Buruh Wajib Baca, Berikut Kajian Akademik Pasca Ditetapkannya UMK 2021 di Jawa Timur

Buruh Wajib Baca, Berikut Kajian Akademik Pasca Ditetapkannya UMK 2021 di Jawa Timur

Sidoarjo, KPonline – Keputusan Gubernur Jawa Timur Kofifah Indar Parawansa pada 21 November 2020 yang lalu tentang UMK 2021 membuat kaum buruh kecewa dan memunculkan pemikiran kritis atas Penetapan tersebut.

Secara detail Presidium PPBS ,Edi Kuncoro Prayitno menjelaskan hasil Kajian akademik atas keputusan yang menyakitkan khususnya bagi kaum buruh di Jatim.

Bacaan Lainnya

Berikut ulasannya:

POLITIK PENGUPAHAN GAYA BARU

1. Bermula dari Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/11/HK.04/X/ 2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), tanggal 26 Oktober 2020, bahwa dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian Indonesia pada masa Pandemi COVID-19 dan perlunya pemulihan ekonomi nasional, diminta kepada Gubernur untuk melakukan penyesuaian penetapan nilai upah minimum tahun 2021 sama dengan nilai upah minimum tahun 2020;

2. Bahwa Surat Edaran tersebut, tidak serasi dengan ketentuan Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yang menggunakan formula perhitungan upah minimum adalah upah minimum tahun berjalan ditambah dengan hasil perkalian antara upah minimum tahun berjalan dengan penjumlahan tingkat inflasi nasional tahun berjalan dan tingkat pertumbuhan produk domestic bruto tahun berjalan, dengan rumus formula perhitungan : UMn = UMt+ {UMtx (Inflasit+ % ∆ PDBt}

3. Bahwa berdasarkan perhitungan upah minimum sesuai dengan Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015, bahwa sesuai data Badan Pusat Statistik, Pertumbuhan Domestic Bruto tercatat sebesar 1,85 % dan inflasi tercatat sebesar 1,42 %, sehingga upah minimum tahun 2021 naik sebesar 3,27 %(tiga koma dua tuju persen);

4. Bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pada 2 November 2020, maka sesuai ketentuan Pasal 191A Bidang IV Ketenagakerjaan, dinyatakan bahwa pada saat berlakunya undang-undang ini:

a. untuk pertama kali upah minimum yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur mengenai pengupahan;

b. bagi pengusaha yang telah memberikan upah lebih tinggi dari upah minimum yang ditetapkan sebelum undang-undang ini, pengusaha dilarang mengurangi atau memenuhi upah;

5. Bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020, maka dengan sendirinya SE Menteri KetenagakerjaanNomor M/11/HK.04/X/ 2020 tidak dapat diberlakukan, karena belum berlandaskan pada ketentuan Pasal 191A Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bahwa “untuk pertama kali upah minimum yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur mengenai pengupahan;

6. Bahwa peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur mengenai pengupahan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yaitu :

a. Penetapan Upah Minimum Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota diatur dalam Pasal 45 sampai dengan 48;

b. Penetapan Upah Minimum Sektoral Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota diatur dalam Pasal 49 sampai dengan Pasal 50;

7. Bahwa penetapan Upah Minimum Provinsi dan/atau kota diatur dalam Pasal 44 sesuai dengan formula perhitungan upah, dan penetapan Upah Minimum Sektoral Provinsi dan/atau kabupaten/kota diatur dalam Pasal 49 berdasarkan hasil kesepakatan asosiasi pengusaha dengan Serikat Pekerja/ Serikat Buruh pada sektor yang bersangkutan;

8. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 88C Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 dinyatakan bahwa:
(1) Gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi;
(2) Gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu;
(3) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan;
(4) Syarat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi partum- buhan ekonomi daerah atau inflasi pada kabupaten/kota yang bersangkutan;
(5) Upah minimum kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus lebih tinggi dari upah minimum provinsi;
(6) Kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan data yang bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistic;
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan syarat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam peraturan pemerintah;

9. Melandaskan pada paparan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:

a, Penetapan upah minimum kabupaten/kota tahun 2021 masih menggunakan ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 berdasarkan ketentuan Pasal 191A Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menyatakan bahwa “untuk pertama kali upah minimum yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur mengenai pengupahan”, ditetapkan berdasarkan pertumbuhan domestic bruto dan inflasi.

b. Bahwa berdasarkan perhitungan upah minimum sesuai dengan Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015, sesuai data Badan Pusat Statistik, Pertumbuhan Domestic Bruto tercatat sebesar 1,85 % dan Inflasi tercatat sebesar 1,42 %, sehingga upah minimum tahun 2021 naik sebesar 3,27 %. (tiga koma dua tuju persen);

10. Melandaskan pada uraian tersebut di atas, maka:

1) Pasal 88C ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menyatakan bahwa “Gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu” (kata dapat bersifat fakultatif/tidak wajib);

2) Penetapan upah minimum sesuai Pasal 191A Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan bahwa “untuk pertama kali upah minimum yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur mengenai pengupahan;

3) Perhitungan upah minimum sesuai d Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015, dengan menggunakan formula perhitungan : UMn = UMt+ {UMtx (Inflasit+ % ∆ PDBt}, sesuai data Badan Pusat Statistik, Pertumbuhan Domestic Bruto tercatat sebesar 1,85 % dan inflasi tercatat sebesar 1,42 %, dengan demikian upah minimum tahun 2021 naik sebesar 3,27 %.

Dan diduga Gubernur dalam menetapkan UMK:
– Melanggar Pasal 191a Ciker.
– Gubernur melanggar Pasal 88C Ciker
– Gubernur melanggar Pasal 67b Undang undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Untuk diketahui bahwa daftar kenaikan UMK 2021 di Jawa Timur adalah sebagai berikut :

Daerah yang tidak mengalami kenaikan atau Sama dengan UMK 2020:

1.Jombang
2.Tuban
3.Jember
4.Banyuwangi
5.Lumajang
6.Bondowoso
7.Bangkalan
8.Nganjuk
9.Sumenep
10.Kota madiun
11.Sampang

Daerah yang mengalami kenaikan UMK sebesar Rp25.000 adalah

1. Kota pasuruan
2. Kota batu
3. Kota mojokerto
4. Kota kediri
5. Kab kediri
6. Trenggalek
7. Situbondo
8. Pamekasan
9. Ponorogo
10. Magetan

Kota probolinggo naik Rp 30.203,25
Kab Madiun naik Rp 38,266,43
Ngawi naik Rp 47.188,27
Pacitan naik Rp 47.833,04

Daerah yang mengalami kenaikan sebesar Rp 50.000:

1. Kab malang
2. Kab Probolinggo
3. Bojonegoro
4. Kota Blitar
5. Kab Blitar

Tulungagung naik Rp51.155,84
Lamongan naik Rp65.000
Kota malang naik Rp75.000

Daerah yang mengalami kenaikan Rp100.000:

1. Surabaya
2. Gresik
3. Sidoarjo
4. Kab Mojokerto
5. Kab Pasuruan

(Khoirul Anam)

Pos terkait