Jakarta, KPonline – Pemerintah mengumumkan Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri di 11 provinsi. Dalam catatan Kementerian Kesehatan, terdapat 613 kasus dengan jumlah kematian 32 jiwa yang terjadi sepanjang 2017. Pemerintah pun menggelar imunisasi gratis hingga tiga putaran di daerah paling rawan di Pulau Jawa. Daerah tersebut yakni DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Sedangkan Jatim sudah pernah melaksanakan program ini sebelumnya.
Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphteriae dan menyebabkan kematian terutama pada anak-anak. Difteri memiliki masa inkubasi dua hingga lima hari dan akan menular selama dua hingga empat minggu melalui bersin, batuk, barang yang disentuh, dan kulit yang terbuka (luka).
Gejala awal difteri biasanya diawali demam, nafsu makan menurun, nyeri menelan, dan nyeri pada tenggorokan. Namun, memiliki tanda khas berupa selaput putih keabu-abuan di tenggorokan.
Jika mendapati pasien terduga difteri, perlu segera dibawa ke rumah sakit dan mendapatkan perawatan khusus. Meski demikian, ada satu cara ampuh untuk mencegahnya yaitu imunisasi berkala dengan lengkap dan tuntas.
Disebabkan Bakteri Menular dan Berbahaya
Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jose Rizal Latief Batubara menjelaskan difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diptheriae yang menular dan berbahaya.
Penyakit ini bisa mengakibatkan kematian lantaran sumbatan saluran nafas atas a toksinnya yang bersifat patogen, menimbulkan komplikasi miokarditis (peradangan pada lapisan dinding jantung bagian tengah), gagal ginjal, gagal napas dan gagal sirkulasi.
“Difteri itu gejalanya radang saluran nafas, ada selaput putih dan gampang berdarah, dan toksinnya itu yang bahaya, bikin kelainan jantung, meninggal,” katanya.
Difteri menimbulkan gejala dan tanda berupa demam yang tidak begitu tinggi, 38ÂșC, munculnya pseudomembran atau selaput di tenggorokan yang berwarna putih keabu-abuan yang mudah berdarah jika dilepaskan, sakit waktu menelan, kadang-kadang disertai pembesaran kelenjar getah bening leher dan pembengakan jaringan lunak leher yang disebut bullneck.
Adakalanya disertai sesak napas dan suara mengorok.
Penyakit Lama Yang Muncul Kembali
Difteri sebenarnya merupakan penyakit lama yang sudah ada vaksin penangkalnya yang disebut vaksin DPT. Idealnya, vaksin ini diberikan minimal tiga kali seumur hidup sejak berusia dua tahun. Vaksin ini akan efektif jika diberikan setiap 10 tahun.
“Jadi sebenarnya bukan penyakit baru, penyakit lama yang harusnya sudah hilang dengan vaksinasi, tapi karena ada kelompok-kelompok anti vaksinasi yang banyak ini, nggak semua anak lagi yang divaksin jadinya,” ujar Jose.
Direktur Surveilans dan Karantina Kementerian Kesehatan, Jane Soepardi menjelaskan sejak tahun 1990-an, kasus difteri di Indonesia ini sudah hampir tidak ada, baru muncul lagi pada tahun 2009.
Pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1501/ MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu, apabila ditemukan 1 kasus difteria klinis dinyatakan sebagai KLB.
“Satu kasus difteri, baru suspect saja, itu sudah dianggap kejadian luar biasa, atau KLB, dimana di situ pemerintah harus memastikan dilakukan tindakan-tindakan supaya tidak menyebar karena sangat infectious (menular),” ujar Jane.
Penyebab mewabahnya difteri saat ini, menurut Jane, kurang efektifnya upaya-upaya untuk memastikan penyakit ini tidak menyebar.
“Dari tadinya beberapa kabupaten di Jawa Timur pada tahun 2009, saat ini sudah 20 provinsi dengan 95 kabupaten,” jelasnya.
Prosentase Meninggal 6%
Dituturkan Jane, sejak tahun 2015, jumlah kematian akibat difteri meningkat hingga 502 kasus. Untuk tahun ini saja, sejak Januari hingga November tercatat lebih dari 590 kasus dengan prosentase kematian sekitar 6%.
“Ada penurunan karena setiap kali ada laporan kasus difteri, maka itu ketentuannya harus segera diperiksa ke laboratorium, apabila dalam tenggorokannya ada selaput yang tebal itu, langsung diberi antibiotik. Sementara orang-orang yang berada di sekitar juga harus diperiksa tanpa menunggu hasil laboratorium dan diberikan imunisasi tetanus difteri,” kata dia.
Artinya, orang-orang tersebut di vaksinasi ulang tanpa memandang status vaksinasi sebelumnya.
Indonesia sudah melaksanakan program imunisasi -termasuk imunisasi difteri- sejak lebih dari lima dasawarsa. Vaksin untuk imunisasi difteri ada tiga jenis, yaitu DPT-HB-Hib, vaksin DT, dan vaksin Td yang diberikan pada usia berbeda.
Imunisasi Difteri diberikan melalui Imunisasi Dasar pada bayi (di bawah sayu tahun) sebanyak tiga dosis vaksin DPT-HB-Hib dengan jarak satu bulan.
Selanjutnya, diberikan imunisasi lanjutan (booster) pada anak umur 18 bulan sebanyak satu dosis vaksin DPT-HB-Hib; pada anak sekolah tingkat dasar kelas 1 diberikan satu dosis vaksin DT, lalu pada murid kelas 2 diberikan satu dosis vaksin Td, kemudian pada murid kelas 5 diberikan satu dosis vaksin Td.
“Sehingga kita harus memastikan lagi ini semua kita minta masyarakat maupun petugas kesehatan untuk memastikan anak-anak itu status imunisasinya lengkap karena pencegahan satu-satunya difteri itu adalah imunisasi dan kita tahu ada kelompok-kelompok yang menolak dan tidak sadar sehingga anaknya tidak diimunisasi,” jelas Jane.
Juga Menyerang Orang Dewasa
Sebelumnya, kasus difteri banyak terjadi terhadap anak-anak. Namun kini Kementerian Kesehatan juga menemukan meningkatnya kasus difteri yang terjadi pada orang dewasa.
“Kita menduga karena imunisasi yang sudah begitu luas, maka kuman difteri di Indonesia itu nampaknya populasinya sudah semakin turun. Sehingga diduga booster alamiah sudah semakin kurang sehingga mulailah ada orang yang sudah dimunisasi dasar, kena,” kata dia.
Di Indonesia, demografi usia yang memiliki kekebalan dasar rata-rata berusia dibawah 40 tahun. Untuk usia di atas itu, sayangnya, tidak mendapatkan imunisasi dasar ketika mereka kecil. Mereka lah yang rentan terhadap penyakit ini.
“Di negara maju ada imunisasi tetanus difteri setiap 10 tahun sampai seumur hidup. Indonesia sedang mengarah ke sana, kita sedang merancang akan melaksanakan ini,”
Sementara saat ini Indonesia belum memiliki program imunisasi difteri untuk dewasa, yang dilakukan Kementerian Kesehatan untuk mengatasi KLB difteri saat ini adalah menghimbau orang tua, guru, petugas kesehatan, memastikan status imunisasi lengkap.
“Yang tidak lengkap segera datang untuk melengkapi. Kemudian jika ada satu kasus KLB, itu langsung diberikan imunisasi Td di sekitarnya, itu harus, jangan sampai ada yang menolak. Juga harus ada yang memastikan semua orang meminum antibiotik sampai selesai dengan begitu kita bisa hentikan penyebarannya.”
*Dari berbagai sumber.