“Jika selama ini pengusaha enggan meliburkan pekerja karena pertimbangan ekonomi, kami ingatkan, justru dengan meliburkan pekerja dalam situasi pandemi corona ini adalah cara terbaik untuk menghindarkan kerugian yang lebih besar lagi.”
Jakarta, KPonline – Sampai hari ini, industri manufaktur maupun transportasi online yang jumlah pekerjanya lebih dari 40 juta orang di seluruh Indonesia belum meliburkan pekerja atau memberlakukan work from home (WFH). Padahal beberapa kepala daerah dan presiden sudah menyampaikan himbauan agar masyarakat tetap berada di dalam rumah. Tetapi fakta di lapangan, himbauan ini tidak dijalankan oleh para pengusaha karena masih mewajibkan para buruh untuk bekerja.
Menyikapi hal itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, “Himbauan untuk work from home hanya menjadi macan kertas dan tidak berdampak. Terbukti, masih banyak perusahaan yang tetap beroperasi.”
“Padahal ini merupakan waktu yang tepat bagi perusahaan untuk meliburkan para buruhnya,” lanjut Said Iqbal. “Para buruh sangat rentan terpapar corona. Kalau banyak buruh yang terinfeksi, maka perekonomian Indonesia akan semakin terpuruk.”
KSPI, kata Said Iqbal, mengingatkan semua pihak terkait dengan adanya potensi terjadinya PHK besar-besaran. Potensinya bisa mencapai puluhan bahkan ratusan ribu pekerja. “Kami menyebutnya sebagai darurat PHK,” kata Said Iqbal.
Darurat PHK tersebut, bisa dilihat dari 4 (empat) kondisi berikut.
Kondisi yang pertama, kata Iqbal, adalah ketersediaan bahan baku di industri manufaktur yang mulai menipis. Khususnya bahan baku yang berasal dari impor, seperti dari negara China, dan negara-negara lain yang juga terpapar Corona.
Industri yang akan terpukul adalah labour intensif atau padat karya, seperti tekstil, sepatu, garment, makanan, minuman, komponen elektronik, hingga komponen otomotif. Karena bahan baku berkurang, maka produksi akan menurun. Ketika produksi menurun, maka berpotensi terjadi pengurangan karyawan dengan melakukan PHK.
“Karena itu, sebaiknya perusahaan segera meliburkan para pekerjanya untuk mengurangi biaya produksi; seperti biaya listrik, gas, transportasi, dan maintenance/perawatan,” kata Said Iqbal.
Situasi yang kedua adalah, melemahnya rupiah terhadap dollar.
Seperti kita ketahui, rupiah sempat melemah hingga di posisi 17 ribu. Jika situasi ini terus berlanjut, perusahaan padat karya maupun padat modal akan terbebani dengan biaya produksi yang tinggi. Terutama perusahaan-perusahaan yang harus membeli bahan baku dari impor.
“Perusahaan membeli bahan baku dengan dollar dan menjual dengan rupiah yang terus melemah. Ditambah dengan daya beli masyarakat yang menurun tajam, perusahaan akan kesulitan menaikkan harga jual. Ini akan membuat perusahaan rugi yang mengancam kelangsungan pekerjaan,” kata Iqbal.
Dia mencontohkan, di Tanah Abang penjualan menurun karena tidak ada yang beli. Sudahlah tidak ada yang beli, rupiah melemah. Dengan kata lain, melemahnya rupiah terhadap dollar juga akan berpotensi terjadi darurat PHK terhadap buruh di tengah ancaman corona.
Ketiga, menurunnya kunjungan wisatawan ke Indonesia.
“Sejak awal, industri pariwisata sudah terpukul. Hotel, restoran, tempat-tempat wisata, bandara, pelabuhan, pengunjungnya sudah menurun drastis akibat corona. Bahkan sudah banyak yang merumahkan pekerja,” kata Said Iqbal. Saat ini ada kekhawatiran, dalam waktu dekat akan terjadi PHK besar-besaran di industri pariwisata.
Keempat, anjloknya harga minyak dan indeks saham gabungan.
Akibat minyak dunia yang anjlok, pendapatan Indonesia dari ekspor minyak mentah juga akan turun. Sebagai catatan, harga minyak mentah dunia jatuh ke level US$ 30 per barel, jauh dari asumsi harga minyak Indonesia atau ICP dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 sebesar US$ 63 per barel.
“Situasi ini menyebabkan APBN tidak terealiasi. Dampak lebih lanjut, karena pendapatan negara bekurang, maka bantuan sosisal akan kurang. Bisa jadi, biaya menanggulangi corona pun akan berkurang. Ketika bantuan sosial dan profit perusahaan berkurang, sementara PHK besar-besaran di depan mata, nasib buruh akan semakin terpuruk,” kata Said Iqbal.
Belum lagi indeks saham gabungan juga terus turun. Perusahaan domestik, misalnya industri makanan, terancam rugi karena nilai sahamnya turun.
Jika empat kondisi di atas jika tidak segera diselesaikan, KSPI memprediksi akan terjadi PHK secara besar-besaran. Terutama di industri manufaktur dan transportasi online. Potensi buruh yang ter-PHK bisa mencapai puluhan hingga ratusan ribu buruh terancam PHK.
Untuk itu, KSPI menyarankan kepada pemerintah untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, menindak tegas perusahaan swasta dan transportasi online yang tidak meliburkan pekerja swasta dalam jangka waktu tertentu (dengan tetap membayar upah secara penuh). Saat ini adalah saat yang tepat untuk menurunkan biaya produksi dari perusahaan swasta tersebut. Selain, tentu saja, untuk menghindari pandemi virus corona yang meningkat.
“Jika selama ini pengusaha enggan meliburkan pekerja karena pertimbangan ekonomi, kami ingatkan, justru dengan meliburkan pekerja dalam situasi pandemi corona ini adalah cara terbaik untuk menghindarkan kerugian yang lebih besar lagi,” katanya.
Kedua, Menteri Keuangan, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan harus segera dan bisa mengendalikan kebijakan fiskal dan moneter agar nilai tukar rupiah tidak semakin melemah dan indeks saham gabungan tidak anjlok.
Ketiga, pemerintah segera membuat regulasi berupa kemudahan impor bahan baku (sepanjang bahan baku tersebut tidak tersedia di Indonesia), khususnya untuk industri padat karya. Misalnya dengan menerapkan bea masuk impor nol rupiah dan tidak ada beban biaya apapun kepada barang impor. Karena bisa jadi, dalam situasi sulit ini, industri akan mencari bahan baku dari negara yang belum terkena corona.
Keempat, memberikan bantuan berupa dana secara tunai kepada buruh, pengemudi transportasi online, dan masyarakat kecil yang lain.
Kelima, pengusaha wajib membayar upah penuh bagi perusahaan swasta yang dirumahkan.
Keenam, memberikan insentif kepada industri pariwisata agar mereka bisa bertahan di tengah-tengah pandemi corona. Misalnya dengan menghapus bunga pinjaman bank bagi pengusaha di sektor pariwisata atau menghapus pajak pariwisata, memberikan kelonggaran cicilan hutang untuk menunda selama setahun tidak membayar cicilan.
Ketujuh, segera menurunkan harga BBM premium agar masyarakat menengah ke bawah termasuk para buruh meningkat daya belinya. Selain itu, harga gas industri segera diturunkan, agar ongkos produksi pabrik bisa turun.
Kedelapan, mendesak BPJS Ketenagakerjaan untuk mengeluarkan dana cadangan dari bunga deposito dana peserta dan dana JKK untuk membeli masker dan hand sanitizer yang dibagikan gratis kepada seluruh buruh di Indonesia.
“Kami tegaskan sekali lagi, KSPI mendesak pemerintah memberlakukan work from home bagi perusahaan. Termasuk meminta pemerintah segera melakukan langkah-langkah cepat, agar empat hal yang berpotensi menyebabkan PHK besar-besaran sebagaimana kami uraian di atas bisa diselesaikan,” tegas Said Iqbal.