Dear awak,
Macam mana kabar awak, semoga awak baik-baik saja. Hari ini saya sengaja membuat pesan ini untuk awak, sebab saya tak tahu lagi macam mana saya nak menghubungin awak, saya tak tahu kenape tiba-tiba saja awak memutuskan komunikasai kita, dengan cara awak blok saya kat media sosial yang awak punya, saya tak tahu apa yang sudah terjadi dengan perasaan awak kat saya, dan saya pun tak tahu apa salah saya kat awak, sampai awak buat saya macam ini.
Dan di pesan ini saya nak bagi tahu something kat awak tentang hubungan kita, awak dan saya pun dah tahu kan hubungan kita ini dah lama tapi sampai sekarang tak ada kejelasan dan awak menghilang macam itu saja. Hari ini saya nak bagi tahu kat awak sebenarnya saya nak Kawin minggu depan dengan perempuan pilihan ibu saya. Saya tidak ada pilihan maybe ini dah ketentuan dari Allah.
Semoga awak faham dan saya minta maaf banyak-banyak kat awak kalau selama kita berkawan saya ada buat silap kat awak dan semoga awak menemukan jodoh yang sesuai dengan awak.
jaga diri baik-baik ya.
Salam,
Azim
Itu adalah pesan dari Abang Azim yang dikirimkan lewat email. Isi pesan itu telah membuat mendung dihatiku. Aku membaca pesan itu berulang kali untuk memastikan lagi dan lagi. Dan tulisan itu masih sama, pesan itu adalah akhir dari kisah ku Bersama Abang Azim. Tak terasa butiran bening mengalir dipipiku. Aku sedih sekali, hubungan yang kami jalani lebih dari enam tahun kandas juga. Begitu banyak hal yang sudah kami lalui bersama, ada suka, duka dan pengorbanan, pada akhirnya semua harus sia-sia. Ini semua bukan sepenuhnya salah abang Azim, tapi salah ku juga.
***
Malaysia 2015
Tahun ini aku jadi mahasiswi universitas terbuka di negara Malaysia. Aku kuliah sembari bekerja di sebuah pabrik manufacturing. Dan dikampus inilah aku bertemu dengan laki-laki yang mampu meluluhkan hatiku. Namanya Muhammad Azim. Kami berkenalan, besoknya bertukar no HP dan komunikasi kami berlanjut diudara. Aku merasa nyaman berteman denganya, hingga suatu hari dia menyatakan cintanya padaku. Awalnya aku ragu untuk menerimanya karena kami tidak seiman. Tapi hati ku mendorong aku untuk berkata “ya” disaat kalimat pernyataan cinta itu dilontarkan.
Kami melanjutkan hubungan kami selayaknya orang pacaran. Tidak ada pembahasan tentang perbedaan agama diantara kami. Tapi aku merasa Abang Azim selalu keberatan jika aku meminta untuk dikenalkan kepada keluarganya. Dengan berbagai alasan yang dia sampaikan hingga akhirnya aku belum pernah diajak kerumahnya meskipun sudah satu tahun kami berpacaran. Kadang aku merasa abang Azim tidak serius dengan hubungan kami. Apa karena aku oramg Indonesia maka abang Azim tidak mau memperkenalkan ku kepada keluarganya. Atau karena aku orang yang mempercayai Yesus sebagai Tuhan yang ku sembah?
Pikiran ku sering berkecamuk, aku sungguh-sungguh mencintai abang Azim. Dia laki-laki penyayang dan tahu cara membahagiakan Wanita.
Aku tidak mau kehilangaan cintanya. Lalu, aku mulai berfikir untuk pindah keyakinan. Sebanarnya keinginan ini bukan semata-mata karena Abang Azim juga, tapi memang ada kenyamanan dihatiku ketika aku melihat orang sholat dan memakai kerudung. Seperti ada sebuah panggilan untuk aku ikut melakukan hal yang sama. Aku sering memperhatikan ibu angkat ku beribadah melaksanakan sholat lima waktu. Aku sering menginap dirumahnya. Beliau orang baik, meskipun dia tau aku bukan beragama islam, dia tetap memperlakukan aku dengan baik, seperti anak nya sendiri. Ini adalah alas an lain kenapa aku tertarik mempelajari islam.
Lalu aku memberanikan diri untuk menyampaikan niatku yang ingin pindah keyakinan kepada ibu angkat ku. Beliau cukup kaget, tapi juga senang. Dia membantu segala hal sampai aku memeluk agama islam. Aku dibelikan berbagai macam buku untuk aku pelajari agar aku semakin mengerti tentang islam. Aku menujukan keseriusan ku, aku termasuk orang yang cepat belajar.
Tidak tanggung-tanggung, aku juga langsung mengenakan kerudung. Ibu angkatku membelikan aku beberapa stel pakaian Muslimah. Beliau mungkin perpanjangan tangan Allah untuk membantuku didunia ini. Aku sangat bersyukur dipertemukan dengan orang-orang baik dalam hidupku.
Keesokan harinya aku memberi kejutan kepada bang Azim. Kami janjian ketemu di sebuah kafe dan aku datang dengan berbusana Muslimah dan mengenakan kerudung. Dia tidak tau sama sekali tentang aku yang pindah agama. Sengaja aku tidak memberi tahunya biar menjadi kejutan.
“Mel, ini awak? Ini Melani yang abang kenal ke?” ekspresi wajahnya betul-betul kaget barcampur Bahagia saat melontarkan kalimat itu.
“Ya iyalah bang, ini Melani calon istri abang Azim” aku berusaha menggodanya.
Dan malam itu juga dia mengajak ku ke rumahnya berkenalan dengan keluarganya. Alhamdulillah keluarganya menyambut aku dengan baik. Terutama ayah dan ibunya, mereka sangat baik dan ramah.
“Eh, Azim dan Mel kapan rencana nak kawin? Ibu dan ayah dah tak sabar nak gendong cucu”
Ibu bang Azim mengagetkan kami pas lagi makan. Aku hanya senyum melihat kearah bang Azim sembari memberi isyarat kalau aku ikut abang Azim saja. Makan malam dan perkenalan dengan keluarga bang Azim berlalu dengan baik dan aku merasa senang diterima dikeluarga itu.
*****
Medan 2017
Aku pulang kampung karena mendapat kabar kalau bunda ku sakit. Aku pulang dengan penampilan ku yang sudah berubah. Ayah dan bunda ku kaget luar biasa karena aku tidak pernah memberi tahu mereka tentang aku yang pindah keyakinan. Selayaknya orang tua pada umumnya, ayah ku marah besar hingga memukulku. Ayah juga mengancam aku akan mencoret nama ku di kartu keluarga jika aku tidak kembali ke agamaku sebelumnya
Hanya Bunda yang tidak mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan. Tapi airmatanya menunjukan bahwa dia sangat kecewa dengan apa yang aku lakukan. Tapi bagaimanapun seorang ibu marah kepada anaknya, tetap ia akan memberikan pelukan hangat. Itulah yang dilakukan bunda malam itu. Aku dipeluk erat, erat sekali sambil ia berbisik ditelingaku.
“Apapun agama yang kamu pilih, jalankan sebaik-baiknya. Jangan kamu sesekali mempermainkan agama”
Aku menangis, bahagia rasanya mendapatkan restu dari bunda. Tapi tidak dengan ayah ku. Beliau tidak bisa menerimaku yang sudah memeluk islam. Hingga esok paginya aku di usir dari rumah, aku tidak diterima dirumah itu. Lalu aku putuskan untuk kembali lebih awal ke Malaysia. Meskipun cutiku belum habis, aku tetap kembali. Dan belum sempat aku naik pesawat, ayahku mengirimkan sebuah photo, itu adalah photo kartu keluarga yang namaku sudah dicoret. Ternyata ayah tidak main-main dengan ucapanya.
Baru tiga hari aku sampai di Malaysia, aku mendapat kabar kalau bunda ku sudah meninggal. Tapi adik ku berpesan agar aku tidak pulang. Cukup do’akan bunda dari jauh saja. Mungkin adikku tidak mau ada keributan lagi nanti antara aku dan ayah jika aku pulang. Sungguh aku merasa sakit dan sedih sekali, bundaku telah tiada sementara aku tidak bisa menyaksikan kepergianya untuk terakhir kalinya.
****
Malaysia 2019
Aku akhirnya menyelesaikan kuliahku dalam waktu 3.5 tahun dengan IPK 3.8. Bagiku ini pencapaian yang luar biasa, ditengah sibuknya bekerja aku juga membagi waktu untuk belajar agar aku bisa cepat-cepat lulus dengan nilai yang baik. Aku bersyukur akan hal ini.
Sebenarnya waktu aku wisuda, aku ingin ayah hadir. Tapi itu tidak mungkin. Hanya adikkulah yang mengirim pesan mengucapkan selamat untukku. Aku dan adikku selalu berkomunikasi. Aku setiap bulan masih mengirimi mereka uang untuk biaya sekolah. Sementara ayah ku malah makin terpuruk. Semenjak bundaku tiada, dia sering pulang kerumah dalam keadaan mabuk. Dia juga tidak bekerja, hidupnya bergantung sama adikku dari uang yang ku kirim tiap bulan.
Dan setiap abang Azim mengajakku untuk menikah, aku selalu menjawab belum siap dan menunggu adik-adik ku selesai sekolah dulu. Ayah dan Ibu abang Azim juga sudah mendesak kami untuk menikah, tapi aku tetap masih ragu. Adikku nanti bagaimana, siapa yang akan membantu mereka kalau bukan aku. Itu yang membuat aku belum bisa memutuskan untuk menikah hingga kontrak kerja ku selesai di Malaysia. Dan aku memutuskan untuk pulang ke Indonesia, mencari pekerjaan baru di negara sendiri agar bisa lebih dekat dengan adik ku.
*****
Batam 2020
Akhirnya aku diterima disebuah perusahaan besar di Kota Batam dengan gaji yang cukup memuaskan. Dengan jabatan yang sesuai dengan ijazah yang kumiliki tentu aku merasa puas. Alhamdulillah Rejeki ku lancar dan mudah. Tapi tidak dengan hubungan ku bersama abang Azim. Jarak yang memisahkan kami membuat kami sering cekcok dan selisih paham. Bang Azim sangatlah protektif, dia sangat membuatku tidak nyaman yang sedang berada jauh dari dirinya.
Kalau aku jalan sama teman ku, bang Azim selalu video call untuk memastikan dengan siapa aku jalan. Dia juga memberi batas waktu sampai jam berapa aku bisa main dan jam berapa aku harus pulang. Tidak hanya itu, pakaian ku selalu dikomentari, kurang cocoklah, kurang paslah, dan penilaian negatif lainya. Jarang sekali aku yang diapresiasi bahkan ketika aku menceritakan keberhasilanku padanya.
Tibalah suatu hari aku sakit parah. Di Batam aku tidak punya siapa-siapa selain teman. Dan salah satu teman ku mengantarkan aku berobat kerumah sakit. Temanku ini laki-laki, saat itu kebetulan dia menelpon aku masalah pekerjaan dan dia mendengar suaraku yang parau. Aku ceritakan kalau aku sakit dan akhirnya dia mengantarkan aku berobat. Setalah sampai dirumah, bang Azim menelpon ku, seperti biasa dia melakukan panggilan video. Aku angkat tanpa berfikir panjang. Dan sontak dia kaget karena ada laki-laki ditempat kos aku.
“Hei, kenapa ada Jantan dikamar awak? Perempuan jenis apa awak ni? I dah tak minat tengok perangai awak ni!”
Panggilan telepon terputus. Bang Azim bahkan tidak mau mendengarkan penjelasanku. Aku sedih sekali, bukan dapat perhatian karena sedang sakit, tapi malah dapat kata-kata yang tidak layak. Aku jadi benci bang Azim. Sikap dia yang langsung menuduh aku tanpa mau mendengarkan penjelasan menunjukan sedikitpun dia tak ada percaya sama ku. Untuk sementara aku tidak mau dulu berhubungan denganya. Aku blok kontaknya agar dia tidak bisa lagi telepon. Aku juga blok dia disemua media sosialku, kecuali email. Aku ingin fokus dulu sama diriku dan adik-adik ku.
Setelah enam bulan kurang lebih aku tidak berkomunikasi dengan bang Azim, dia mengirimi aku email yang berisi permintaan maaf darinya, menanyakan kabar dan juga meyampaikan pesan Ibu dan ayahnya kalau mereka rindu dan menyuruhku datang ke Malaysia. Email itu hanya ku baca saja, tidak ada kukirim balasan. Aku mau mengurus adik ku dulu sampai mereka selesai sekolah SMA. Minimal adik ku yang besar sudah bekerja, sehingga dia bisa nantinya membantu adik kami yang bungsu untuk melanjutkan sekolahnya.
Sebenarnya aku menyayangi bang Azim, tapi semenjak kami berjauhan ada saja hal yang membuat kami bertengkar dan sering cekcok. Dan jika aku menikah dengan bang Azim, aku harus ikut dia tinggal di negara Malaysia sana. Dan disatu sisi aku masih butuh waktu satu tahun lagi menunggu adik ku yang nomor dua untuk menyelesaikan sekolahnya. Setelah aku bisa memastikan adik ku bisa mandiri barulah aku bisa meninggalkan mereka. Meskipun kedua adik ku laki-laki, tetap saja aku khwatir akan mereka.
*****
2022 Tahun Kejayaan
Akhirnya adik ku yang nomor dua selesai sekolah SMA. Aku memboyong kedua adik ku ke Batam. Yang masih sekolah aku pindahkan ke Batam dan dia bersekolah di Batam. Tidak menunggu lama adik ku juga sudah diterima di sebuah perusahaan, dan dia bekerja sebagai operator produksi. Dia kerja sambil kuliah, sengaja aku membimbing adik ku agar dia tetap mencari gelar serjana. Kami akhirnya berkumpul di Batam, satu atap, tapi beda iman. Ayah ku hidup di Medan sendirian dengan kebiasaan dia yang masih suka mabuk-mabukan .
Tidak hanya itu, uang yang ku kumpulakn selama bekerja telah bisa mewujudkan keinginan ku untuk membeli sebuah mobil. Aku membeli mobil, bukan rumah. Karena aku masih berfikir untuk kembali dengan bang Azim dan membicarakan hubungan kami lebih lanjut. Saat ini jika adik ku aku tinggalkan dan aku ikut bang Azim tinggal di Malaysia, aku sudah sedikit tenang. Nanti sesekali aku datang ke Batam untuk melihat keadaan mereka. Maka dari itu, aku belum membeli rumah, karena jika aku sama bang Azim kemungkinan besa raku akan hidup dan tinggal di Malaysia.
Tapi apa yang aku impikan dan bayangkan kedepanya tidak seindah itu kenyataanya. Kesuksesan dalam pencapaian rencana hidup yang aku buat memang sudah aku raih. Semua berjalan seperti yang aku inginkan. Tapi hal ini berbanding terbalik untuk masalah cinta dan jodoh ku. Disaat aku sudah siap dengan rencana hidup ku selanjutnya, takdir berkata lain. Aku harus mengikhlaskan orang yang ku sayang untuk hidup Bahagia dengan orang lain.
Seharian aku menangis setelah membaca email dari bang Azim sehingga membuat mataku sembab. Email itu sudah dikirim seminggu yang lalu tapi aku baru membacanya. Artinya saat aku membaca email tersebut, bang Azim sedang bersanding dipelaminan dengan wanita pilihan orang tuanya. Aku tidak bisa menyalahkan bang Azim sepenuhnya, karena aku yang sudah memutuskan komunikasi dengan nya tanpa memberi tahu dia apa alasan ku yang sesuangguhnya. Aku hanya bisa meratapi akhir dari kisah cintaku. Orang yang aku cintai selama ini ternyata jodoh orang lain. Tidak ada lagi yang bisa aku lakukan selain mengikhlaskan.
*****
Dear Abang Azim,
Apapun keputusan abang semoga itu yang terbaik dan mebuat abang Bahagia. Mel hanya bisa memberikan do’a restu dari jauh, semoga kedepanya abang dan istri menjadi keluarga Sakinah, mawaddah dan warrahmah. Mel juga banyak salah sama abang, Mel harap kita bisa saling memaafkan. Mungkin Allah tidak mentakdirkan kita berjodoh didunia ini.
Sampaikan salam maaf Mel kepada ayah dan ibu.
Salam,
Melani.
Sambil berlinangan airmata dan tangan yang gemetar, kutekan tombol “send”. Lalu kututup mata, menarik nafas dalam-dalam dan kuhembuskan Kembali agar sesak didada bisa berkurang. lalu aku pergi mengambil wudhu untuk melakukan sholat malam. Akan ku adukan semua keluh kesah ku kepada Allah semata.
Dalam hidup ini kita boleh merancang sediemikian rupa apapun tentang hidup kita kedepanya. Tapi satu hal yang kita tidak boleh lupa, bahwa dibalik itu semua ada Allah yang maha kuasa dari segala-galanya. Apa yang menurut kita baik, belum tentu dimata Allah juga baik. Dan apa yang menurut kita buruk juga belum tentu hal itu buruk. Pada akhirnya takdir jualah yang akan menang. Entah itu takdir baik bagimu, atau takdir buruk bagimu. Tapi sesungguhnya, takdir Allah itu selalu yang terbaik untuk kita jika kita pandai memetik hikmah.
(Maryam Ete)