Jakarta, KPonline – Penetapan upah minimum 2025, kini menjadi isu krusial dikalangan kelas pekerja atau buruh. Terlebih, setelah gugatan Partai Buruh terhadap Undang-undang Cipta Kerja yang dikabulkan sebagian oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Setidaknya, pemerintah tak lagi menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan sebagai acuan kenaikan upah minimum pekerja/ buruh.
Karena PP tersebut merupakan aturan turunan dari salah satu dari 21 norma hukum di UU Cipta Kerja yang dianulir oleh hakim Mahkamah Konstitusi.
Pun demikian, kelas pekerja atau kaum buruh yang tergabung dalam barisan serikat pekerja tetap mengawal putusan MK itu, agar bisa dipatuhi sepenuhnya oleh pemerintah dengan sebagaimana mestinya.
Kali ini, dalam mengawal putusan MK sekaligus menuntut kenaikan upah layak. Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) pimpinan Riden Hatam Aziz bersama Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Pimpinan Gani Nuawea (KSPSI AGN) sambangi Kantor Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Jakarta. Kamis, (7/11/2024).
Setelah ditemui dan berdialog secara langsung dengan wakil menteri ketenagakerjaan, aksi ini pun menghasilkan suatu keputusan.
Dimana isi keputusan tersebut intinya, Wakil Menteri (Wamen) Ketenagakerjaan Imanuel Ebenezer Gerungan mengungkapkan bahwa sebagai negara hukum, pemerintah tunduk dan patuh pada putusan MK yang telah melakukan uji materiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).