Fery Andriano: UU Cipta Kerja Mempermudah PHK Buruh

Fery Andriano: UU Cipta Kerja Mempermudah PHK Buruh

Surabaya, KPonline – – Ratusan buruh di Jawa Timur yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) menggelar aksi damai untuk menyampaikan protes mereka terhadap beberapa poin dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Para buruh merasa bahwa undang-undang ini lebih menguntungkan pihak pengusaha dan merugikan kaum buruh.

Konsulat Cabang (KC) Kabupaten Gresik, Fery Andriano, menjelaskan bahwa salah satu poin utama yang menjadi sorotan adalah kemudahan dalam melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

“PHK dipermudah ketika perusahaan menuju kerugian. Kita tidak pernah tahu bagaimana situasi menuju kerugian itu, sehingga PHK bisa dilakukan sewenang-wenangnya,” ujar Fery Andriano.

Fery menambahkan bahwa kompensasi pesangon yang diberikan kepada pekerja juga mengalami penurunan signifikan, dari yang sebelumnya dua kali menjadi satu kali, bahkan ada yang hanya 0,75 atau 0,50 kali. “Bagaimana mungkin buruh yang telah bekerja puluhan tahun, yang membantu perusahaan tumbuh, hanya mendapatkan pesangon yang sangat kecil saat pensiun?”

Fery juga menyoroti masalah outsourcing yang dapat berlangsung seumur hidup dan ketidakjelasan upah kerja paruh waktu. Mereka merasa bahwa hal ini akan semakin memperburuk kesejahteraan buruh di Indonesia. Tuntutan buruh juga mencakup isu tenaga kerja asing yang masuk tanpa pembatasan, yang menurut mereka menambah ketidakadilan dalam persaingan kerja. Mereka menggugat undang-undang tersebut di Mahkamah Konstitusi, dengan harapan agar kebijakan yang lebih adil dan pro-buruh dapat diterapkan.

“Undang-undang kita menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Namun, kenyataannya, kenaikan upah minimum dan formula upah layak yang kita harapkan hanya mimpi,” tegas Fery Andriano.

Fery, yang juga menjabat sebagai Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Logam (PC-SPL) Kota Surabaya, menyoroti beberapa peraturan pemerintah yang memperburuk kondisi mereka, seperti PP 78 dan PP 36 tentang pengupahan, yang mengatur upah minimum berdasarkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi yang dipilih salah satu. Mereka merasa bahwa kebijakan ini tidak berpihak kepada mereka, bahkan merugikan.

“Di banyak perusahaan, upah minimum tidak dibayar dengan semestinya, dan ketika buruh menuntut haknya, mereka di-PHK. Pemerintah harus bertindak tegas terhadap perusahaan yang tidak mematuhi aturan,” tambahnya.

Aksi ini menjadi bukti bahwa para buruh di Indonesia masih berjuang keras untuk mendapatkan keadilan dan kesejahteraan. Mereka berharap pemerintah akan mendengarkan aspirasi mereka dan membuat kebijakan yang lebih berpihak pada kaum buruh, sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.

(ABD Muis – Kontributor Surabaya)