“Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing, dilakukan lebih tegas, lebih disiplin, dan lebih efektif lagi . Sehingga, tadi sudah saya sampaikan bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil,” kata Presiden Jokowi
Pernyataan inilah yang menurut saya bikin heboh seantero dunia khususnya dunia maya. Sikap pemerintah ini cukup aneh mengingat dalam upaya penanganan wabah yang makin meluas seharusnya pemerintah lebih teliti dan mengutamakan kondisi rakyatnya saat ini
Akan tetapi Jokowi justru mengabaikan hal itu dan malah melihat peraturan lama “peninggalan” presiden pertama Republik Indonesia (RI) Soekarno, yaitu Perppu Nomor 23 Tahun 1959 Tentang Penetapan Keadaan Bahaya.
Peraturan ini sebenarnya lebih dimaksudkan terhadap kondisi negara yang terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan, atau bencana alam. Bukan karena wabah atau pandemi sebagaimana yang sekarang terjadi.
Seperti kita tahu darurat sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Perppu tersebut mencabut Undang-Undang Nomor 74 Tahun 1957, ditandatangani Presiden Soekarno pada 16 Desember 1959.
Darurat sipil itu hanya dengan alasan kedaruratan, perintah harian panglima atau komando keadaan darurat berlaku sebagai hukum. Tak ada mekanisme demokratis dalam kondisi ini; tidak ada penolakan dari parlemen.
Jelas kebijakan yang akan diputuskan Jokowi itu tidak tepat untuk kondisi seperti sekarang. Kenapa? Darurat sipil itu tujuannya tertib sipil yang biasanya untuk memastikan roda pemerintahan berjalan dan tertib sipil. Jadi dari prespektif tujuannya berbeda .
Pemerintah belakangan seperti mengancam rakyatnya dan menegaskan hanya memberi dua pilihan: Pembatasan Sosial atau Darurat Sipil. Negara yang seharusnya melindungi rakyatnya justru menunjukkan pendekatan kekuasaan, bukan menggerakkan fungsi-fungsi birokrasinya yang sekarang malah di suruh WFH, sementara para buruh harus berhimpitan di pabrik pabrik dan tidak ada solusi
Kenapa pemerintah tidak menerapkan kebijakan lockdown seperti negara negara lain? Apakah karena itu mengharuskan pemerintah untuk menjamin sepenuhnya kebutuhan hidup rakyatnya.
Sedangkan untuk hal ini tentu membutuhkan sumber dana tidak sedikit, dan belum lagi birokrasi penyaluran yang pasti akan banyak masalah. Hitung-hitungannya panjang karena menyangkut aspek kesehatan masyarakat, serta kondisi sosial dan ekonomi? Itulah yang sedang kita jalani bersama.
Covid-19 telah membuat semuanya menjadi rumit. Bahkan untuk memilih kebijakan penangkalnya pun rumit.
Saya setuju dengan pak Said Didu yang menyerukan tolak darurat sipil.
“Nyawa rakyatmu dikejar corona. Mereka butuh bantuan. Tapi yg kau siapkan cambuk darurat sipil”. Tulisnya lewat akun twitter
Sekarang ini yang di butuhkan adalah ketika masyarakat semakin menderita dan berat beban hidupnya karena pandemi Covid 19 ini, tapi pemerintah ataupun negara justru lepas tangan tidak menjamin kebutuh dasar warganegaranya.
Sementara darurat sipil arahnya adalah lebih dominan pada keamanan dan ketertiban umum, namun tidak mendetail mengarah pada jaminan kebutuhan dasar masyarakat. Sehingga dalam konteks ini, pemerintah tidak wajib menanggung jaminan kebutuhan dasar masyarakat. Apakah setega itu? (Ete)