Gresik, KPonline – Perjuangan ratusan buruh PT Smelting yang di PHK sepihak oleh perusahaan tempatnya bekerja memasuki babak baru. Terlebih lagi, ketika pengusaha mendaftarkan perselisihan PHK ini ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Meskipun pengusaha mengajukan gugatan, namun pihak pekerja tetap beranggapan bahwa kasus mereka tidak layak untuk dibawa ke PHI. Sebab ini bukan perselisihan. Buruh beranggapan, apa yang dilakukan oleh perusahaan adalah pelanggaran. Oleh karena itu yang dibutuhkan adalah ketegasan pengawas ketenagakerjaan. Jika perlu, meminta pengadilan untuk memerintahkan pengusaha untuk membayar hak-hak pekerja.
Itulah sebabnya, meskipun persidangan berjalan, PUK SPL FSPMI PT Smelting tetap meminta kepada Pengawas Ketenagakerjaan untuk menghitung hak-hak pekerja yang harus dibayarkan oleh perusahaan.
Terlebih lagi, dalam suratnya, Kementerian Ketenagakerjaan RI Nomor B 536/BINWASK3/VI/2017 tanggal 16 Juni 2017 meminta agar Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur mendorong penyelesaian permasalahan ini kepada Pengawas Ketenagakerjaan yang menangani untuk segera menindaklanjuti hak-hak yang timbul berupa upah 5 (lima) bulan dan THR kepada 308 orang pekerja.
“Apabila dalam batas waktu yang ditentukan ternyata hak-hak tidak dilaksanakan oleh perusahaan, agar dapat diambil langkahg-langkah tindakan sesuati peraturan perundang-undangan yang berlaku,” demikian ditegaskan dalam surat yang ditandatangani Direktur Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kemenaker Ketenagakerjaan, Herman Prakoso Hidayat.
Jika pun buruh akhirnya mengikuti persidangan, itu adalah untuk menghormati proses pengadilan. Buruh khawatir, jika mereka tidak hadir, maka hakim di PHI akan melakukan Verstek. Sebab hakim memiliki kewenangan untuk memeriksa dan memutus suatu perkara meskipun Tergugat dalam perkara tersebut tidak hadir di persidangan pada tanggal yang telah ditentukan – menjatuhkan putusan tanpa hadirnya Tergugat. Karena Tergugat tidak hadir, maka putusan tersebut dijatuhkan tanpa bantahan. Jika ini terjadi, maka buruh yang akan dirugikan.
Dalam persidangan yang digelar pada hari Senin (19/6/2017) tersebut, 308 orang buruh menghadiri sidang untuk yang pertama kalinya. Dalam panggilan sebelumnya, buruh tidak hadir karena sebagian sedang melakukan aksi di Jakarta.
Sebagai Terugat, para pekerja tidak menggunakan kuasa hukum. Karena dipanggil pada hari dan jam yang sama, para pekerja hadir serentak — tidak diwakili oleh kuasanya. Akibatnya, loby kantor PN Gresik dipenuhi para Tergugat.
Ketika masuk ruang sidang pun para Tergugat harus berdesakan satu sama lain hingga meluber hingga ke luar ruang sidang. Sejatinya ruang sidang tersebut berkapasitas sekitar 50 orang.
Sempat terjadi kekisruhan di dalam ruang sidang karena ruangan menjadi gerah dan banyak yang berdiri. Para tergugat mengajukan protes atas kondisi ini.
Sidang sempat diskors satu jam untuk sholat Dzuhur. Saat istirahat tersebut, Pengadilan Negeri menambah kursi menjadi 200 buah. Tetapi tetap saja ruangan tidak cukup dan suasana makin memamas karena protes para tergugat.
Pada pukul 15.00 wib, hakim memutuskan sidang di tunda hingga hari Selasa tanggal 18 Juli 2017 dan dipindahkan ke WEP Wahana Ekspresi Puspo Negoro.