Mojokerto, KPonline – Baru-baru ini APINDO dan pemerintah pusat telah mengabaikan putusan MK no 168/PUU-XXI/2023 dengan memaksakan penetapan Upah minimum kabupaten (UMK) tahun 2025 tetap menggunakan formulasi PP 51 tahun 2023 tentang pengupahan.
Padahal Mahkamah konstitusi melalui putusannya no 168/PUU-XXI/2023 telah mengabulkan sebagian gugatan uji yang dimohonkan partai buruh dan serikat pekerja terhadap UU no. 6 tahun 2023 tentang Cipta kerja. Ada 21 pasal dalam UU Cipta kerja yang dinyatakan bertentangan dengan Undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat oleh MK. 21 pasal tersebut mengatur tentang penggunaan tenaga kerja asing (TKA), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT)/Kontrak, penggunaan tenaga kerja alih daya (Outsourcing), waktu istirahat dan cuti, pengupahan, uang pesangon dan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Untuk mengawal dan memastikan putusan Mahkamah Konstitusi dipatuhi dan dijalankan oleh pemerintah di provinsi Jawa Timur, maka ribuan masa aksi yang tergabung dalam aliansi serikat pekerja KSPI turun kejalan pada 5 November 2024 untuk melakukan aksi demontrasi di kantor Gubernur Jawa Timur.
Mereka datang dari kantong-kantong kawasan industri, diantaranya Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Mojokerto, Gresik, Tuban, Probolinggo dan Jember.
Dari Mojokerto peserta yang ikut aksi berkumpul di area Ngoro industri Persada untuk selanjutnya berangkat bersama-sama ke Surabaya. Di sela-sela mengumpulkan masa aksi 2 kader dari serikat pekerja SPAMK FSPMI PT Surabaya Autocomp Indonesia M. Faktur Rozak dan Gatot berbincang-bincang sambil tertawa melihat tingkah laku APINDO dan Pemerintah yang dinilai enggan menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi, mereka adalah kader-kader terbaik yang selalu siap turun kejalan. Lelah dan mengantuk setelah bekerja shift malam tidak menjadi halangan untuk berjuang. (Infokom Puk Sai)