Subang,KPonline – Selasa, 4 september 2018 Konsulat Cabang FSPMI Kabupaten Subang bersama Komunitas Sawala Subang dan komunitas Tawadu sila saamparan mendiskusikan pembangunan desa dari sisi politik anggaran desa. Acara dimulai tepat pukul 20:00, bertempat di sekretariat KC FSPMI Kabupaten Subang, sesuai dengan jadwal yang telah disepakati sebelumnya.
Komunitas sawala subang merupakan kumpulan mahasiswa dan dosen serta alumni di Universitas Subang. Komunitas ini fokus melakukan kajian terhadap desa dengan cara menggali informasi dan data desa di Kabupaten Subang. Sedangkan Komunitas Tawadu Sila Saamparan merupakan komunitas pergerakan buruh yang dimotori oleh KC. FSPMI Kabupaten Subang dalam rangka Gerakan buruh Go! Politik
Diskusi dimulai oleh Dick Faizal Akbar selaku moderator dengan memaparkan latar belakang mengapa diskusi ini penting bagi buruh juga bagi masyarakat umum.
“Realitanya buruh Subang itu berada di desa-desa dan menjadi bagian masyarakat desa walaupun identitas buruh ketika berada ditengah masyarakat terlihat samar-samar karena sebagai masyarakat biasa. Namun potensi ataupun masalah bisa saja terjadi ketika kurangnya pengetahuan buruh terhadap wacana tentang desa, baik dari sisi kedudukan desa, potensi desa hingga soal anggaran dan lain sebagainya” kata dia.
Kemudian acara dilanjutkan dengan paparan dari Komunitas Sawala Subang yang di sampaikan oleh Gugun Faisal R. M.I.Kom terkait UU desa hingga persoalan yang ada di desa.
Diskusipun berlangsung hangat dan gembira membahas persoalan yang menyangkut kebijakan pembangunan desa, politik desa.
Di sela diskusi Ketua KC FSPMI Subang menyampaikan, “kegiatan seperti ini penting dilakukan karena berbagai kasus ketenaga kerjaan yang terjadi di Subang biasa terjadi di desa, hal ini karena memang industri di Subang bukan berada di kawasan industri tetapi berada di Zona industri dan itu di desa – desa” ujarnya.
Berbeda hal yang disampaikan oleh ketua Jamkeswatch Subang, Nanang Nurdiansyah, “sering JW Subang mengalami kesulitan ketika melakukan advokasi masyarakat yang terkendala dengan program BPJS ketika pemerintahan desa tidak memahami peranan pemerintah desa terhadap kesehatan masyarakat miskin. Misalkan ketika warga ada yang harus di rujuk ke RS biasanya terkendala dengan biaya transportasi dan biaya lain selama berada di sana dan hal ini tentu tidak dicover oleh BPJS. Seharusnya Desa dapat membantu hal-hal seperti ini bagi warganya”.
Diskusi berakhir pukul 23.00 Wib, dengan kesimpulan perlu adanya penyebaran pengetahuan dan pemahamam fungsi dan kedudukan desa kepada setiap lapisan masyakarat secara sistematis. Dan hal ini akan diimplementasikan oleh buruh dan akademisi yang terlibat dalam diskusi tersebut melalui program Sekolah Desa yang rencananya akan dijalankan mulai bulan november 2018.
( Aap Kasep)