Cuti Melahirkan 3,5 Bulan Untuk Istri dan 2 Bulan Untuk Suami Berdampak Positif Bagi Perusahaan

Cuti Melahirkan 3,5 Bulan Untuk Istri dan 2 Bulan Untuk Suami Berdampak Positif Bagi Perusahaan
Cuti melahirkan selama 2 bulan untuk suami yang istrinya melahirkan. (Foto: Istimewa)

Jakarta, KPonline – Sebagai suami, berapa hari Anda mendapatkan cuti dari perusahaan ketika istri anda melahirkan? Jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Anda hanya mendapatkan cuti melahirkan selama 2 (dua) hari. Tetapi tahukah anda, ada pekerja laki-laki yang bisa mendapatkan cuti hingga 2 bulan ketika istrinya melahirkan?

Salah satu perusahaan yang memberikan cuti selama 2 bulan kepada pekerja laki-laki yang istrinya melahirkan adalah PT Johnson & Johnson Indonesia. Perusahaan ini memberlakukan cuti tersebut sejak Agustus 2017. Kebijakan serupa sudah diberlakukan di Amerika Serikat pada 2015.

Bacaan Lainnya

Country Leader of Communications & Public Affairs PT Johnson & Johnson Indonesia Devy Yheanne mengatakan, pekerja Johnson & Johnson yang mendapat kesempatan mengambil cuti melahirkan selama 3,5 bulan untuk perempuan, dan selama 2 bulan untuk laki-laki justru berdampak positif terhadap kinerja perusahaan.

Alasan diberlakukannya cuti tersebut, lanjutnya, karena beberapa pertimbangan yang meliputi kesejahteraan karyawan dan dukungan mereka bagi pertumbuhan anak yang lebih baik di seluruh dunia. Kebijakan tersebut juga diambil dalam rangka upaya mereka menjadi salah satu perusahaan paling ramah keluarga di dunia.

“Bagaimanapun, Johnson & Johnson bukan hanya sebuah perusahaan: kami adalah keluarga dengan 130.000 karyawan di seluruh dunia,” ujarnya.

“Hampir seluruh karyawan Johnson & Johnson memiliki fasilitas mobile office [baik berupa smart phone, iPad maupun laptop] yang dapat diakses kapan saja dan di mana saja, sehingga dengan demikian yang bersangkutan tidak akan terlalu tertinggal dalam memperoleh informasi – meskipun yang bersangkutan sedang tidak aktif dan mengambil cuti hamil yang panjang,” jelasnya.

Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan Reformasi (FSP Farkes Reformasi) memberikan apresiasi terhadadap kerbijakan ini. Serikat memberikan penghargaan secara simbolis di Kedai Tiga Nyonya, Jakarta, Rabu (7/11/2018).

Hadr dalam kesempatan istimewa ini Ketua Umum DPP FSP Farkes Reformasi Idris Idham, Ketua Advokasi DPP FSP Farkes Reformasi Iwan Setiawan, Ketua DPD FSP Farkes Reformasi DKI Jakarta Amirudin, dan Ketua Bidang Riset dan Media DPP FSP Farkes Reformasi Laurensia Lamria Siahaan.

Dalam kesempatan ini, Ketua PUK SP Farkes Reformasi PT. Johnson & Johnson Indonesia Rujito sangat mengapresiasi kebijakan cuti selama 2 bulan bagi pekerja laki-laki dari pihak Management PT. Johnson & Johnson Indonesia.

“Sebenarnya cuti selama 2 bulan bagi pekerja laki-laki yang istrinya melahirkan, sudah berlaku kurang lebih sejak setahun yang lalu. Hanya kebetulan kemarin IndustriALL mengadakan acara, karena PT. Johnson & Johnson Indonesia mendapatkan penghargaan. Lebih ke seremonial saja,” ujar Laurensia Lamria Siahaan.

Keuntungan Memberikan Cuti Bagi Laki-Laki yang Istrinya Melahirkan

Paternity leave adalah hak cuti bagi pekerja laki-laki yang baru memiliki anak. Di banyak, paternity leave diterapkan untuk membuat suami lebih terlibat dalam berbagi tanggung jawab merawat anak, sehingga pengasuhan anak bukan hanya tugas sang ibu semata, namun sang ayah juga ikut serta.

Di Indonesia, suami biasanya hanya diberi waktu tiga hari. Apakah tiga hari cukup bagi seorang ayah untuk membantu istrinya merawat buah hati yang baru lahir?

Padahal, saat istri melahirkan, kehadiran dan dukungan suami mutlak diperlukan. Namun bukan berarti tugas suami berhenti di situ. Kehadiran suami tetap diharapkan saat anak sudah lahir dan sudah membutuhkan pengasuhan dari kedua orang tuanya.

Paternity leave memungkinkan sang ayah mengambil perannya untuk ikut serta merawat sang anak di hari-hari awal kehidupannya. Ayah akan belajar menganti popok, memandikan bayi, dan bermain dengan buah hati, sehingga hubungan emosional antara keduanya akan terbentuk.

Sebuah penelitian di Oxford University menemukan bahwa bayi laki-laki berusia di bawah 3 (tiga) bulan yang banyak berinteraksi dan menjalin hubungan yang kuat dengan ayahnya, ternyata mampu bersikap tenang dan bahagia saat berusia satu tahun. Sementara itu, bayi laki-laki yang jarang berinteraksi dengan ayahnya pada 3 bulan awal usianya, akan menunjukkan sikap yang lebih agresif dan temperamental pada usia satu tahun.

Hasil penelitian ini menguatkan pendapat bahwa jalinan emosional antara ayah dengan bayinya sangat mempengaruhi fase tumbuh kembang anak, terutama perkembangan emosionalnya.

Selain dirasakan oleh bayi, dampak positif pemberian cuti melahirkan untuk suami ini pun bermanfaat bagi ibu. Banyak perubahan yang dirasakan oleh wanita, dari perannya sebagai seorang wanita hamil menjadi seorang ibu dari bayi baru lahir. Secara fisik, mental, dan sosial, banyak yang berubah dalam satu peristiwa persalinan.

Kondisi ibu yang baru melahirkan secara fisik lemah. Padahal, bayi yang baru lahir menuntut perawatan yang penuh-waktu, dari mulai menyusui, mengganti popok/pakaian, memandikan, menenangkan, dan seterusnya. Tidak jarang, rasa frustasi yang dialami seorang ibu pasca-melahirkan dapat berujung pada depresi, atau sering juga disebut baby blues syndrome.

Keberadaan sosok suami yang mendampingi ibu sehari-hari pasca-melahirkan saat itu justru menjadi lebih penting dibanding hari-hari sebelumnya. Suami-istri dapat berbagi peran dan tanggung jawab pengasuhan dan perawatan anak. Dukungan moril dari sosok suami akan mengurangi secara signifikan potensi frustrasi dan depresi pada ibu pasca-melahirkan.

Berbeda dengan karyawati yang jelas berkepentingan atas cuti pasca-persalinan untuk pemulihan dan adaptasi, cuti bagi ayah new born baby belum terakomodasi dengan baik dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia yang memberikannya untuk maksimal 2 hari saja. Inisiatif memberikan cuti melahirkan bagi karyawan (laki-laki) yang lebih ramah-keluarga masih bergantung dari masing-masing perusahaan.

Berikut adalah empat alasan penting pemberian cuti bagi pekerja pria untuk menemai istrinya saat melahirkan antara lain:

Pertama, paternity leave merupakan wujud nyata keberpihakan dan dukungan dalam program Pengarusutamaan Gender (PUG).

Jika selama ini banyak tuntutan bagi kaum wanita untuk memperoleh akses dan kesempatan yang sama dengan kaum pria, maka perlu juga diberikan paternity leave bagi pekerja pria untuk menemani istrinya melahirkan sebagai wujud rasa keadilan bagi mereka sebagai pekerja.

Kedua, mengurangi risiko terjadinya depresi bagi ibu pasca melahirkan.

Berdasarkan penelitian, hampir 80% wanita mengalami gangguan suasana hati setelah melahirkan bayi pertama mereka. Gangguan suasana hati tersebut dikenal dengan postpartum depression atau sering juga disebut baby blues.

Banyak masyarakat yang menganggap terjadinya baby blues sebagai hal yang wajar dan tidak perlu dikhawatirkan. Perasaan cemas, marah, sendirian, sedih, cape dan kekhawatiran tidak dapat menjadi ibu yang baik seringkali memicu terjadinya baby blues. Pada beberapa kasus single mother, seorang ibu menjadi sangat membenci anak yang baru saja dilahirkan karena merasa tertekan dan tidak tahu harus berbuat apa dengan tuntutan yang luar biasa pasca melahirkan. Bahkan, ada yang sampai membuang atau membunuh bayi yang baru dilahirkannya tersebut.

Pada saat-saat seperti itu, dukungan keluarga besar terutama suami sangat diperlukan untuk memberikan dukungan dan bantuan seperti menemani istri dalam memberikan ASI di malam hari, bergantian menjaga bayi, mengganti popok, memberikan pijatan lembut saat sang istri lelah, serta memberikan semangat dan dorongan psikologis ketika ASI belum keluar sehingga tidak timbul kekhawatiran ibu tentang tidak dapat memberikan yang terbaik bagi bayinya.

Ketiga, turut menjaga keutuhan rumah tangga dan meningkatkan bonding antara ayah dengan anak sejak hari pertama sang anak dilahirkan.

Ikatan batin antara anak dengan ayahnya akan langsung terbentuk dengan kuat ketika sang ayah langsung menemani proses melahirkan dan merawat serta melihat pertumbuhan sang buah hati pada masa awal kehidupannya. Dengan demikian, seorang ayah akan tahu betapa besar pengorbanan seorang ibu saat melahirkan.

Seorang ayah yang baik adalah yang paham betul bahwa tanggung jawab mendidik dan membesarkan anak-anak bukanlah milik seorang ibu saja. Namun, sebagai kepala keluarga, seorang ayah dan suami lah yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam membimbing istri dan anak-anaknya.

Keempat, meningkatkan kinerja para pekerja pria.

Seperti halnya cuti melahirkan bagi pekerja wanita, pemberian paternity leave dianggap sebagai wujud keadilan dan dukungan perusahaan/institusi terhadap hak para pekerjanya.

Ketika cuti melahirkan dapat diberikan kepada pekerja wanita, maka pemberian paternity leave kepada pekerja pria adalah salah satu wujud keadilan yang wajar mereka terima. Rasa keadilan yang diberikan kepada para pekerja diharapkan mendorong semangat dan meningkatkan kinerja mereka.

Negara-Negara yang Memberikan Cuti Bagi Laki-Laki yang Istrinya Melahirkan

Kebijakan di beberapa negara mengenai cuti bagi laki-laki yang istrinya melahirkan.

Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus paternity leave untuk pekerja laki-laki, sehingga paternity leave menjadi kurang populer. Banyak pekerja laki-laki yang tidak begitu paham soal cuti tersebut, sehingga biasanya mereka menerima saja jatah minim yang diberikan perusahaan.

Biasanya pekerja laki-laki hanya diberikan cuti selama 2 hari untuk mendampingi istri melahirkan, kemudian ia harus kembali bekerja seperti biasa. Ingin cuti lebih lama? Pekerja laki-laki harus mengambil jatah cuti tahunan untuk hal tersebut.

Berikut adalah beberapa negara yang memberikan cuti terbaik untuk laki-laki yang istrinya melahirkah:

Inggris

Inggris mengeluarkan aturan Shared Parental Leave Regulation di tahun 2015. Peraturan ini mengizinkan suami dan istri berbagi jatah cuti sesuai dengan ketentuan yang diterapkan. Di Inggris perempuan mendapat izin cuti 52 minggu, terdiri dari cuti melahirkan 26 minggu dan cuti setelah melahirkan 26 minggu juga.

Kanada

Kanada juga menerapkan aturan di mana suami dan istri bisa berbagi jatah cuti melahirkan. Jatah cuti melahirkan istri adalah 52 minggu, dan 37 minggunya bisa dibagi antara suami dan istri.

Norwegia

Di Norwegia, pekerja pria mendapat jatah cuti untuk mendampingi istri melahirkan selama 12 minggu. Sama dengan jatah cuti pekerja perempuan yang melahirkan di Indonesia.

Swedia

Jatah untuk pekerja pria mengambil paternity leave adalah dua bulan atau delapan minggu.

Amerika Serikat

Ada banyak perusahaan di Amerika yang cukup sadar kalau memberikan jatah paternity leave kepada pekerja laki-lakinya sangat penting. Misalnya, Ernst & Young memberikan paternity leave kepada karyawan laki-lakinya selama 6 minggu. Peraturan ini sudah dilakukan sejak 12 tahun yang lalu sehingga menjadikan Ernst & Young salah satu perusahaan yang paling ramah pada keluarga.

Perusahaan teknologi besar seperti Facebook dan Yahoo lebih murah hati lagi karena memberikan jatah paternity leave masing-masing hingga empat bulan dan dua bulan!

Buruh Perempuan Indonesia Menuntut Cuti Melahirkan 14 Minggu (3,5 Bulan)

Buruh menuntut 14 (empat belas) minggu cuti melahirkan.

Selain mengenai cuti yang lebih lama untuk laki-laki, saat ini buruh perempuan Indonesia sedang berjuang menuntut cuti melahirkan 14 minggu.

Tuntutan cuti melahirkan selama 14 minggu diatur dalam konvensi ILO Nomor 183. Konvensi ini memperjuangkan persamaan wanita di dunia kerja ini juga aktif dalam memperjuangkan kesehatan dan keselamatan ibu dan anak dengan tujuan agar tak lagi dibedakan dalam hal ekonomi, kehidupan bermasyarakat, dan perlakuan hukum. Konvensi ini menetapkan cuti melahirkan (maternity leave) seharusnya minimal 14 minggu (7 minggu masa istirahat sebelum masa persalinan dan 7 minggu setelah masa persalinan).

Melahirkan, meski prosesnya terbilang singkat tapi merupakan hal besar yang mengancam nyawa. Rasa sakit yang dialami oleh sang ibu ketika melahirkan sangat luar biasa.

Bahkan dikatakan bahwa melahirkan adalah rasa sakit yang paling menyakitkan sepanjang kehidupan. Hal ini mempengaruhi kondisi mental dan fisik dari tiap perempuan yang baru saja melahirkan. Trauma pasca melahirkan, serta rasa sakit setelah berjuang bertaruh nyawa ini tidak lenyap begitu saja.

Bayangkan jika mereka langsung kembali bekerja, justru jadi tidak maksimal karena kondisi tidak prima.

Pos terkait