Semarang, KPonline – Turunnya instruksi dari Presiden KSPI Said Iqbal, yang menyatakan bahwa elemen buruh yang tergabung di dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan melakukan aksi lapangan dan virtual yang melibatkan 10.000 buruh, 1.000 pabrik di 150 kab/kota di 20 provinsi di seluruh wilayah Indonesia ini disambut oleh Pengurus Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (Perda KSPI) Jawa Tengah dengan juga melakukan aksi terbatas pada hari Senin (12/4/2021) di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah di Jl. Pahlawan Semarang.
Terlihat beberapa pimpinan serikat pekerja dan buruh dari federasi serikat pekerja yang berafiliasi dengan KSPI yaitu FSPMI, SPN, FSP KEP-KSPI dan FSP Farkes Reformasi turut serta mengikuti aksi tersebut.
Alasan lebih lanjut mereka melakukan aksi unjuk rasa tersebut, tidak lain dan tidak bukan adalah untuk menuntut dicabutnya Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang sampai sekarang ini masih dalam proses Judicial Review di Mahkamah Konstitusi.
Dari keterangan yang disampaikan oleh Aulia hakim selaku sekretaris Perda KSPI Jawa Tengah menyatakan bahwa UU No. 11 Tahun 2020 tersebut sejak awal pembentukannya bermasalah dan terkesan tergesa-gesa dalam pengesahannya.
“Sejak awal pembentukannya UU tersebut kami anggap bermasalah, karena dua hal penting yang menjadi persoalannya adalah terkait proses yang tidak memenuhi syarat pembentukan perundang-undangan dan materi isinya yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945. Selain itu dalam pembahasannya juga terkesan tergesa-gesa dan dipaksakan seolah “kejar setoran”. Sehingga setelah ditandatangani oleh Presiden Jokowi dan dilakukan penomoran, UU Cipta Kerja ini masih ditemukan pasal satu dengan pasal lainnya yang tidak nyambung. Dan ini adalah kesalahan fatal”, ujarnya.
“Sedangkan untuk klaster ketenagakerjaan banyak yang mendegradasi Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Keterjaminan pekerjaan, keterjaminan penghasilan dan perlindungan sosial (Job Security, Income Security, Social Security ) yang semestinya menjadi tanggung jawab negara justru menjadi hilang. Hal inilah yang menjadikan seluruh buruh di Indonesia sampai saat ini masih menolak dengan tegas adanya UU Cipta Kerja ini. Termasuk buruh di Jawa Tengah,” lanjutnya kemudian.
Secara lengkap tuntutan yang disampaikan dalam aksi terbatas oleh KSPI Jawa Tengah ini sama dengan yang menjadi tuntutan di tingkatan nasional, yaitu :
1. Meminta Hakim Mahkamah Konstitusi membatalkan Omnibus Law Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, khususnya klaster Ketenagakerjaan.
2. Berlakukan Upah Minimum Sektoral Kota/Kab tahun 2021.
3. Bayarkan THR tahun 2021 secara penuh dan tidak dicicil.
4. Usut tuntas dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan.
Sedangkan untuk beberapa buruh yang tidak melakukan aksi lapangan yang ada di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah ini melakukan aksi virtual melalui media sosial masing-masing. (sup)