Carut Marut SK UMSK Jawa Barat 2020 

Carut Marut SK UMSK Jawa Barat 2020 

Bandung, KPonline – Pada Selasa, 27 Oktober 2020, ribuan buruh yang berasal dari berbagai daerah yang ada di Jawa Barat telah memenuhi halaman didepan Gedung Sate, Bandung. Kedatangan sekitar 3000 orang buruh dari berbagai daerah di Jawa Barat ini, merupakan bentuk ekspresi kekecewaan buruh-buruh yang ada di Jawa Barat, pasca diterbitkannya SK Gubernur Jawa Barat terkait upah minimum.

Ada 5 hal yang mereka suarakan pada aksi yang digelar sejak siang hari ini, yaitu :

1. Tolak UMP 2021

2. Tetapkan UMK 2021 minimal 8%

3. Revisi Penetapan UMSK Kab/Kota Bekasi dan Bogor 2020

4. Tetapkan UMSK Kab. Karawang 2020 sesuai rekomendasi Bupati Karawang

5. Batalkan dan cabut UU Omnibus Law

Di lain kesempatan, buruh-buruh Jawa Barat yang berasal dari Kabupaten/Kota Bogor, menggelar audiensi dengan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat Rachmat Taufik Garsadi. Audiensi ini dirasa penting untuk dilakukan, dikarenakan ada banyak hal yang perlu disampaikan.

Seperti yang diungkapkan oleh Komarudin Martha Ketua Konsulat Cabang FSPMI Bogor kepada perwakilan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat, pada saat audiensi.

“Kami perwakilan buruh-buruh Kabupaten/Kota Bogor, di salah satu sisi kami mengucap syukur alhamdulilah, dan di sisi lainnya kami sangat kecewa dan keberatan atas terbitnya SK Gubernur Jawa Barat tentang UMSK 2020 pada 16 Oktober 2020 yang lalu. Karena isi SK Gubernur Jawa Barat tentang penetapan UMSK 2020 tidak sesuai dengan perjuangan kami dan sangat jauh dari surat rekomendasi Bupati Bogor yang telah dilayangkan sebelumnya,” ungkap Komarudin.

Kekecewaan buruh-buruh Bogor cukup beralasan, karena SK Gubernur Jawa Barat tentang UMSK 2020 hanya berlaku bagi perusahaan-perusahaan yang telah melakukan kesepakatan dengan serikat pekerja/serikat buruh yang ada di perusahaan-perusahaan tersebut. Sehingga, SK Gubernur Jawa Barat tersebut tidak berlaku bagi perusahaan-perusahaan yang tidak melakukan kesepakatan. Hal tersebut tentu akan sangat merugikan bagi buruh-buruh yang tidak dan atau pun belum melakukan kesepakatan mengenai UMSK 2020. Terlebih-lebih bagi buruh-buruh yang tidak berserikat atau pun belum memiliki serikat pekerja/serikat buruh.

“Yang pertama, sama halnya dengan Bekasi dan Karawang, di Bogor SK Gubernur Jawa Barat tersebut hanya berlaku bagi perusahaan yang telah bersepakat saja. Tentu saja hal ini sangat tidak berperikemanusiaan dan tidak berperi keadilan. Oleh karena itu, kami meminta agar SK Gubernur Jawa Barat tersebut direvisi,” imbuh Komarudin.

“Yang kedua terkait masa berlaku dari SK Gubernur Jawa Barat yang tidak berlaku surut. Karena dalam ketentuan yang masih berlaku hingga sekarang, penetapan upah berlaku mulai awal tahun atau pada bulan pengupahan Januari. Jika masa berlaku SK Gubernur Jawa Barat tentang UMSK 2020 berlaku dimulai pada penetapan SK Gubernur tersebut, yaitu pada bulan Oktober 2020, maka bagaimana dengan bulan-bulan sebelumnya?” tanya Komarudin, yang mewakili buruh-buruh Bogor pada saat audiensi.

Komarudin pun mempertanyakan perihal 93 KBLI 5 digit yang telah direkomendasikan oleh Bupati Bogor, yang ternyata setelah SK Gubernur Jawa Barat tentang UMSK 2020 terbit, ternyata hanya ada 27 KBLI yang dimunculkan. “Hal ini menjadi tanda tanya besar bagi kami. Apa alasannya menganulir KBLI, dan kemana nomer KBLI yang lain tersebut ? Lalu apa fungsi surat rekomendasi Bupati soal KBLI tersebut?” lanjutnya.

Selain KBLI yang “dihilangkan”, ada juga KBLI yang nilainya tidak sesuai dengan surat rekomendasi Bupati Bogor. “Ada 2 KBLI yang nilainya tidak sesuai dengan surat rekomendasi Bupati Bogor. Bupati Bogor merekomendasikan KBLI 27510 sebesar Rp. 4.818.960, sedangkan di SK Gubernur Jawa Barat yang diterbitkan pada 16 Oktober 2020 yang lalu hanya sebesar Rp. 4.596.992. Itu artinya, KBLI tersebut tidak mengalami kenaikan, karena nominal tersebut merupakan nilai tahun 2019,” jelas Komarudin.

Ada juga KBLI 17014 yang pada saat direkomendasikan oleh Bupati Bogor sebesar Rp. 4.600.107. Akan tetapi, ketika didalam SK Gubernurnur hanya tertera sebesar Rp. 4.500.107. Komarudin menjelaskan bahwa, nilai tersebut merupakan nilai penetapan berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat pada 2019 yang lalu. “Bahkan ada juga KBLI yang hilang, dihilangkan dari surat rekomendasi Bupati Bogor, yaitu KBLI 2393,” jelasnya.

“Oleh karena, hadirnya kami disini, untuk meminta penjelasan, klarifikasi dan juga meminta agar SK Gubernur Jawa Barat tentang UMSK 2020 untuk segera direvisi,” imbuhnya. Pada saat berita ini diturunkan, proses audiensi masih berlangsung. Bahkan, buruh-buruh yang ada diseputar Gedung Sate semakin bertambah banyak, untuk menyuarakan suara perlawanan. (RDW)