Cerpen : Namaku Riana

Cerpen : Namaku Riana

 

Oleh :  Maryam Ete

Namaku Riana, aku adalah seorang istri dan ibu yang memiliki dua orang anak dari suamiku yang sekarang. Anak ku dua-duanya perempuan. Yang satu sudah berumur sepuluh tahun dan yang satu lagi terlahir sebagai anak down syndrome. Sudah berumur enam tahun, harusnya sudah bisa sekolah, tapi untuk makan sendiri saja dia belum bisa karena penyakit genetik yang dideritanya. Beban ku bertambah dalam mengurus anak Bungsu ku, aku harus membawa dia terapi melakukan pengobatan.

Inti yang ingin kuceritakan adalah masalah cinta ku yang begitu rumit disepanjang hidup yang sudah ku jalani sehingga membuat hari-hariku terasa berat dan tidak Bahagia. Aku juga ingin bahagia bersama orang yang aku cintai dan juga mencintaiku. Aku belum menemukan cinta yang sesungguhnya seperti orang-orang meskipun aku sudah melahirkan tiga orang anak. Ya, aku memiliki tiga orang anak, bukan dua anak.

Aku akan mulai dari kisah cintaku yang berujung sangat menyedihkan, berurai air mata dan penuh luka. Seperti menggemgam pisau, makin ku genggam, maka makin dalam luka yang ku dapat. Makin ku pertahankan cinta itu makin aku terluka.

Laki-laki itu tampan dan berwibawa.  Aku jatuh cinta padanya dari semenjak pertama kali aku mengenalnya. Sepanjang perkenalan kami, dia sangat pandai memperlakukan perempuan hingga membuat aku terpikat makin dalam. Pertemuan kami makin intens, hingga bersemilaah cinta diantara kami berdua. Karena cinta akhirnya aku dengan mudah menyerahkan diriku padanya. Kami melakukan hubungan seks sebelum nikah hingga aku hamil.

Dan disinilah akhir dari kebahagiaan ku hingga berganti dengan luka dan air mata. Ternyata dia pria beristri, dia berbohong pada ku. Tentu saja dia tidak bisa menikahi ku secara sah. Demi anak yang ada didalam perutku, kami melakukan pernikahan sirih secara diam-diam. Bahkan orang tuaku saja tidak ku beritahu. Satu-satunya yang mengetahui hal ini adalah adik perempuanku yang juga kuliah dikampus yang sama. Saat itu aku masih kuliah semester akhir dan terpaksa aku istirahat dulu. Aku focus pada kehamilaanku.

Adik ku membantu aku menyimpan dengan rapi semua rahasia dari orang tua dan teman-temanku. Selama kehamilan, aku tidak pulang kerumah, adik ku yang pulang dan membawakan jatah uang bulanan dari orang tua yang seharusnya ku pakai untuk biaya kuliah. Berbagai alasan ku berikan kepada orang tua perihal kuliahku yang belum selesai dan aku belum bisa wisuda. Aku tinggal dikontrakan kecil jauh dari orang-orang yang mengenalku. Aku juga mengurung diri selama kehamilan. Aku takut untuk keluar rumah, takut ada yang mengenali ku.

Sedangkan silelaki itu, dia tidak pernah lagi berkunjung dengan alasan istrinya sudah tahu hubungan kami. Dia juga tidak memberikan aku uang untuk biaya hidup.  Uang bulanan dari ibuku mana cukup untuk membiayai aku dan calon bayi kami. Aku bingung, dan hanya bisa menangis menyesali semua yang sudah ku lakukan. Adik ku juga sudah memberikan sebagian jatah bulanan nya.  Adik ku yang banyak berkorban.

Pada suatu hari adik ku diam-diam melakukan transaksi jual diri dengan bantuan temannya. Dia mau mendapatkan uang untuk persiapan aku bersalin. Beruntung sebelum keperawanan nya direnggut, dia sadar dan memohon kepada orang yang sudah membayarnya untuk melepaskannya. Dia menangis menceritakan kenapa dia sampai nekad jual diri. Dan si bapak itu akhirnya membiarkan dia pergi dan tetap memberinya uang karena prihatin mendengar ceritanya. Aku berhutang banyak padanya.

Singkat cerita aku melahirkan seorang bayi laki-laki, ku beri nama Farhan. Anak yang lucu dan tidak berdosa tetapi sudah harus menanggung derita semenjak ia dilahirkan ke dunia. Dengan sangat terpaksa Farhan aku titipkan kepada seorang ibu asuh yang bisa ku percaya. Aku ingin melanjutkaan kuliah kembali.

Aku butuh uang yang banyak untuk membiayai Farhan dan juga biaya kuliah ku yang sudah banyak tertinggal. Dan aku memilih jalan pintas untuk mendapatkan uang.  Aku memanfaatkan kecantikan ku untuk merayu laki-laki kaya. Meskipun aku tidak sampai tidur dengan mereka, tapi tetap saja jalan yang kupilih salah. Namun aku tidak punya pilihan. Aku menjadi terbiasa dengan semua itu selama bertahun-tahun hingga Farhan berumur lima tahun.

Farhan tumbuh dengan baik dan sehat, ganteng seperti bapaknya. Hanya saja dia kekurangan kasih sayang orang tua. Aku kasihan sama Farhan hingga akhirnya aku memutuskan untuk memberikan Farhan kepada bapaknya. Sebelumnya, bapaknya sudah beberapa kali meminta aku untuk memberikan Farhan agar mereka yang mengasuh. Istrinya belum bisa hamil dan mereka tidak memiliki anak. Berdasarkan keteranganya, istrinya mau mengadopsi Farhan dan merawatnya seperti anak sendiri.

Akhirnya Farhan harus aku ikhlaskan bersama bapaknya dan dia memiliki keluarga yang utuh. Aku masih belum menikah meskipun kuliah ku sudah selesai. Beberapa kali orang tua ku menjodohkan aku, tapi aku tolak dengan alasan masih belum mau menikah. Orang tua ku sudah khawatir karena umurku sudah tidak lagi muda, sudah kepala tiga. Dan dikampung umur segitu sudah disebut sebagai perawan tua. Dan aku menjadi bahan pergibahan dikampung. Ada yang bilang aku terlalu memilih, ada yang bilang aku di obati orang karena nggak wajar, cantik tapi nggak laku-laku.

Aku mulai gerah dengan desas desus yang sampai ketelingaku. Aku mulai mempertimbangkan  beberapa lelaki yang mendekati ku. Tapi aku takut mereka tidak menerima aku apa adanya. Aku yang tahu diriku. Ketakutan akan dipermalukan dimalam pertama karena sudah tidak perawan lagi menghantuiku dan membuat aku mengurungkan niat untuk menikah.

Tapi seorang teman memberikan kekuatan dan meyakinkan aku untuk menikah. Dari beberapa lelaki yang mendekati ku dia menyarankan aku dengan satu lelaki yang baik dan taat agama, Namanya Fero. Tapi dia bukan lelaki yang good looking.  Temanku menyarankan aku untuk berterus terang padanya, jika dia mau menerima kekurangan ku, maka aku akan menikah denganya.

Dan benar seperti harapan, dia menerima apapun masa lalu ku, termasuk aku yang sudah punya anak diluar pernikahan dan dia juga berjanji akan menjaga rahasiaku. Kemana lagi akan aku cari pria baik seperti dia, dan aku putuskan untuk menikah dengan nya tanpa cinta. Yang penting aku punya status yang jelas.

Menjalani pernikahan tanpa cinta sangatlah sulit. Disaat aku menunaikan kewajiban ku sebagai istri aku selalu merasa sedang diperkosa. Aku mencoba menghadirkan sisi baik lelaki itu untuk mengalahkan perasaan ku. Namun aku tetap saja merasa jijik sama tubuhku setelah bersenggama dengan lelaki yang berstatus suami ku. Tidak hanya itu, aku selalu malu jalan bergandengan denganya, aku merasa malu jika bertemu dengan teman-teman ku.

Dia lelaki baik selalu sabar menghadapi kelakuanku, pelan-pelan dia menasehati aku tapi itu semua tetap tidak merubah perasaanku padanya. Beruntung dia jarang berada dirumah. Pekerjaanya mengharuskan dia selalu bepergian keluar kota, dalam seminggu hanya dirumah dua hari saja. Hal ini sangat membantu aku dalam menjalani hari-hari. Aku merasa tenang jika dia sudah pergi bekerja. Entah istri macam apa aku, yang selalu senang jika suami tidak dirumah.

Setahun kemudian aku memiliki putri dari buah pernikahan ku bersama lelaki yang tidak kucintai. Bayi cantik itupun kena imbas, setiap aku melihatnya aku terbayang wajah bapaknya dan seketika hatiku menjadi dingin. Aku hanya memberinya ASI selama enam bulan saja, meskipun ASI ku baik-baik saja. Anak tak berdosa itu juga ikut menanggung apa yang tidak dia perbuat. Untung ada ibu ku yang tinggal Bersama ku hingga ia mendapatkan kasih sayang dari nenek nya.

Tiga tahun pernikahan ku berjalan tanpa rasa cinta dan masih saja sama. Suamiku memberikan aku uang yang cukup, menafkahi aku dengan baik, membelikan aku rumah dan juga mobil. Tapi aku tetap saja tidak bisa cinta padanya. Aku makin malas melayaaninya ditempat tidur. Sering kali kami bertengkar gara-gara aku tidak mau melayani nya. Dan kesabaran diapun mulai menipis, kerap kali dia memaksa aku untuk melayaninya, dan aku semakin benar-benar merasa diperkosa.

Aku benci dengan keadaan ini. Aku ingin lepas, ingin bebas. Terserah orang menganggap aku sebagai istri yang tidak bersyukur. Karena dimata orang suamiku adalah sosok yang sempurna, tapi dimata ku dia tidak lain hanya seperti boneka pajangan yang membosankan.

Aku menyibukan diri dengan media social, bermain face book memamerkan kebahagiaan palsu yang aku ciptakan sendiri. Seolah-olah hidupku sempurna tanpa celah. Aku cuga membeli pakaian apa saja keluaran model terbaru, selalu berdandan cantik, tapi bukan untuk suamiku. Aku berdandan hanya untuk pamer kebahagiaan palsu di media sosial.

Dan dari facebook aku ketemu lagi dengan mantan pacar waktu SMA. Mula-mula dia mengirim pesan lewat messenger saling bertukar kabar, lalu kami bertukar nomor HP. Dan obrolan kami berlanjut lewat telpon. Hampir tiap hari kami telponan dan aku tidak pernah merasa bosan. Dia punya istri dan dua orang anak, aku juga punya suami dan memiliki satu anak. Hubungan haram kami tetap berjalan tanpa diketahui oleh pasangan kami masing-masing meskipun hanya lewat telpon.

Untuk menutupi kebohongan ku, aku berpura-pura baik pada suamiku, melayani dia meskipun aku menahan rasa jijik. Dan satu kali aku terlupa minum pil KB hingga Rahim ku yang subur dibuahi Kembali. Aku hamil lagi anak kedua dari lelaki yang malang itu. Aku merasa menyesal dan tidak memperdulikan kehamilan ku. Tidak pernah memikirkan makanan bergizi untuk ibu hamil, aku hanya sibuk dengan kebahagiaan semu bersama suami orang.

Setelah Sembilan bulan aku melahirkan anak kedua dengan proses caecar. Aku bahkaan tidak peduli bayi itu selamat atau tidak, sehat atau tidak. Dan setelah dua minggu aku baru tahu kalau bayi ku adalah anak down syndrome. Ya Tuhan, ini pasti teguran mu atas dosa-dosa ku. Aku menangis menyesali apa yang sudah kuperbuat, aku tidak pernah memperdulikan kehamilan ku. Anak ini menggung akibat dari perbuatan ku. Entah bagaimana aku harus menebusnya. Penyesalan tidak aka nada gunanya lagi.

Aku mencoba menebus kesalahan ku dengan mencari tempat pengobatan dan terapi untuk anak down syndrome. Selain itu aku juga rajin mendengarkan kajian islami untuk memupuk iman ku. Sampai enam tahun berlalu aku tidak menghubungi lagi mantan pacarku itu. Aku memblokir semua kontaknya. Aku merasa lebih tenang. Tapi aku tetap tidak bisa mencintai suamiku meskipun sudah sepuluh tahun pernikahan kami berjalan.

Aku terus mengikuti kajian islam dan hijrah memakai pakain syar’i menutup aurat dengan baik. Membawa anak ku terapi secara rutin dan memberikan perhatiaan lebih padanya. Aku merasa lebih baik dan lebih tenang. Tapi untuk suami ku tetap aku tidak bisa mencintainya. Aku mencoba menghadirkan segala kebaikan dia, tapi hati ini bukan milik ku, aku tidak tahu kenapa hati ku tidak juga terbuka untuknya.

Suatu hari aku mengajak suamiku ngobrol baik-baik. Aku menceritakan perasaan ku padanya dan aku sampaikan niat ku untuk berpisah. Suamiku kaget dan dia sangat sedih atas permintaan ku. Dia tidak mau kami berpisah, dia terus mengingatkan aku kalau percereian itu dibenci oleh Allah. Tapi dosa yang aku tumpuk sebagai istri yang selalu tidak ikhlas melayani suami dan tidak mencintainya juga semakin besar. Aku tidak mau dosa itu makin menumpuk hingga ajal menjemputku.

Aku menemukan jalan buntu, karena suamiku tetap tidak mau kami berpisah. Aku terus berdo’a kepada Allah agar dimudahkan jalan ku untuk berpisah dan meminta agar aku dipertemukan dengan lelaki yang aku cintai dan mencintaiku. Aku ingin sekali hidup bahagia saling mencintai. Semoga di sisa umurku Allah memberi aku kesempatan untuk merasakan kebahagiaan itu.

Aku nekad mengajukan gugatan cerei kepengadilan agama. Dua kali siding suamiku tetap dengan pendirianya tidak mau berpisah. Dan aku tetap pada pendirianku untuk berpisah sebagai jalan terbaik. Sidang selalu ditunda karena suami tidak mau bercerei dan memang tidak ada kesalahan dia sebagai suami, alasan aku tidak kuat untuk berpisah.

Aku memutuskan untuk pindah ke kampung halaman ku dan tinggal dirumah ibuku. Sementara ibu dan adik ku tinggal dirumah ku bersama suamiku. Ibu dan adik ku membantu merawat anak-anak. Aku menenangkan diri di desa. Tapi siapa sangka ternyata mantan pacar ku juga sedang ada dikampung menjenguk orang tuanya. Dia merantau di tanah Jawa bersama anak dan istrinya. Dan kebetulan dia pulang sendiri karena ibunya sakit.

Dia datang beberapa kali kerumahku dan kami bertukar cerita. Aku juga menceritakan tentang niat aku yang ingin berpisah dengan suamiku. Bak gayung bersambut, dia mengajak aku menikah. Tentu saja sebagai istri kedua. Entah kenapa aku seperti tidak peduli dengan status sebagai istri kedua, yang aku tau aku mencintai dia, aku membayangkan akan hidup bahagia bersamanya. Lalu aku memaksa suamiku untuk tandatangan surat cerei yang sudah kubuat dan mengatakan kalua aku sudah punya calon suami. Dengan berat hati dia menandatangani surat itu.

Mantan pacarku nama nya Raihan, dia menceritakan kalau dia mendapatkan ijin dari istrinya untuk menikah lagi, dan aku berkenalan dengan istrinya sebelum kami melangsungkan pernikahan dan aku menikah secara sah. Nama istrinya Kurniati umurnya lebih tua dariku dua taahun. Aku memaanggilnya kak Kurnia. Aku tidak tahu apa perasaan istrinya yang sesungguhnya. Disaat itu dia menyambut aku dengan baik dan ramah. Hingga aku berfikir jadi istri kedua akan baik-baik saja, mungkin kami bisa jadi saudara dan hidup rukun.

Sementara mantan suamiku tetap tinggal dirumah kami bersama anak dan ibu ku. Dia menawarkan aku untuk membawa mobil dan mendo’akan aku hidup bahagia dengan pilihan ku. Tapi aku tidak membawa apapun dari harta mantan suamiku. Biarlah apa yang sudah ia kumpulkan untuk anak-anak kami kelak. Aku hanya ingin merasakan bahagia, aku hanya ingin merasakan dicintai dan mencintai.

Singkat cerita aku di boyong ke tanah Jawa oleh Raihan. Dia memiliki dua toko bangunan, satu dijaga oleh Kak Kurnia dan yang satu lagi aku yang jaga. Beberapa bulan hidup kami berjalan dengan normal. Aku sangat bahagia. Apa yang aku impikan sudah ku temukan dan tak akan aku lepaskan lagi. Meskipun statusku istri kedua, aku tidak masalah karena aku tetap mendapatkan cinta yang tulus dari lelaki yang kucintai.

Setengah tahun pernikahan kami, suamiku bilang kalau kak Kurnia meminta berpisah. Aku kaget, karena alasanya dia tidak kuat menjalani pernikahan dimadu. Masalah baru muncul lagi dalam hidupku karena kak Kurnia memberikan pilihan pada suami kami. Kalau Raihan tetap ingin bersama denganya, artinya aku yang harus ditinggalkan. Tetapi jika Raihan mempertahankan aku maka kak Kurnia yang harus dia tinggalkan. Itu pasti pilihan yang sangat sulit.

Aku tidak pernah membayangkan sebelumnya kalau kebahagiaan ku akan merenggut kebahagiaan orang lain. Hidup memang pilihan, setiap pilihan yang dipilih akan ada resiko yang akan ditanggung. Ketika Raihan memilih untuk mempertahankan aku, maka istri pertamanya harus ditinggalkan. Harusnya aku senang karena aku dipertahankan, tapi entah mengapa seperti ada luka yang menganga diatas kebahagiaan ku. Kebahagiaan yang kubangun di atas luka orang lain.

Itulah akhir dari kisahku, kutemukan cintaku hasil merampas cinta orang lain. Bahagia aku menggoreskan luka di hati yang lain. Hati mantan suamiku Fero, anak-anak ku, keluargaku, dan mantan istri suamiku kak Kurnia beseta anak-anaknya. Semoga Allah mengampuni aku dan masih ada keberkahan dalam cinta ku yang liar. Aku terus mencoba memperbaiki diri dan meminta pengampunan kepada Allah atas apa yang sudah kulakukan. Masa laluku sangatlah buruk, entah masih diterima taubat ku atau tidak, tapi aku akan tetap mengetuk pintu langit untuk mendapatkan pengampunan.

Lalu, satu persatu ujian yang lain datang dikehidupan kami. Memang aku mendapatkan cinta yang ku mau, tapi aku kehilangan harta yang dulu sangat ku puja. Ya, dulu aku sangat tidak bisa hidup berkekurangan. Tapi sekarang aku dan Raihan hidup di desa. Kami bertahan hidup dengan menjadi petani. Harta Raihan di Jawa jatuh kepada kak Kurnia. Karena memang awal mula usahanya dibangun bantuan dari keluarga kak Kurnia.

Sebenarnya kak Kurnia memberikan mobil kepada Raihan, tapi dia menolaknya. Dia mau apa yang udah diusahakanya selama ini untuk menghidupi kak Kurnia dan tiga anaknya. Kami mulai hidup dari nol dan berjuang bersama. Di desa aku jarang keluar rumah, ada rasa malu untuk bertemu orang-orang. Apalagi dikampung orang sangat anti dengan perempuan bercadar. Ya, semenjak menikah dengan Raihan aku memutuskan memakai cadar, menutup wajahku yang cantik, yang selama ini selalu aku banggakan.

Hari-hari aku hanya dirumah, mengurus bayi ku hasil dari buah cintaku bersama Raihan yang ku beri nama Hidayah. Disaat Hidayah tidur aku sempatkan membaca alqur’an, mendengarkan kajian, dzikir dan memanjatkan do’a ampunan kepada Allah sambil menunggu Raihan pulang dari kebun. Aku saat ini di uji dengan ujian kekurangan harta. Tidak ada rumah mewah, tidak ada mobil, yang ada hanya sebuah sepeda motor yang digunakan Raihan untuk pulang pergi ke kebun kami. Tapi aku punya Hidayah, akan ku urus baik-baik anak ku ini, semoga ini jalan hidayah untuk ku untuk menjadi lebih baik lagi dalam menjalani sisa hidup.

Dari ibu ku, aku mendapatkan kabar kalau anak-anak ku sehat, mereka sudah terbiasa tanpa aku. Bahkan mereka tidak lagi bertanya ibu dimana. Setiap akhir pekan mereka diajak main sama Ayahnya. Fero memang sangat menyayangi anaknya. Hingga sampai saat ini dia masih betah hidup sendiri dan belum menikah. Dia terus pulang kerumah kami setiap akhir pekan, baju kotornya di antar kelaundry. Dan ibuku selalu menyiapkan makanan kalua dia pulang. Ibu memang sudah menganggap Fero seperti anak nya sendiri dan merupakan menantu kesayanganya.

Fero masih seperti dulu, dia tidak berubah. Dia juga rutin memberi ibu uang belanja dan menitipkan uang untuk keperluan anak-anak. Dia tidak keberatan Ibu dan adik ku beserta suaminya tinggal disana. Walau adik ku awalnya ingin pindah mencari kontrakan, tapi dia melarangnya. Dia ingin rumah ada yang mengurus dan sekalian bisa melihat anak-anak kami. Dia memang laki-laki baik, aku hanya bisa mengirimkan do’a untuknya agar Allah mengirimkan jodoh yang baik untuk mendampinginya dan selalu bahagia disepanjang hidupnya.

Sedangkan anak ku Farhan, dia tidak mengenal aku lagi. Dia sudah bahagia bersama bapak dan ibu angkatnya. Dia juga sudah mendaftar masuk kepolisian. Semoga dia menjadi anak yang bahagia disepanjang hidupnya. Farhan satu-satunya anak laki-laki yang aku lahirkan, tapi dia malah tidak lagi mengenal aku. Semua salahku, semenjak dia diserahkan sama bapaknya, tidak pernah lagi aku temui, karena memang itu perjanjian dengan bapaknya dan juga istrinya. Dari jauh aku saksikan dia sangat bahagia.

Sekarang bisa dibilang hidupku sangat memprihatinkan, ada rasa malu sebenarnya. Tapi aku berani berbuat dan harus berani bertanggung jawab atas apa yang sudah kuperbuat. Aku tidak mau lagi menambah dosa. Biarlah kujalani hidupku yang sekarang yang serba berkekurangan. Aku juga mengilang dari semua media sosial, akum au focus untuk bertaubat dan memperbaiki diri. Hubungan ku dengan manusia mungkin akan sulit diperbaiki, tapi hubungan ku dengan Allah semoga masih bisa.

Dan benar apa yang dikatakan orang, dalam sebuah perpisahan atau perceraian, siapa yang paling bersalah maka hidupnya kurang bahagia dan siapa yang menjadi korban, maka ia akan mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan setelah perpisahan itu. Kurang lebih itulah yang terjadi dalam hidupku saat ini. Aku sangat menyesali dosaku, semoga Allah menerima taubat ku dan juga Raihan. Kan kujalani hidup kedepanya dengan baik bersama Raihan. Kalau boleh aku berpesan, jangan pernah menjadi seperti aku yang sebelumnya, liar dan sangat liar.