DPR dan Menteri BUMN Sepakat Angkat Pekerja Outsourcing

DPR dan Menteri BUMN Sepakat Angkat Pekerja Outsourcing
Sebuah aksi yang dilakukan oleh kaum buruh didepan Gedung DPR RI

KORANPERDJOEANGAN.COM – Ancaman interpelasi DPR terhadap Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan pada sidang paripurna beberapa pekan lalu, akhirnya digubris. Dahlan memenuhi undangan rapat kerja dengan Komisi IX guna membahas tenaga outsourcing di seluruh perusahaan BUMN. Di ujung rapat, DPR dan Menteri BUMN sepakat mengangkat pekerja outsourcing di perusahaan BUMN.

“Mengangkat semua pekerja penyerahan sebagian pekerjaan dan pemborongan pekerjaan (outsourcing) yang ada di perusahaan BUMN yang tidak sesuai dengan Pasal 65 dan Pasal 66 UU No.13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan diangkat menjadi pekerja tetap oleh perusahaan BUMN tersebut,” ujar pimpinan rapat Nova Riyanti Yusuf di Gedung DPR, Selasa (4/3).

Bacaan Lainnya

Selain itu, disepakati pula mempekerjakan kembali semua pekerja outsourcing yang telah diberhentikan dan sedang dalam proses Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Tak hanya itu, BUMN diminta membayar penuh hak lainnya kepada pekerja BUMN dengan mengacu UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagkerjaan. Dahlan juga diminta berkomitmen agar memberikan sanksi terhadap direksi BUMN yang tidak sejalan dengan kebijakan penyelesaian persoalan outsourcing BUMN.

Prinsipnya, Dahlan mengamini rekomendasi Panja Ousourcing. Dahlan juga menyepakati pembentukan Satuan Tugas (Satgas) bersama dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) untuk melaksanakan sejumlah rekomendasi Panja Outsourcing. Langkah itu disepakati untuk menuntaskan permasalahan nasib buruh BUMN yang selama ini terkatung-katung.

“Saya setuju dan saat ini kami sedang menuntaskan masalah ini. Dan pernyataan saya ini tidak main-main,” tegas Dahlan dalam rapat.
Suasana rapat antara Menteri BUMN dengan sejumlah anggota Komisi IX sempat memanas. Anggota Komisi IX Indra mengutarakan kekecewaannya terhadap Dahlan karena tidak menjalankan hasil kesepakatan Panja Outsourcing pada Oktober tahun lalu.

Indra berpendapat, sebagai orang nomor satu di Kementerian BUMN, Dahlan harusnya mampu memberikan tekanan pada jajaran direksi anak perusahaan BUMN untuk melakukan penghapusan outsourcing. Berdasarkan pantauan Indra, Menteri BUMN hanya menjalankan satu rekomendasi, yakni menaikkan upah pekerja outsourcing.

“Saya melihat banyaknya yang belum dijalankan dan hampir semua di BUMN masih menjalankan outsourcing,” katanya. Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu lebih jauh meminta kepada seluruh direksi perusahaan BUMN agar menjalankan seluruh peraturan sesuai dengan perundangan-undangan. Ia berharap direksi BUMN patuh terhadap UU Ketenagakerjaan dalam memperlakukan pekerja di seluruh perusahaan BUMN. Menurut Indra, jika aturan yang berlaku dijalankan maka persoalan outsourcing akan segera usai, sehingga DPR tak perlu lagi mengeluarkan usulan melakukan interpelasi terhadap Menteri BUMN.

Pimpinan rapat yang juga Wakil Ketua Komisi IX Nova Riyanti menambahkan, kesepakatan penghapusan pekerja outsourcing di perusahaan BUMN bisa dilakukan dengan menerbitkan Surat Edaran Menteri BUMN. Dia meminta surat edaran itu sudah bisa diterbitkan dan diedarkan mulai Rabu (5/3).

“Komisi IX dan Menteri BUMN sepakat untuk melaksanakan rekomendasi Panja Outsourcing. Oleh karena itu Menteri BUMN sepakat menghapus kelompok usaha yang menurut UU No. 13 Tahun 2003 tidak diperbolehkan menggunakan penyerahan sebagian pekerjaan dan perjanjian pemborongan pekerjaan (outsoucing) dengan menerbitkan surat edaran menteri BUMN per tanggal 5 Maret 2014,” pungkasnya.

Usai rapat kerja (Raker) dengan Komisi IX DPR membahas tindak lanjut rekomendasi Panja outsourcing pada Selasa (4/3), Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan langsung mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor SE-02/MBU/2014.

Isinya tentang Kebijakan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain (Outsourcing) di lingkungan perusahaan pelat merah. “Surat Edaran sudah saya tandatangani kemarin,” ujar Dahlan di Jakarta, Kamis (6/3). Dalam surat edaran tersebut tertuang perintah agar perusahaan pelat merah melakukan outsourcing merujuk ketentuan peraturan perundang-undangan. BUMN tak boleh membuka lowongan kerja di posisi tak masuk dalam aturan pemerintah dengan sistem alih daya.

Untuk diketahui, pekerjaan melibatkan SDM yang boleh menggunakan sistem outsource hanya cleaning service, keamanan, transportasi, catering, dan jasa migas pertambangan, sesuai dengan Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Sisanya, tak boleh lagi ada mekanisme kerja borongan sampai PHK sepihak dengan alasan kontrak habis. BUMN kini wajib mengangkat pegawainya secara bertahap yang tidak masuk dalam ketentuan pemerintah tersebut.

Dalam batas kewenangan yang dimiliki, Menteri BUMN dengan Surat Edaran Nomor SE- 06/MBU/2013 tanggal 22 November 2013, telah menyampaikan kepada Direksi BUMN mengenai kebijakan ketenagakerjaan di BUMN, termasuk di antaranya berkaitan dengan praktek outsourcing.

Adapun Maksud dan Tujuan penerbitan surat edaran ini untuk melaksanakan kesepakatan dalam Raker. Ruang lingkup surat edaran ini adalah mempertegas kembali kebijakan Menteri BUMN berkaitan dengan praktek alih daya di BUMN. Ini ditujukan bagi beberapa perusahaan pelat merah yang mengalami sengketa PHK dengan para pegawai kontraknya. Selama kisruh belum berakhir, Dahlan meminta gaji para pekerja tetap dibayar penuh.

“Selama proses penataan praktek outsourcing dilakukan, upah proses dan hak-hak normatif lainnya agar tetap dibayarkan selama sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta tidak ada PHK kecuali dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan,” seperti dikutip dari beleid itu. Setiap direksi perusahaan BUMN wajib melaporkan pelaksanaan Surat Edaran ini. Bahkan, termasuk kendala yang dihadapi apabila ada kepada Menteri BUMN.

Adapun, selepas rapat tujuh jam dua hari lalu, Komisi IX DPR mendesak Menteri BUMN untuk menjalankan beberapa keputusan berikut dalam periode sesingkat-singkatnya. Misalnya mengangkat semua pekerja outsourcing yang ada di lingkungan BUMN yang tidak sesuai dengan pasal 65 dan Pasal 66 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menjadi pegawai berstatus tetap.

Perusahaan pelat merah yang bermasalah dengan pegawai outsourcing, terutama yang menjalankan PHK sepihak, diminta mempekerjakan kembali mereka semua. Selama kasus sengketa pemutusan kerja berlangsung, BUMN juga diminta tetap membayar upah para pekerja secara penuh.

Kesepakatan ini tentu melegakan banyak pihak, khususnya para pekerja outsourcing di BUMN. Pun demikian, Syawal Harahap, seorang tokoh buruh dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) mengingatkan serikat pekerja/serikat buruh khususnya yang menaungi pekerja outsourcing di BUMN tidak tinggal diam tapi proaktif melakukan negosiasi dengan manajemen BUMN.

“Bahkan kalau perlu serikat pekerja/serikat buruh harus memberikan tekanan kepada manajemen BUMN yang masih menggunakan pekerja outsourcing yang melanggar aturan. Agar BUMN-BUMN tersebut segera mengimplementasikan kesepakatan ini. Berkaca dari pengalaman-pengalaman sebelumnya jika serikat pekerja/serikat buruh pasif maka kesepakatan ini hanya menjadi “macan kertas” yang tidak berarti,” pungkas Syawal. *Red*

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.