa Partai Buruh semakin menjauh dari perjuangan kelas pekerja tidak berdasar pada fakta di lapangan. Partai Buruh terus bergerak maju dengan memperjuangkan hak-hak buruh, baik melalui aksi langsung maupun strategi politik jangka panjang. Konsolidasi nasional yang dilakukan pasca peringatan “3 Tahun Kebangkitan Klas Buruh” adalah bukti konkret bahwa Partai Buruh berkomitmen untuk memajukan kepentingan buruh melalui platform politik yang kuat dan solid.
Partai Buruh bukan partai elit, tetapi partai kelas pekerja, berkomitment menjadi gerakan progresif yang siap menjadi alternatif politik di Indonesia. Dengan strategi yang matang dan soliditas yang kuat, Partai Buruh akan terus memperjuangkan nasib buruh di tingkat nasional, membawa suara mereka ke ruang-ruang yang sebelumnya tak terjangkau oleh gerakan buruh.
Dalam politik, setiap kesempatan harus dimanfaatkan untuk membawa perubahan nyata, dan itulah yang dilakukan oleh Partai Buruh.
Ari Wulandari, adalah anggota Rumah Rakyat Indonesia FSPMI, Partai Buruh