Jakarta, KPonline – Menindaklanjuti sikap buruh yang secara tegas menolak UU Tax Amnesty (Pengampunan Pajak), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Rumah Rakyat Indonesia (RRI) akan melakukan judicial review terhadap terhadap UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi pada akhir bulan Juli 2016.
Para buruh berpendapat, UU Tax Amnesty bertentangan dengan UUD 1945, khususnya pasal yang menyatakan bahwa, “Setiap warga negara mempunyai kedudukan hukum yang sama.”
“Tax amnesty menempatkan kedududukan hukum yang tidak sama. Buruh dan masyarakat kecil tetap wajib bayar pajak tanpa celah pengampunan sedikitpun, tapi pengusaha atau pemodal justru diberikan pengampunan,” kata Presiden KSPI yang juga deklarator RRI Said Iqbal.
UU Tax Amnesty telah mencederai rasa keadilan kaum buruh dan melanggar hukum. “Pemerintah telah menggadaikan hukum dengan memberikan pengampunan pajak,” tegas Iqbal.
Lebih lanjut, menurut Iqbal, pemerintah telah mengabaikan azas hukum tentang keterbukaan dan keadilan. UU Tax Amnesty justru menutup rapat-rapat data pajak para pemodal dan orang kaya, termasuk asal sumber dana yang mereka miliki. Boleh jadi dana itu berasal dari korupsi, perdagangan manusia, penggelapan pajak, serta manipulasi data neraca keuangan perusahaan demi menghindari pembayaran hak-hak buruh yang lebih baik seperti upah, bonus, THR, dll.
UUD 1945 juga mengamanatkan, setiap warga negara berhak mendapatkan penghidupan yang layak. Dimana pendapatan negara dari pajak merupakan salah satu instrumen untuk mewujudkan kehidupan yang layak tersebut.
Oleh karenanya, dalam judicial review ini, buruh akan meminta Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan dan menyatakan tidak berlaku dua Undang-undang yang saling berkaitan, yaitu UU Tax Amnesty dan UU APBN-P 2016, khususnya klausul dana Rp 165 T yang berasal dari denda dana repatriasi dan deklarasi pajak tersebut.
“Judicial Review terhadap UU Tax Amnesty akan diiringi aksi-aksi buruh demi menegakkan rasa keadilan, persamaan, dan kemanusiaan,” pungkasnya. (*)