Buruh Menuntut Keadilan di Tengah Gelombang PHK

Buruh Menuntut Keadilan di Tengah Gelombang PHK
KSPI dan Partai Buruh menggelar aksi di depan Kantor Kemnaker yang dilakukan pada tanggal 11 Maret 2025.

Jakarta, KPonline – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh berencana menggelar aksi besar-besaran sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan yang menimpa pekerja di Indonesia pada tanggal 20 dan 21 Maret 2025. Aksi ini bukan sekadar protes biasa, melainkan cerminan dari kondisi buruh yang terus-menerus dikorbankan dalam pusaran ekonomi neoliberal yang hanya menguntungkan segelintir elite pemodal. Dua lokasi aksi dipilih secara strategis: Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) sebagai representasi negara yang seharusnya melindungi buruh, dan kediaman Iwan Lukminto, pemilik PT Sritex di Sukoharjo, sebagai simbol dari perusahaan yang mengabaikan hak pekerjanya.

Isu yang diperjuangkan dalam aksi ini tidak hanya menyangkut hak ekonomi buruh, tetapi juga mencerminkan pertarungan kelas antara buruh dan pengusaha.

Setidaknya, ada empat isu yang diusung dalam aksi ini.

Stop Badai PHK

Dalam catatan KSPI, ada puluhan ribu buruh mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Gelombang PHK ini mencerminkan lemahnya perlindungan tenaga kerja di Indonesia akibat regulasi yang semakin berpihak pada pemodal. Omnibus Law, yang dijanjikan sebagai solusi bagi iklim investasi, justru mempercepat fleksibilisasi tenaga kerja, membuat PHK menjadi lebih mudah dilakukan tanpa konsekuensi berarti bagi perusahaan.

Padahal, di balik angka-angka statistik PHK, ada jutaan nyawa yang terancam kehilangan sumber penghidupan. Ketika pengusaha melakukan PHK massal tanpa kompensasi yang layak, mereka sejatinya merampas hak hidup buruh dan keluarganya. Negara, dalam hal ini, tidak bisa terus menjadi penonton yang hanya mengeluarkan pernyataan normatif. Kemenaker harus segera bertindak tegas untuk memastikan keadilan bagi para buruh yang terdampak.

Bayarkan THR Buruh Sebelum H-7 Lebaran

Tunjangan Hari Raya (THR) adalah hak pekerja yang harus dibayarkan tepat waktu, paling lambat H-7 sebelum Lebaran. THR bukan sekadar bonus, melainkan kewajiban perusahaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016.

Tepat waktu dalam pembayaran THR sangat penting agar buruh dapat memenuhi kebutuhan menjelang hari raya, seperti biaya mudik, kebutuhan pokok, dan persiapan Lebaran. Keterlambatan atau pemotongan THR akan berdampak pada kesejahteraan buruh dan keluarganya.

Terkait dengan hal ini, pantaslah jika kemudian gerakan buruh mendesak pemerintah untuk memastikan pengawasan ketat dan memberikan sanksi tegas kepada perusahaan yang tidak patuh. Buruh juga harus berani melapor jika haknya dilanggar. Jangan biarkan hak buruh terabaikan! THR harus dibayarkan penuh dan tepat waktu.

Bayarkan THR Seluruh Buruh yang Sedag Dalam Proses PHK

Isu ini menyoroti betapa mudahnya hak buruh diabaikan di bawah sistem ekonomi yang hanya berpihak pada kepentingan modal. Dalam peraturan ketenagakerjaan, THR merupakan hak yang wajib diberikan kepada pekerja yang telah bekerja dalam periode tertentu. Namun, banyak perusahaan yang memanfaatkan celah hukum untuk menghindari kewajiban ini dengan melakukan PHK sebelum masa pemberian THR tiba.

Ketika buruh yang telah di-PHK tidak mendapatkan hak THR mereka, ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga pengkhianatan terhadap prinsip keadilan sosial. Kesenjangan antara buruh dan pengusaha semakin lebar, menciptakan situasi di mana buruh dipaksa untuk terus bekerja dalam kondisi yang tidak pasti, tanpa jaminan akan masa depan mereka.

Jika praktik semacam ini terus berlanjut, maka buruh akan semakin rentan terhadap eksploitasi yang semakin sistematis. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan bahwa THR seluruh buruh yang di-PHK pada Januari-Februari 2025 dibayarkan tanpa pengecualian.

Hentikan Kriminalisasi dan Union Busting yang Diduga Dilakukan PT Yamaha Music dan PT Sumber Masanda Jaya

Union busting dan kriminalisasi pengurus serikat buruh merupakan ancaman nyata bagi demokrasi industrial di Indonesia. PT Yamaha Music Manufacturing Asia di Cikarang dan PT Sumber Masanda Jaya di Brebes adalah contoh perusahaan yang diduga melakukan kriminalisasi terhadap pengurus serikat pekerja.

Keberadaan serikat buruh adalah hak fundamental yang diakui dalam hukum nasional dan internasional. Ketika serikat buruh dilemahkan, buruh akan kehilangan wadah perjuangannya, dan hal ini akan semakin memperburuk kondisi kerja secara keseluruhan. Jika praktik union busting terus dibiarkan, maka bukan tidak mungkin serikat buruh di Indonesia hanya akan menjadi simbol tanpa kekuatan nyata untuk memperjuangkan hak pekerja.

Aksi besar 20-21 Maret 2025 bukan sekadar bentuk protes, tetapi bagian dari perjuangan kaum buruh untuk mendapatkan hak-haknya. Negara tidak boleh terus menerus menjadi fasilitator bagi kepentingan pemilik modal. Jika pemerintah sungguh-sungguh ingin menciptakan kesejahteraan bagi rakyat, maka mereka harus mulai dari perlindungan terhadap buruh. Keadilan sosial bukan hanya slogan, tetapi harus diwujudkan dalam kebijakan nyata yang berpihak kepada pekerja.

Momentum ini menjadi pengingat bahwa hak-hak buruh bukanlah sesuatu yang diberikan secara cuma-cuma oleh pengusaha atau pemerintah. Hak-hak ini diperjuangkan melalui aksi kolektif, melalui kesadaran kelas, dan melalui keberanian untuk menolak ketidakadilan. Jika buruh tidak bergerak, maka ketidakadilan akan terus berlangsung. Kini saatnya buruh bersatu dan menuntut hak mereka dengan suara yang lebih lantang.