Jakarta, KPonline – Dalam sejarahnya, may day atau Hari Buruh Internasional yang jatuh setiap tanggal 1 Mei adalah peristiwa perlawanan. Berawal dari Chicago Amerika Serikat, ketika buruh mulai sadar untuk menolak eksploitasi yang mereka alami. Saat itu, tahun 1889, melalui perjuangan heroik dan berdarah-darah, buruh di Amerika bisa memperjuangkan agar mereka bisa bekerja maksimal hanya delapan jam tiap hari. Saat itu, mereka bekerja 12 jam, bahkan lebih, dalam sehari.
Hasil perjuangan berdarah ini berhasil, dengan diterapkannya delapan jam kerja tiap hari sebagai standar perburuhan internasional. Bercermin dari sejarah may day, buruh Indonesia yang tergabung dalam Gerakan Buruh Indonesia (GBI) juga akan menjadikan peringatan may day sebagai momentum perlawanan.
“Tahun 2016 ini, kami mengangkat tiga isu plus 1 deklarasi,” kata Presiden KSPI Said Iqbal di Jakarta.
Lebih lanjut Iqbal menjelaskan, tiga isu tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama. Cabut PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan – Tolak Upah Murah – Naikkan Upah Minimum 2016 sebesar Rp 650.000
Kedua. Stop Kriminalisasi Buruh – Stop PHK
Ketiga. Tolak Reklamasi Teluk Jakarta – Tolak Penggusuran – Tolak RUU Tax Amnesty.
Selain itu, juga akan dideklarasikan Ormas buruh dan rakyat sebagai alat perjuangan politik. Ormas ini akan menjadi blok politik dalam memperjuangkan isu-isu kerakyatan.
Aksi may day 1 Mei 2016 rencananya akan diikuti satu juta buruh di 32 provinsi 250 kabupaten/kota yang tersebar di seluruh Indonesia. Sedangkan di Jakarta, aksi akan diikuti 150 ribu buruh se-Jabodetabek dengan titik kumpul di Bundaran HI kemudian longmarch ke Istana Negara. Siang harinya, buruh akan menuju Gelora Bung Karno (GBK). Selain menyampaikan orasi politik, di GBK, Ormas buruh dan rakyat akan dideklarasikan. (*)