Purwakarta, KPonline – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) memang sudah terlihat sejak awal diumumkannya terjadi pembatasan sosial atau aktivitas karena pandemi Corona atau Covid-19.
Banyak sudah perusahaan besar maupun pengusaha kecil yang melakukan PHK. Begitupun PT. Sepatu Bata TBK, perusahaan yang bergerak dibidang alas kaki tersebut telah mem-PHK ratusan pekerja mereka.
Dalam pelaksanaan terjadinya pemutusan kerja tersebut diduga ada kejanggalan atau ketidaksesuaian. Ada ketentuan normatif yang mereka abaikan. Bahkan, dalam hal ini, diduga telah terjadi Union Busting.
Saat ini, keempat pekerja yang terdiri dari tiga (3) orang pengurus Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Aneka Industri Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (PUK SPAI-FSPMI) PT. Sepatu Bata dan seorang Garda Metal (GM) masih ingin bekerja.
Namun, keempat pekerja tersebut mengalami perlakuan yang kurang baik dari manajemen perusahaan atau PT. Sepatu Bata. Mereka dipaksa untuk keluar dari perusahaan, mengikuti ratusan pekerja yang lain yang sudah di PHK.
Kemudian, tidak sampai disitu. Setelah manajemen PT. Sepatu Bata mengeluarkan surat PHK yang dinilai sepihak, keempat pekerja itu pun kini tidak diperbolehkan kembali untuk masuk ke wilayah produksi.
“Padahal sudah jelas, kita berempat masih pekerja PT. Sepatu Bata. Namun, kenapa kita tidak diperbolehkan masuk lagi ke dalam pabrik,” ucap salah satu dari keempat pekerja yang enggan disebutkan namanya saat dikonfirmasi Media Perdjoeangan.
Bila merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bisa dikatakan bahwa kesewenang-wenangan sudah ditunjukkan oleh pihak manajemen perusahaan kepada pekerja.
Menurut pasal 155 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan jika PHK tanpa adanya penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial (PHI) akan menjadi batal demi hukum. Artinya, PHK sepihak tersebut dianggap tidak pernah terjadi dan selama putusan lembaga penyelesaian hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan kewajibannya.
Kemudian, bila mengacu pada Pasal 157A ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menyebutkan, “Selama penyelesaian perselisihan hubungan industrial, pengusaha dan pekerja/buruh harus tetap melaksanakan kewajibannya”. Pengusaha harus tetap melaksanakan kewajibannya dengan memberikan hak pekerja yang selama ini diterima pekerja tanpa mengurangi.
Atas kasus permasalahan hubungan industrial yang terjadi di PT. Sepatu Bata, apakah hukum akan tumpul keatas dan tajam kebawah? atau sebaliknya hadir sebagaimana dengan mestinya.