Cerita di Balik Tenda Pengungsian : Athila dan Adiffa

Cerita di Balik Tenda Pengungsian : Athila dan Adiffa

Cianjur, KPonline – Pagi 30 November 2022, sejak pagi anak saya bernama Rennata sudah merengek-rengek kepada saya, agar pagi ini diantar menuju sekolahnya. Pun meski, sebenarnya tidak begitu jauh jarak yang harus dia tempuh dengan berjalan kaki.

Akan tetapi, saya paham, bahwa sebenarnya dirinya hanya ingin dekat dengan saya. Sebagai seorang Ayah, saya mengerti bahwa begitulah kebiasaan anak bungsu. Agak manja, dan selalu ingin mendapatkan perhatian yang lebih, dibandinhkan kakak-kakaknya.

Saya jadi teringat, ketika beberapa hari yang lalu, tatkala melakukan misi kemanusiaan dengan membawa bantuan logistik dan donasi ke wilayah terdampak gempa bumi, yang berada di wilayah Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur. Begitu banyak anak-anak dan balita, yang bernaung dan berteduh dibawah tenda-tenda pengungsian.

Kondisi mereka cukup memprihatinkan, dengan kondisi tenda yang bocor disana dan disini. Beralaskan terpal atau apapun yang bisa mereka gunakan. Bahkan, dibalik terpal yang mereka gunakan sebagai alas tidur, alang-alang, rumput bahkan batang-batang padi yang masih menghijau pun mereka gunakan.

Saya terhenyak menyaksikan pemandangan tersebut, gatal dan ketidak nyamanan melanda. Hampir sebagian besar anak-anak dan balita yang mana tatapan nanar bening mata mereka, ketika saya melewati tenda-tenda pengungsian. Tatapan mereka seolah berkata, “Tolong, bantulah kami!”. Pun meski, tangan ini belum mampu untuk menggapai dan membantu mereka, setidak kedua belah tangan yang saya miliki, bisa saya tengadahkan ke langit. Seraya berucap dari lubuk hati yang paling dalam, “Tuhan, Engkau Maha Melihat, tolonglah mereka yang sedang dalam kesulitan dan kesempitan”.

Hati seakan teriris dan terkoyak, menyaksikan pemandangan yang tak biasa itu. Anak-anak dan balita yang seharusnya dapat bermain dan menikmati waktu usia dininya, hari itu harus berteduh di tenda-tenda pengungsian. Kebahagiaan yang seharusnya mereka dapatkan, malah harus terampas oleh anomali alam. Bahkan, ada ribuan anak-anak usia sekolah, yang dengan terpaksa harus diliburkan. Karena sekolah mereka rubuh, rusak, terkoyak-koyak oleh gempa bumi dengan kekuatan 5,6 magnitudo.

Diantara rombongan belasan Relawan Kemanusiaan Bogor yang turut serta dalam misi kemanusiaan pada Sabtu-Minggu, 26-27 November 2022 yang lalu, tersebutlah Athilla dan Adiffa. Kedua anak remaja perempuan cantik tersebut, ambil bagian dalam misi kemanusiaan tersebut. Keduanya merupakan anak dari Awaludin, yang pernah menjadi pengurus Pimpinan Cabang SPAMK-FSPMI Bogor di periode yang telah lalu.

Kedua anak remaja perempuan tersebut, nampak senang dan riang gembira ketika turut serta dalam misi kemanusiaan tersebut. Hal itu nampak dari wajah mereka yang berseri-seri dan sungging senyum, ketika membagikan bingkisan kepada puluhan anak-anak yang berada di tenda-tenda pengungsian, di wilayah Desa Padaluyu, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur. Keduanya sigap membagikan bingkisan kepada anak-anak usia dini, yang dibantu oleh para Relawan Kemanusiaan Bogor.

Bahkan, Athila dan Adiffa nampak begitu akrab dengan beberapa orang para Relawan Kemanusiaan Bogor. Dengan memanggil dengan nama panggilan Om, Athila dan Adiffa tidak canggung berinteraksi dengan seluruh rombongan. Apalagi disaat di Kampung Pasir Sapi, Desa Sukamulya, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur.

Sebuah daerah terdampak gempa bumi, yang lokasinya sangat dekat dengan perkebunan teh. Bahkan, wilayah itu merupakan salah satu wilayah yang terisolasi, pasca gempa bumi terjadi. Lokasinya yang cukup jauh, dan medan yang dirasa memberatkan para relawan yang ingin menggapai wilayah tersebut.

Kembali ke Athilla dan Adiffa. Dua anak remaja perempuan yang patut untuk ditiru dalam hal kepedulian dan kemanusiaan. Bagi saya, yang juga seorang Ayah, saya juga mengharapkan dengan sangat. Ketika anak-anak saya besar nanti, rasa kepedulian dan kemanusiaan mereka muncul dari dalam hati.

Rasa kepedulian dan kemanusiaan dalam bentuk konkret, bukan hanya retorika belaka atau pun kiasan dan ucapan saja. Yup, pendidikan sosial dan mental anak-anak kita, memang perlu dipupuk sejak dini. Agar kelak mereka menjadi generasi yang mandiri, memiliki rasa kemanusiaan dan peduli terhadap sesama. Bukan generasi yang setiap hari memegang hape dan update status setiap hari. Salam (RDW)