Buruh DKI: Upah Murah, Daya Beli Lemah, UMP Jangan Lagi Rendah

Buruh DKI: Upah Murah, Daya Beli Lemah, UMP Jangan Lagi Rendah

Jakarta, KPonline – Namanya Udin, salah satu buruh kawasan industri Pulogadung yang ditemui Media Perdjoeangan di lokasi aksi massa buruh DKI tepat di depan balaikota kantor gubernur DKI Jakarta menyampaikan penyebab turunnya daya beli buruh saat ini adalah upah murah dari omnibus law cipta kerja, meskipun ada faktor lain yang mempengaruhi, tetapi dengan upah murah, saya beli masyarakat menjadi lemah atau kenaikan upah masih dibawah inflasi, maka buruh akan tetap nombok. Oleh karenanya dalam aksi hari ini ia menaruh harapan agar kenaikan upah minimum provinsi (UMP) di DKI Jakarta tidak lagi rendah seperti tahun tahun sebelumnya.

“Kalau menengah atas sudah mulai berhemat, maka kami menengah bawah tidak punya uang. Itulah alasan kami buruh dan serikat buruh meminta kenaikan upah minimum 8-10 persen pada 2025,” jelasnya.

Bacaan Lainnya

Udin menambahkan perhitungan kenaikan upah minimum 8-10 persen yaitu dilihat dari inflasi 1,2 persen, pertumbuhan ekonomi sebesar 7,7 persen ditambah kenaikan yang masih nombok tahun lalu sebesar 1,3 persen.

“Kenaikan 10 persen untuk daerah yang disparitas upahnya terlalu jauh, sedangkan untuk yang rata-rata di kisaran 8 hingga 9 persen. Kami tidak meminta upah tinggi, tetapi upah yang layak,” ujar Udin (30/10).

Dalam pantauan Media Perdjoeangan ratusan buruh DKI Jakarta dari berbagai elemen serikat pekerja hari ini, 30 Oktober 2024 melakukan aksi unjuk rasa daerah tepat di depan kantor gubernur balaikota DKI Jakarta. Hal ini sebagai tindak lanjut aksi nasional yang baru saja digelar pada 24 Oktober 2024 yang lalu.

Dalam aksinya massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan juga berbagai serikat pekerja lainnya akan menyampaikan dua tuntutan kepada Plt gubernur DKI.

“Pertama, naikkan upah minimum 2025 harus sesuai dengan hasil survei KHL atau sebesar 8 -10 persen, tanpa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023. Kedua, cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja setidak-tidaknya klaster ketenagakerjaan dan perlindungan petani.” ujar Winarso, ketua Perda KSPI DKI Jakarta (30/10).

(Jim).

Pos terkait