Buruh FSPMI Surabaya Gelar Aksi Kawal Sidang Judicial Review UU Cipta Kerja, 9 Alasan Ini Pemicunya

Buruh FSPMI Surabaya Gelar Aksi Kawal Sidang Judicial Review UU Cipta Kerja, 9 Alasan Ini Pemicunya

Surabaya, KPOnline –Puluhan anggota buruh dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Surabaya berkumpul di sebelah Gedung Cagar Budaya di Jl. Taman Mayangkara No. 6, Surabaya. Massa dari sektor FSPMI Kota Surabaya (SPAI, SPL) ini berkumpul untuk mengikuti aksi yang dijadwalkan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).

Massa tersebut masih menunggu solidaritas yang lebih besar lagi dari berbagai daerah industri di Jawa Timur, seperti Kota Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, Pasuruan, Tuban, Probolinggo, dan Jember, sebelum menuju Kantor Gubernur Jawa Timur di Jl. Pahlawan No. 110, Surabaya.

Puluhan massa itu hadir untuk mengawal sidang lanjutan Judicial Review Omnibus Law UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi, yang agendanya adalah mendengarkan keterangan ahli dan saksi pemohon. Diharapkan, dengan adanya aksi demonstrasi yang bersamaan dengan sidang di Mahkamah Konstitusi, suara mereka dapat lebih didengar dan diperhatikan oleh para hakim yang sedang menyidangkan uji materiil Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Tuntutan utama dalam aksi kali ini adalah pencabutan Omnibus Law UU Cipta Kerja dan HOSTUM (Hapus Outsourcing Tolak Upah Murah). Salah satu pengurus FSPMI SPL Kota Surabaya, Radianto, yang akrab dipanggil Cak To, turut meneriakkan giat tersebut.

“Akan berdampak besar bila Omnibus Law UU Cipta Kerja tidak dicabut, terutama terkait upah murah yang akan mengancam kesejahteraan buruh dengan kenaikan upah yang kecil dan tidak mencukupi,” ujarnya.

Cak To juga menambahkan dampak UU tersebut jika disahkan akan berdampak besar bagi para pekerja.

“UU Omnibus Law jika disahkan akan mempermudah pengusaha mem-PHK karyawannya, belum lagi kontrak berulang, outsourcing dibebaskan, yang biasanya hanya lima jenis pekerjaan, sekarang semua pekerjaan bisa di-outsourcing. Tidak adanya jaminan pesangon untuk buruh,” tegasnya.

Buruh melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi karena setidaknya ada sembilan alasan utama, yaitu:

1. Konsep Upah Minimum yang Kembali pada Upah Murah:
UU Cipta Kerja mengembalikan konsep upah minimum menjadi upah murah, mengancam kesejahteraan buruh dengan kenaikan upah yang kecil dan tidak mencukupi.

2. Outsourcing Tanpa Batasan Jenis Pekerjaan:
Tidak ada batasan jenis pekerjaan yang boleh di-outsourcing, menghilangkan kepastian kerja bagi buruh dan menempatkan negara sebagai agen outsourcing.

3. Kontrak yang Berulang-ulang:
UU Cipta Kerja memungkinkan kontrak kerja berulang-ulang tanpa jaminan menjadi pekerja tetap, mengancam stabilitas kerja.

4. Pesangon yang Murah:
Pesangon yang diberikan hanya setengah dari aturan sebelumnya, merugikan buruh yang kehilangan pekerjaan.

5. PHK yang Dipermudah:
Proses PHK dipermudah, membuat buruh tidak memiliki kepastian kerja dan selalu berada dalam posisi rentan.

6. Pengaturan Jam Kerja yang Fleksibel:
Jam kerja yang tidak menentu menyulitkan buruh untuk mengatur waktu antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.

7. Pengaturan Cuti:
Tidak adanya kepastian upah selama cuti, khususnya bagi buruh perempuan, menambah kerentanan dan diskriminasi di tempat kerja.

8. Tenaga Kerja Asing:
Peningkatan jumlah tenaga kerja asing tanpa pengawasan ketat menimbulkan kekhawatiran di kalangan buruh lokal.

9. Hilangnya Sanksi Pidana:
Penghapusan sanksi pidana bagi pelanggaran hak-hak buruh memberikan kelonggaran bagi pengusaha untuk melanggar tanpa konsekuensi hukum berat.

Para buruh berharap, aksi ini akan membuka mata pemerintah dan masyarakat tentang pentingnya menciptakan kebijakan yang adil dan pro-buruh demi kesejahteraan mereka dan keluarganya.

Abd Muis – Kontributor Surabaya