Oleh : Maryam Ete
“Sayang, aku cemburu. Terlalu ramah sama cewek juga nggak bagus, nanti malah bikin orang lain baper. Setidaknya kamu bisa hargai persaan aku sebagai pacar mu” (pesan dibaca)
“Mulai sekarang kita urus urusan masing-masing saja” (pesan dibalas)
Itulah pesan singkat, padat melalui WA messenger yang ku terima malam itu. Pesan itu akhir dari hubungan aku bersama Bara. Begitu mudah bagi Bara mengakhiri sebuah hubungan yang sudah kami jalani lebih dari satu tahun. Mungkin benar kata orang, di Batam cewek terlalu banyak dibanding laki-laki, dan mungkin itu juga yang membuat Bara dengan mudah mencampak kan aku.
***
Nama ku Pesona, umur ku saat ini 23 tahun. Aku bekerja disebuah pabrik yang cukup besar di kota Batam. Kata teman-teman ku, aku cukup mempesona seperti nama yang disematkaan orang tua ku. Tentu aku sangat bersyukur untuk itu. Ada beberapa cowok yang suka sama ku ditempat aku bekerja, tetapi pilihan ku jatuh pada Bara. Menurut ku dia beda dengan yang lain. Lebih cool dan dewasa.
Bara menyatakan cintanya pada ku disaat malam dinner & dance yang diadakan oleh perusahaan tempat aku bekerja. Setangkai mawar dan satu buah silver queen cukup membuat momen pernyataan cinta Bara menjadi begitu romantis dimata ku. Tidak ada alasan untuk aku tidak menerima cintanya. Mulai malam itu aku dan Bara berkomitment untuk berpacaran.
Selayaknya orang pacaran, aku dan Bara sering jalan bareng, makan bareng, nongkrong bareng dan juga istirahat bareng ketika jam kerja. Salah satu keuntungan punya pacar satu pabrik dan satu area kerja, kami bisa menghabiskan waktu bersama lebih banyak lagi. Sering juga Bara membantu memudahkan pekerjaan aku. Hal itu sangat berkesan bagi ku. Bara orangnya perhatian dan protektif. Dia tidak malu memamerkan kemesraan berupa perhatian-perhatian kecil didepan orang lain sehingga membuat teman-teman ku banyak terinspirasi melihat hubungan ku dengan Bara.
Disuatu acara gathering yang diadakan oleh supervisor ku ditempat kerja, aku dan bara ada dalam satu grup melakukan beberapa games. Tentu saja kami makin semangat melakukan games-games yang sudah di susun, dan beberapa kali grup kami menang. Kata orang sih, “the power of love”. Bahkan ketika kami main Tarik tambang yang lawanya cukup gede-gede dibanding kami yang kurus-kurus kami bisa menang. Sampai-sampai tangan Bara terluka saat menarik tali. Sebagai pacar yang baik aku langsung membersihkan lukanya dan menutupnya dengan plester. Itu salah satu momen terbaik ku bersama Bara.
sudah setahun aku terbiasa sama Bara, beberapa teman lelaki kadang berusaha juga menggoda aku, tapi dihatiku tetap hanya Bara. Demi menjaga perasaan Bara, bisa dibilang senyum ku mahal untuk cowok lain. Apalagi untuk bercanda dan beramah tamah dengan mereka. Apa-apa aku pasti bersama Bara. Nggak ada orang yang nggak tau kalau Pesona itu pacar nya Bara begitupun sebaliknya.
***
“Sayang, kamu kenapa sih belakangan kok berubah?”
“Apanya yang berubah?”
“Aku merasa kamu sekarang gak kayak dulu lagi, mana Bara yang dulu, yang senyum dan perhatianya hanya untuk Pesona”.
“Jadi aku nggak boleh berteman dengan yang lain?’
“Bukan begitu juga, Cuma beda aja, naluri seorang pacar mengatakaan kamu sudah tidak sayang lagi sama ku”.
“Kamu nggak usah over thinking deh, aku malas kalau udah bahas nggak jelas begini”
“Nggak jelas gimana? Kemaren kamu menyarikan trolley untuk Tami. Dia dengan senang hati menerima dan aku lihat kamu memberikan senyum yang menawan padanya. Siangnya, Tami memesankan kamu makan siang dan kamu menerimanya. Apa itu semua wajar?”
“Ya wajarlah, kita kan tim kerja, apasalahnya aku bantu dia, trus apa salahnya dia memberi aku makanan sebagai ucapan terimakasih. Itu hal yang nggak perlu didebatkan, jadi nggak selera makan aku!”
Bara beranjak pergi dari meja kantin dimana kami duduk mau makan siang. Dia pindah kemeja Tami dan gabung sama Tami dan teman-temanya. Aku termenung sendiri dengan dua bungkus nasi yang ada didepan ku. Aku jadi ikut gak selera makan dan langsung menuju musholla untuk sholat. Lama aku merenung sehabis sholat, apa benar aku yang terlalu berlebihan.
Usai sholat aku Kembali ke area kerja, ditangga berpapasan dengan Bara dan temannya, aku mencoba tenang dan senyum seperti tidak terjadi apa-apa. Aku jalan disamping Bara sampai ke area produksi.
“Nanti pulang bareng kan?” kata ku membuka obrolan
“OK” jawab Bara sambal tersenyum.
Senyum itu sedikit memberikan aku ketenangan dan semangat untuk bekerja. Tiba-tiba line aku bermasalah, spontan aku nyari Bara karena kebetulan dia teknisi line tersebut. Tapi kok dia nggak Nampak. Aku jalan ke arah belakang, dan menemukan Bara lagi ada di line dimana Tami bekerja. Mereka lagi senyum-senyum entah ngobrol apa. Kok aku merasa sakit sekali ya. Dengan berat aku terus mendekat dan memanggil bara untuk memperbaiki line ku yang lagi bermasalah.
Dari line Tami ke line aku kalau kami gunakan untuk ngobrol seperti biasa seharusnya cukup banyak yang bisa diomongin. Tapi hari itu aku diam dan Bara juga diam. Dia memperbaiki line ku dan setelah selesai dia memilih untuk pergi dan nongkrong sama teman-temanya. Sebelum-sebelumnya pasti dia lebih betah berdiri di line aku. Sekarang kok beda.
Bara memang tidak di line Tami, tapi aku bisa lihat dengan jelas dia sedang mengajak anak line lain ngobrol, entah apa yang dibicarakan hingga pada akhirnya mereka tertawa kencang sekali. Kuping ku jadi panas dengar ketawa mereka. Tapi aku cobaa untuk diam dan tenang, berusaha berfikir positif. Tapi yang Namanya hati tidak bisa dibohongi, aku begitu ceemburu melihat Bara dengan perempuan lain lebih akrab seperti itu.
Usai jam kerja aku ke loker mengganti dan menyimpan pakaian kerja. Setelah selesai aku samperin bara yang udah menunggu di parkiran.
“Lama nunggu ya” ucap ku basa-basi
“Lumaayan” Bara merespon datar.
Sepanjang perjalanan kerumah, kami hanya diam saja dimotor. Tidak seperti sebelum-sebelumnya kami bercanda, tertawa, ada saja hal yang kami bahas spenjang perjalanan. Tiba-tiba kok dada ku jadi sesak, aku sandarkan badan ku kepunggung Bara, kulingkarkan tangan ku memeluknya, erat sekali ku peluk seperti aku tak akan pernah lagi bisa memeluknya. Dan Bara hanya diam, tidak ada respon, biasanya dia akan membelai tangan ku sebentar atau kalau aku tidak memeluk bahkaan dia akan meletakan tangan ku dipinggangnya. Hari ini beda.
Sampai dirumah aku langsung masuk, Bara juga gak maau mampir katanya ada urusan. Aku berbaring mengistirahatkan badan sambal buka HP. Kulihat Tami posting photo mereka lagi dikantin tadi distatus WA nya. Kulihat senyum Bara yang begitu lepas di photo itu semakin membuat dada ku sesak. Aku buka chat ku selama ini dengan Bara yang penuh dengan kata cinta, manja, romantis dan canda. Kemana perginya semua itu sekarang?
Tiba-tiba kulihat Bara online WA nya. Tapi sudah satu jam ku tunggu tak ada satu kalimat pun masuk ke WA ku. Aku ceek HP sekali lagi, dia masih online. Lalu aku coba mengirim pesan duluan mengungkapkaan apa yang aku rasakan dan permintaan kecil agar dia tidak terlalu ramah sama cewek lain. Tapi ternyata itu menjadi akhir hubungan ku dngan Bara.
***
“Terimakasih kalian sudah datang menjenguk ku” ucapku lemas ketika teman-teman ditempat kerja datang kerumah sakit menjenguk ku.
Semenjak aku diputusin Bara aku jarang makan, akhirnya asam lambung ku naik, ditambah dehidrasi karena kurang minum. Akhirnya aku dirawat dirumah sakit. Diantara banyak orang yang datang, aku tidak menemukan Bara. Mata ku masih berusaha mencari-cari, masih berharap dia datang menjenguk ku.
“Nyari Bara ya?” ucap teman ku langsung menebak
“Nggak usah kaamu cari dia lagi, sebelum kami kesini tadi kulihat dia pulang bareng Tami anak line belakang. Aku dengar mereka udah jadian dua hari yang lalu. Maaf jika ucapan ku ini tidak kamu harapkan, tapi kamu harus tau dan kuat. Jangan sampai terpuruk hanya karena lelaki seperti Bara. Kamu adalah Pesona, masih banyak cowok lain yang akan terpesona dengan kecantikan mu. Jadi mulai sekarang nggak usah pikirkan lagi si Bara itu”.
Teman ku benar, tapi tentu tidak mudah bagi ku melupakan dalam waktu yang cepat. Apalagi bekerja di satu area, aku harus melihat dia bermesraan dengan pacar barunya, itu tidak mudah. Tapi itu memang proses yang harus aku lewati.
***
“Kamu apa kabar sekarang?”
Setelah hampir setahun berlalu tanpa ngobrol dengan Bara, entah apa yang membuatnya hari ini nyamperin aku yang lagi kerja. Padahal aku sudah terbiasa dengan kehidupan aku yang tanpa ada dia dipikiran ku.
“Seperti yang kamu lihat, kabar ku baik, bahkan sangat baik” jawab ku cuek.
“Nanti siang mau nggak makan bareng, tapi kita makan di luar. Aku mau ngobrol, aku mohon kamu jangan nolak, saat ini aku butuh teman ngobrol” Aku perhatikan dia sangat serius meminta.
“Pacar kamu tidak akan marah? Aku tidak mau menjadi perusak hubungan orang”
“Tidak” jawabnya singkat.
Siangnya kami pergi makan ditempat kami sering nongkrong dulu. Tapi aku membawa kendaraan sendiri dan Bara juga naik motor sendiri. Untuk kali ini saja, aku janjikan dalam hati untuk tidak akan lemah lagi didepan Bara, apalagi termakan rayuan dia.
“Selamat ya, kamu sekarang diangkat menjadi leader. Putus dari aku membuat kamu serius bekerja dan kamu sekarang memetik hasilnya” ucap Bara membuka percakapan.
“Bener, dan aku menucapkan terimakasih pada mu untuk itu. Andai kamu tidak memutuskan aku, tentu aku tidak akan ada diposisi ini. Sekarang silahkan ngomong, katanya ada yang mau kamu omongin, jam istirahat kita hanya satu jam” ucap ku tegas.
“Tami hamil, sudah jalan empat bulan. Itulah alasanya dia kabur dari pekerjaan” Bara nampak sedih dan tertekan. Memang iya, Tami udah seminggu tidak masuk bekerja, tidak ada yang tau alasanya yang sebenarnya.
“Selamat, sebentar lagi kamu akan jadi bapak, kamu harus nikahin anak orang baik-baik, jangan jadi pengecut” ucapku santai tanpa rasa prihatin dan sedih sedikitpun.
“Itulah permasalahanya, aku tidak pernah melakukan sejauh itu selama pacaran denganya. Aku tidak mau menerima aib yang bukan aku perbuat. Aku sudah meninggalkan Tami dari seminggu yang lalu, dan sekarang dia sudah pulang ke kampungnya” Bara meneteskan air mata.
Aku lumayan kaget mendengarnya, antara percaya atau tidak, tapi sepertinya Bara mengatakan hal yang benar. Sebelumnya aku pernah mendengar dari orang kalau Tami itu simpanan lelaki beristri. Tapi karena aku bukan tipe orang yang suka ngurus urusan orang lain, aku tidak menganggap hal itu penting. Lagian Bara lebih memilih dia dari pada aku artinya di mata bara Tami tentu lebih baik.
Jika ucapan Bara hari ini benar, bisa jadi itu bukan anaknya Bara. Tapi aku tentu saja tidak bisa banyak membantu. Itu malasah hidupnya, tentu dia harus selesaikan dengan baik apa yang sudah dipilihnya menjadi jalan hidupnya.
“Bara, aku sangat terkejut mendengarnya, tapi maaf… aku tidak bisa banyak membantu. Semoga kamu menemukan jalan keluar terbaik untuk masalah hidupmu” ucapku memberikan sedikit semangat.
“Pesona, aku mohon agar kamu memaafkan aku dan aku ingin kita kembali seperti dulu, aku khilaf melepaskan orang sebaik kamu” Bara menangis sambil memegang tangan ku.
“Maaf Bara, kamu sudah jadi masa lalu ku, bahkan sudah hampir terhapus dimemoriku” aku menarik tangan ku dengan cepat.
“Aku janji akan memperbaiki semua kesalahan ku yang dulu asalkan kita bisa kembali lagi”
“Maaf Bara, masalahnya aku tidak suka barang bekas”
Aku pergi meninggalkan Bara dan membayar makanan ku. Seperti janji ku, aku tidak akan tertipu lagi dengan bujuk rayunya. Lelaki di kota Batam mungkin memang langka, tetapi bukan berarti dia bisa seenaknya datang dan pergi sesuka hati. Sebagai perempuan kita harus punya prinsip, sedikit mahal lebih baik dari pada murahan lalu dicampakan begitu saja setelah dapat yang lebih baik. Sekarang Aku bukan Pesona Bara yang dulu. Tanpa Bara aku akan tetap mempesona.
“Selamat tinggal Bara, selamat berproses”
Kata selamat tinggal yang dulu belum sempat terucapkan, sekarang sudah ku ucapkan. Dan tidak akan kujilat lagi air ludah yang sudah kubuang.