Kisaran, KPonline, – Kejahatan Tindak Pidana Penggelapan aset disebuah perusahaan yang dilakukan oleh karyawannya dampaknya bisa sangat berbahaya bagi kelangsungan perusahaan, dan wajib hukumnya managemen memberikan tindakan tegas, berupa proses hukum berlanjut kepada pemutusan hubungan kerja.
Namun tidak demikian halnya dengan yang terjadi di PTPN IV Regional-I, Kebun Sei Silau Kecamatan Buntu Pane Kabupaten Asahan, Febriandi Bangun,SP selaku manager terkesan melindungi karyawan yang diduga melakukan tindak pidana kejahatan penggelapan produksi.
Pada tanggal 24 Agustus 2024 seorang karyawan Afdeling.V.Kebun Sei Silau berinisial MM, Jabatan Tukang Tangki Latex, ditangkap oleh Stakeholder dan Polisi dari kesatuan Polsek Prapat Janji,Polres Asahan, Polda Sumatera Utara, dan dari inisial MM didapati Barang Bukti (BB) produksi karet jenis Lump (kompo) dalam satu karung goni, dan satu unit sepeda motor Merk Honda Jenis Vario. No.Pol BK 4254 VBJ.
Pelaku ber inisial MM kemudian disrahkan ke Polsek Prapat Jani Polres Asahan Polda Sumatera Utara, namun anehnya pelaku tidak ditahan esoknya dilepas oleh Polisi diduga dengan alasan pidananya Tindak Pidana Ringan (TIPIRING), padahal kejahatan yang dilakukannya pasal pidananya 374 KUHPidana, “Penggelapan dalam Jabatan, atau kejahatan tindak pidana karena ada hubungan kerja, dan tidak bisa dikategorikan Tipiring, karena dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No: 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan denda dalam KUHP idana, tidak mencantumkan Pasal 374, sehingga kuat dugaan ada oknum tertentu dari Kebun Sei Silau diduga bekerja sama dengan Polisi merekayasa kasus ini.
Karyawan ber inisial MM ini setelah dilepaskan oleh Polisi, tidak diskorsing oleh Febriandi Bangun, SP, Manager 1SKL, akan tetapi dipekerjakan seperti semula, padahal sesuai ketentuan Undang- Undang Ketenagakerjaan dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) PTPN IV Regional-I, menjelaskan bahwa setiap pekerja yang melalukan kesalahan berat seperti penggelapan produksi dan tertangkak kemudian diproses hukum maka kepadanya diberlakukan skorsing kemudian di PHK setelah terbit putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Tindakan Febriandi Bangun,SP, yang diduga memberikan perlindungan hukum ini disatu sisi memang sangat baik dan bisa dijadikan pedoman (referensi) sehingga kedepannya setiap karyawan yang melakukan kesalahan berat tidak lagi di PHK, dan tidak lagi terjadi tindakan diskriminasi terhadap penegakan hukum.(Tim)