Dampak Buruk Perubahan Iklim di Industri Tekstil, Garmen, Sandang, dan Kulit

Dampak Buruk Perubahan Iklim di Industri Tekstil, Garmen, Sandang, dan Kulit
Wakil Presiden KSPI yang juga Wakil Presiden FSPMI Kahar S. Cahyono membawakan materi berjudul 'Kita Semua Terdampak' untuk menjelaskan dampak perubahan iklim dan transisi berkeadilan dalam pelatihan yang diselenggarakan di Jakarta, Rabu (24/7). Foto: Istimewa

Dalam sebuah acara pelatihan yang diselenggarakan industriALL di Jakarta pada tanggal 24 Juli 2024, saya membawakan materi dengan judul “Kita Sedang Terancam.” Sesi ini bertujuan untuk menjelaskan dampak perubahan iklim terhadap pekerja di sektor tekstil, garment, sandal, dan kulit.

Perubahan iklim adalah ancaman serius yang tidak hanya mempengaruhi lingkungan, tetapi juga kehidupan dan mata pencaharian jutaan pekerja di berbagai industri. Sektor tekstil, garment, sandang, dan kulit merupakan salah satu yang paling rentan terkena dampaknya. Suhu yang semakin panas, pola cuaca yang tidak menentu, dan bencana alam yang semakin sering terjadi dapat mengganggu produksi, mengurangi hasil panen bahan baku, dan merusak infrastruktur pabrik.

Pekerja di sektor ini sering kali berada dalam kondisi kerja yang sudah rentan, dan perubahan iklim hanya memperburuk situasi mereka. Dengan meningkatnya biaya produksi akibat kebutuhan akan adaptasi teknologi hijau dan perlindungan lingkungan, ada risiko besar pengurangan tenaga kerja, penurunan upah, dan bahkan penutupan pabrik. Selain itu, kesehatan pekerja juga terancam karena mereka harus bekerja dalam kondisi yang lebih ekstrem dan tidak sehat.

Salah satu dampak utama perubahan iklim adalah ketersediaan air. Industri tekstil dan garmen sangat memerlukan air dalam jumlah besar untuk proses produksi, mulai dari penanaman kapas hingga pencelupan dan pencucian kain. Namun, dengan meningkatnya frekuensi kekeringan dan berkurangnya sumber air bersih, banyak pabrik mengalami kesulitan dalam menjaga kelangsungan produksi. Di samping itu, banjir yang kerap terjadi akibat cuaca ekstrem dapat merusak infrastruktur pabrik dan mengganggu rantai pasokan.

Perubahan iklim juga berdampak pada kesehatan dan produktivitas pekerja. Suhu yang semakin panas mempengaruhi kondisi kerja di pabrik-pabrik tekstil dan garmen, seringkali membuat pekerja harus bekerja dalam kondisi yang tidak nyaman. Hal ini dapat menurunkan efisiensi kerja dan meningkatkan risiko kesehatan, seperti dehidrasi dan heat stroke. Oleh karena itu, perbaikan sistem ventilasi dan pendinginan di tempat kerja menjadi sangat penting, meskipun hal ini berarti biaya tambahan bagi perusahaan.

Peserta pelatihan terkait dampak perubahan iklim dan transisi berkeadilan dalam pelatihan yang diselenggarakan industriALL di Jakarta, Rabu (24/7). Foto: Media Perdjoeangan/Kahar

Ketersediaan bahan baku juga menjadi tantangan besar. Perubahan pola cuaca yang tidak menentu dapat mengganggu produksi bahan baku seperti kapas. Penurunan produksi kapas akibat cuaca ekstrem dapat meningkatkan harga bahan baku dan mengancam stabilitas industri. Selain itu, tekanan untuk mengurangi emisi karbon memaksa industri ini untuk mengadopsi praktik produksi yang lebih ramah lingkungan, termasuk penggunaan teknologi hemat energi dan bahan baku yang lebih berkelanjutan. Meskipun perubahan ini penting untuk keberlanjutan lingkungan, biaya investasi awal yang tinggi dapat menjadi beban bagi perusahaan, terutama yang berskala kecil dan menengah.

Dalam menghadapi tantangan ini, peran serikat pekerja menjadi sangat penting. Serikat pekerja dapat mendorong pemerintah dan perusahaan untuk mengadopsi kebijakan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Advokasi yang kuat diperlukan untuk memastikan adanya insentif bagi perusahaan yang mengimplementasikan teknologi bersih dan praktik produksi yang berkelanjutan. Selain itu, serikat pekerja dapat menyediakan pelatihan dan pendidikan bagi anggotanya mengenai pentingnya adaptasi terhadap perubahan iklim, termasuk penggunaan teknologi baru dan praktik kerja yang aman dalam kondisi iklim ekstrem.

Perundingan perjanjian kerja bersama (PKB) juga menjadi arena penting bagi serikat pekerja untuk memasukkan klausul terkait perlindungan lingkungan dan adaptasi perubahan iklim. Dalam hal ini, serikat pekerja harus memastikan bahwa transisi menuju praktik yang lebih ramah lingkungan dilakukan secara adil. Ini berarti memastikan bahwa pekerja tidak kehilangan pekerjaan atau pendapatan selama proses transisi. Serikat pekerja dapat memperjuangkan program pelatihan ulang dan peningkatan keterampilan bagi pekerja yang terdampak.

Pengawasan dan penegakan peraturan lingkungan juga merupakan peran penting yang dapat dimainkan oleh serikat pekerja. Serikat dapat memastikan bahwa perusahaan mematuhi peraturan lingkungan dan tidak mengorbankan kesejahteraan pekerja demi keuntungan finansial. Dengan langkah-langkah ini, serikat pekerja dapat membantu mengarahkan industri tekstil, garmen, sandang, dan kulit menuju masa depan yang lebih berkelanjutan dan adil.

Selain itu, pengorganisasian yang kuat sangat penting untuk meningkatkan kekuatan serikat pekerja. Pengorganisasian yang efektif memungkinkan serikat pekerja untuk memperkuat basis anggotanya, menggalang dukungan yang lebih luas, dan meningkatkan kapasitas untuk melakukan advokasi. Melalui pengorganisasian yang baik, serikat pekerja dapat memastikan bahwa suara pekerja didengar dan diperhitungkan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan perubahan iklim.

Kahar S. Cahyono, Wakil Presiden FSPMI, Wakil Presiden KSPI, dan Pimpinan Redaksi Koran Perdjoeangan