Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Jelaskan Norma Dalam Pasal 61 Ayat 9 Isi PKB PT. YMMA

Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Jelaskan Norma Dalam Pasal 61 Ayat 9 Isi PKB PT. YMMA

Jakarta, KPonline – Kementrian Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja akhirnya menjelaskan terkait Norma dalam Pasal 61 ayat 9 PKB PT. Yamaha Music Manufacturing Asia (YMMA) yang dipertanyakan oleh Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Elektronik Elektri Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (PP SPEE FSPMI) melalui surat nomor : 378/B/SPEE-FSPMI/III/2025 tertanggal 5 Maret 2025, hal Permohonan Penjelasan Norma dalam Pasal 61 ayat 9 PKB PT. Yamaha Music Manufacturing Asia.

Adapun point-point yang disampaikan Kementrian Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja melalui surat Nomor : 4/50 /HI.00.01/III/2025 tanggal 10 Maret 2025 sebagai berikut :

1. Pasal 61 ayat 9 Perjanjian Kerja Bersama (PKB) PT. Yamaha Music Manufacturing Asia mengatur bahwa:
“Proses perkara pidana atas pengaduan pengusaha”

“Perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/karyawan atas dasar pengaduan pengusaha, setelah pengusaha mendapat surat pemberitahuan resmi dari pihak yang berwenang dalam hal ini Kepolisian dan/atau kejaksaan, dengan ketentuan pekerja/karyawan berhak menerima Uang Penggantian Hak.”

2. Berdasarkan Pasal 61 ayat 9 PKB tersebut telah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap pekerja yang dilatarbelakangi laporan dugaan tindak pidana.

3. Dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam pelaksanaan Pasal 61 ayat 9 PKB PT Yamaha Music Manufacturing Asia, agar para pihak mengacu pada Pasal 54 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja. Ketentuan Pasal 54 tersebut mengatur bahwa pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena alasan pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana yang tidak menyebabkan kerugian Perusahaan.

4. Berkaitan dengan ketentuan tersebut, maka PHK yang disebabkan karena dugaan pekerja melakukan tindak pidana, tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan pada laporan kepada pihak yang berwajib.

Berdasarkan keterangan diatas secara jelas Kementrian Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja memberikan jawaban terkait norma yang dipertanyakan oleh Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Elektronik Elektri Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (PP SPEE FSPMI)

Atas penjelasan norma tersebut seyogyanya semua pihak pada akhirnya saling menyadari untuk kembali menjalin hubungan industrial yang harmonis demi terciptanya kesejahteraan bersama.

Penulis : Yanto
Foto : Ocha Hermawan