HONGKONG,KPOnline – Penolakan tambang emas Gunung Tumpang Pitu, Kecamatan Pesanggaran, ternyata tak hanya terjadi di Banyuwangi saja. Di Hong Kong, Buruh Migran Indonesia (BMI) juga menggelar aksi yang sama. Bahkan selain berdemonstrasi, para Tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Banyuwangi tersebut juga berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo.
Dalam surat terbuka tertanggal 13 Desember 2015, mereka dengan tegas menolak keberadaan tambang emas yang dikelola PT Bumi Suksesindo (PT BSI). Untuk itu, massa TKI yang menamakan diri Buruh Migran Indonesia (BMI) Peduli Banyuwangi mendesak Jokowi untuk segera mencabut izin pertambangan serta menghentikan kekerasan terhadap warga sekitar tambang.
Tuntutan mereka bukan tanpa alasan. Keberadaan tambang emas yang mulai masuk pada 1997 dan diresmikan tahun 2012, dinilai tidak akan memberi manfaat kepada masyarakat. Namun justru hanya akan mengancam keberlangsungan pencaharian warga, yakni dibidang pertanian. Keberadaan tambang juga berpotensi merusak lingkungan.
“Gunung Tumpang Pitu sebagai hutan lindung adalah kawasan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencenggah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. Tindakan ini tentulah akan berpengaruh terhadap ekologi Tumpang Pitu dan warga Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi yang lebih dari 80 persen bekerja sebagai petani,” tulis koordinator aksi BMI Peduli Banyuwangi, Sumiati.
Ditambahkan, kawasan Tumpang Pitu dan sekitarnya juga masuk dalam kategori Kawasan Rawan Bencana (KRB). Tercatat pada tanggal 3 Juni 1994 kawasan Tumpang Pitu telah luluh lantak diterjang tsunami.
Saat pertama Tambang Emas mulai masuk, Pemerintah Daerah akan menutup kawasan wisata pantai Pulau Merah. Karena merugikan, tindakan tersebut ditolak oleh masyarakat dan terjadilah demonstrasi tolak tambang.