Bogor, KPonline – Buruh-buruh yang ada diwilayah Jawa Barat, khawatir atas dikeluarkannya Surat Edaran Gubernur terkait penetapan UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota). Pasalnya, kekuatan hukum dari sebuah surat edaran kepala daerah, tidak sekuat surat keputusan. Hal ini tentu saja membuat buruh-buruh di Jawa Barat gundah dan gusar atas dikeluarkannya Surat Edaran Gubernur Jawa Barat No. 561/75/yanbangsos tahun 2019 terkait penetapan UMK pada malam 21 November 2019.
Tidak terkecuali buruh-buruh yang ada diwilayah Kabupaten Bogor. Buruh-buruh Bogor dari berbagai serikat pekerja/serikat buruh, memberikan pernyataan yang secara umum mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap keputusan yang telah diambil oleh Ridwan Kamil selaku Gubernur Jawa Barat. Kekhawatiran buruh-buruh Bogor tersebut karena mempersoalkan surat edaran yang dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Barat.
Bahkan pada kampanye Pemilihan Gubernur Jawa Barat pada 2018 yang lalu, Ridwan Kamil membuat Janji Politik dengan buruh-buruh Kabupaten Bogor. Janji politik tersebut dibawa dan diserahkan kepada Ridwan Kamil melalui Mujimin salah seorang Pengurus Pimpinan Cabang FSP KEP-KSPI Kabupaten Bogor dan Edi Yusuf Ketua Forum Komunikasi Buruh Citeureup, Bogor.
Kekecewaan Mujimin terhadap Ridwan Kamil disampaikan langsung kepada Media Perdjoeangan Bogor. “Pada intinya, kami buruh-buruh Bogor sangat kecewa terhadap keputusan yang telah dibuat oleh Ridwan Kamil selaku Gubernur Jawa Barat. Seorang pemimpin apalagi seorang Gubernur, sudah tidak konsisten lagi dengan janji-janji politiknya yang telah dibuat secara bersama-sama kami, buruh-buruh Bogor” ungkap Mujimin.
“Gubernur Jawa Barat harus dengan segera mencabut surat edaran tersebut dan segera mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat temtang UMK. Gubernur Jawa Barat juga harus bertindak adil baik terhadap pengusaha dan juga terhadap buruh/pekerja yang ada diseluruh wilayah Jawa Barat” lanjutnya.
“Saat ini, seakan-akan pihak buruh/pekerja ingin dibenturkan dengan kepentingan pihak pengusaha. Jangan sampai seperti itu, karena dengan dikeluarkannya surat edaran tersebut, kita sebagai pihak pekerja harus bernegoisasi langsung dengan pihak pengusaha untuk naik upah. Dan hal tersebut sangat mustahil, karena tidak semua perusahaan itu ada serikat pekerjanya” tutur Mujimin kepada Media Perdjoeangan.
Terkait Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia nomer B.240/M-NAKER/PHISSK-UPAH/X/2018 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Domestik Bruto 2018 yang dikeluarkan pada 15 Oktober 2018, Mujimin menilai hal tersebut sungguh sangat keterlaluan. “Bahkan, seakan-akan dalam menanggapi SE Menaker tersebut, Ridwan Kamil menanggapi SE Menaker tersebut seperti “Suara Tuhan” ” tegas Mujimin.
Hampir senada dengan Mujimin, Ketua Forum Komunikasi Buruh Citeureup Edi Yusuf mengatakan kepada Media Perdjoeangan, “Seharusnya sebagai pemimpin Jawa Barat, Ridwan Kamil jangan mengingkari janji-janji politiknya pada saat kampanye Pemilihan Gubernur yang lalu. Kita sudah menyepakati kesepahaman, tapi pada kenyataannya saat ini, dia (Ridwan Kamil) mengingkari janji-janji politiknya” tutur Ed Yusuf.
Kedepannya, buruh-buruh yang ada di Kabupaten Bogor akan terus melakukan konsolidasi dan komunikasi yang intensif. Dalam rangka melakukan perlawanan terhadap apa yang sudah dilakukan oleh Ridwan Kamil sebagai Gubernur Jawa Barat. “Kami, buruh-buruh Kabupaten Bogor akan menagih janji-janji politik Ridwan Kamil, pada saat kampanye Pemilihan Gubernur yang lalu. Dan semoga, dengan adanya kisruh Surat Edaran Gubernur Jawa Barat tentang penetapan UMK tersebut, bisa membuka mata hatinya Ridwan Kamil” ujar Edi Yusuf, yang juga salah seorang Pengurus Dewan Pimpinan Cabang PPMI ’98 Kabupaten Bogor ini. (RDW)